Tulungagung (Antara Jatim) - Pengurus Jamaah Ahmadiyah Jawa Timur mendatangi perangkat Desa
Gempolan, Kabupaten Tulungagung, Selasa, mengklarifikasi dugaan
intimidasi terhadap dua anggotanya saat penandatanganan surat pernyataan
tidak melakukan segala bentuk aktivitas ibadah di masjid/mushalla
Ahmadiyah pada desa tersebut.
"Ya, ada sekitar 10 orang yang datang, mengaku pengurus wilayah
Jamaah Ahmadiyah Jatim serta pengurus daerah Ahmadiyah di Kediri,"
terang Kepala Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung,
Isroful Mustafa, di Tulungagung.
Mendapat klarifikasi dari jajaran pengurus Ahmadiyah Jatim dan
cabangnya di Kediri tersebut, dirinya yang didampingi sejumlah perangkat
lain serta disaksikan sejumlah aparat dari jajaran polsek dan koramil
segera memanggil dua warganya yang diidentifikasi sebagai
pengurus/anggota Ahmadiyah, yakni M Jafar dan Edi Susanto.
Setelah salah satu dari kedua anggota jamaah Ahmadiyah asal Desa
Gempolan itu tiba (Edi Susanto), lanjut Isroful, dirinya kemudian
mengembalikan pertanyaan klarifikasi dari pengurus Ahmadiyah Jatim
tersebut kepada Edi Susanto.
"Saya tanyakan langsung pada saudara Edi dengan disaksikan oleh
pengurus Ahmadiyah Jatim, apakah ada unsur paksaan, apalagi intimidasi
saat menandatangani surat pernyataan untuk tidak melakukan aktivitas
ibadah di masjid/mushala (Ahmadyah) ? Edi menjawab, tidak, dan kami
memang tidak pernah melakukan pemaksaan," kilahnya.
Setelah mendapat jawaban langsung dari perangkat Desa Gempolan dan
mendengar langsung pengakuan Edi, masih menurut Isroful, rombongan
pengurus Ahmadiyah Jatim bisa menerimanya.
Rombongan pengurus Ahmadiyah Jatim yang dipimpin oleh Arif Ahmad
dari Surabaya dan seorang mubaligh Ahmadiyah asal Kediri atas nama
Aminullah tersebut menyampaikan permintaan maaf dan mengklarifikasi
bahwa Jafar dan Edi Susanto sudah tidak terikat dalam struktur
kepengurusan Ahmadiyah saat ini.
"Kami tidak tahu-menahu soal itu. Tetapi yang jelas saat pertama
kali kasus Ahmadiyah ini menjadi polemik di Desa Gempolan pada 2007,
Jafar dan Edi mengaku sebagai pengurus Ahmadiyah untuk wilayah
Tulungagung. Tidak tahu kalau sekarang sudah diganti," katanya.
Saat wartawan datang ke Balai Desa Gempolan, rombongan pengurus
Ahmadiyah Jatim dan Kediri yang berjumlah 10 orang itu telah pergi.
Antara tidak bisa mengklarifikasi kepada salah seorang diantara
mereka karena menurut keterangan Kades Isroful maupun aparat, mereka
tidak meninggalkan nomor kontak yang bisa dihubungi.
Sebelumnya, polemik seputar aktivitas jamaah Ahmadiyah di Desa
Gempolan sempat memanas. Penyebabnya, mayoritas warga menolak aktivitas
ibadah kelompok Ahmadyah di Tulungagung yang ditengarai aktif kembali
sejak beberapa pekan terakhir.
Selain beberapa kali diketahui mengundang mubaligh dari luar daerah
untuk mengisi pengajian, puncak keresahan warga terjadi saat mengetahui
mushalla di halaman depan rumah Jafar yang sudah disegel atas
kesepakatan bersama pada 2007 dan 2013, kembali digunakan secara sepihak
untuk kegiatan Shalat Jumat, meski hanya dengan dua orang makmum.
"Masyarakat menolak aliran Jamaah Ahmadiyah, karena tidak sesuai
dengan aliran yang dilaksanakan masyarakat setiap harinya, sehingga
keberadaannya menimbulkan gejolak di masyarakat," ujarnya.
Namun, pemerintah desa tetap melakukan pendekatan secara personal
guna mengetahui sebagaimana kegiatan tersebut, sehingga tidak
menimbulkan gejolak yang menimbulkan tindakan anarkis di tingkat desa.
"Jika diketemukan tetap dilakukan pendekatan secara personal. Untuk
menghindari adanya kegiatan anarkis," tuturnya. (*)
Ahmadyah Jatim Klarifikasi Perangkat Desa Tulungagung
Selasa, 19 Januari 2016 16:07 WIB
"Saya tanyakan langsung pada saudara Edi dengan disaksikan oleh pengurus Ahmadyah Jatim tadi apakah ada unsur paksaan apalagi intimidasi saat mereka menandatangani surat pernyataan untuk tidak melakukan aktivitas ibadah di dalam masjid/mushala (Ahmadyah). Edi menjawab tidak, dan memang kami memang tidak pernah melakukan pemaksaan," kilahnya.