Brussels, (Antara/AFP) - Badai kekeringan yang sempurna, kemiskinan dan konflik bersenjata di Danau Chad, Afrika, dapat menyulut krisis imigran Eropa jika para pemimpin dunia gagal di dua pertemuan puncak penting terkait migrasi dan perubahan iklim tahun ini.
Hal itu disampaikan Koordinator Badan Kemanusian Daerah Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Sahel Toby Lanzer terkait pertemuan puncak dua hari Uni Eropa-Afrika di ibukota Malta Valletta yang dimulai pada 11 November dan konferensi iklim PBB COP21 di Paris pada akhir bulan yang harus mengatasi masalah lama di wilayah tersebut.
Kedua pertemuan puncak itu membahas isu-isu kunci yang sangat dirasakan oleh negara-negara yang dilanda kekeringan di Danau Chad, tempat 2,5 juta orang telah mengungsi, beberapa di antaranya telah menyeberangi perbatasan internasional untuk melarikan diri dari kelompok milisi Boko Haram, katanya.
"Pencari suaka, krisis pengungsi, krisis lingkungan, ketidakstabilan yang ditabur ekstremis - semua isu berkumpul di cekungan Danau Chad," kata Lanzer.
"Jadi ada alasan yang sangat kuat mengapa masyarakat internasional perlu menganbil sikap dan berbuat lebih banyak."
Dunia harus membantu negara-negara cekungan Danau Chad seperti Chad, Niger, Nigeria, dan Kamerun agar tidak hanya mengakhiri momok milisi tetapi juga mengatasi dampak perubahan iklim, katanya.
Hamparan luas danau itu telah mengering dan membuat orang kehilangan mata pencaharian mereka yakni memancing, peternakan dan perdagangan, tambahnya.
Ketidakstabilan
Inggris, Prancis dan Amerika Serikat sudah bekerja sama dengan empat negara regional untuk mengatasi ketidakstabilan yang disebabkan oleh Boko Haram.
Tapi tumbuh kekhawatiran tentang penyebaran kerusuhan karena hubungan potensial antara Boko Haram dan ekstrimis di tempat-tempat seperti Libya dan Mali, kata Lanzer.
Selain itu, pembangunan ekonomi dan lapangan kerja juga sangat dibutuhkan untuk populasi kaum muda yang sedang berkembang di kawasan ini yang memiliki sedikit peluang diluar obat terlarang dan senjata api, penyelundupan manusia dan bergabung dengan kelompok pemberontak.
"Ini cukup mengejutkan bahwa ... semua isu di kawasan ini makin berkembang."
"Ini bukan hanya fakta bahwa orang-orang sangat miskin, fakta ada ketidakstabilan, fakta ada degradasi lingkungan yang luar biasa, yang lebih diperparah oleh situasi demografis, "katanya, mengutip contoh dari Sahel di mana penduduk terlihat berkembang hingga 150 juta orang selama tiga dasawarsa terakhir.
Dengan begitu banyak masalah, sudah waktunya bagi dunia untuk bertindak, "untuk mengatasi masalah pada akarnya" untuk mencegah situasi memburuk.
Pengumuman dana perwalian Uni Eropa yang diharapkan di Valletta untuk Afrika senilai 1,8 miliar euro, "adalah langkah yang sangat konkret dan disambut baik," katanya, seraya mengungkapkan harapan agar negara-negara lain seperti Amerika Serikat akan bergabung dengan usaha itu.
"Valletta adalah saat yang sangat penting. Ini adalah seruan untuk bertindak bagi kita semua," tambahnya.(*)