Kediri (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, berencana menaikkan santunan kematian yang diberikan pada warga miskin yang salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia dari semula Rp500 ribu per kematian menjadi Rp2 juta.
"Saat ini kami sudah ajukan perda pengganti, tapi belum diundangkan karena masih evaluasi dari provinsi," ujar Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Kediri Dewi Sartika di Kediri, Sabtu.
Ia mengatakan, dalam aturan yang lama, setiap warga miskin yang meninggal dunia mendapatkan satunan sebesar Rp500 ribu, namun dengan aturan yang baru, nantinya mengalami kenaikan yang signifikan menjadi Rp2 juta per orang yang meninggal dunia.
"Aturan yang baru itu kami harapkan bisa direalisasikan pada 2016. Aturan yang baru harus disampaikan ke Gubernur supaya tidak tumpang tindih dengan praturan lain," katanya.
Untuk alokasi santunan, Dewi mengatakan tidak ada alokasi anggaran khusus. Hal itu disebabkan, orang yang meninggal tidak bisa diprediksi, sehingga jika ada warga miskin yang meninggal dunia, pemerintah kota tetap memberikan bantuan.
"Kalau nanti ada alokasi anggaran, maka harus ada SK (surat keputusan). Apa orang yang meninggal memakai SK?" tanyanya.
Walaupun tidak direncanakan, ia mengatakan jumlah pengajuan untuk mendapatkan santunan warga yang meninggal dunia setiap bulan cukup banyak mencapai 32-34 orang dari penduduk miskin di kota ini.
Ia mengemukakan, jika diakumulasi, saat ini masih belum 1 persen dari warga miskin di Kota Kediri yang sudah mendapatkan santunan kematian tersebut. Jumlah warga miskin di Kota Kediri sekitar 90 ribu KK, dimana saat ini secara pasti masih 0,56 persen yang sudah mengajukan santunan tersebut.
Ia menduga, masih belum banyaknya warga miskin yang mengajukan santunan kematian itu karena masih banyak warga yang belum mengetahui tentang program ini. Selain itu, pemerintah juga memberikan batasan pengajuan yaitu maksimal 15 hari, dan jika lebih dari aturan itu pemerintah kota tidak bisa memberikan santunan kematian.
"Mungkin mereka juga enggan berhubungan dengan instansi karena takut, ataupun alasan lainnya. Yang jelas nantinya kami prediksikan sekitar 1,5 persen dari penduduk yang mengajukan santunan kematian," pungkas Dewi. (*)