Banyuwangi, (Antara Jatim) - Sekali seduh kita bersaudara. Slogan khas itu menggambarkan suasana Desa Kemiren Banyuwangi saat "Festival Ngopi Sepuluh Ewu" (Festival Kopi Sepuluh Ribu Cangkir), Selasa (20/10) malam.
Ribuan orang dari berbagai kota bertamu untuk merasakan nikmatnya citarasa kopi khas Kemiren yang merupakan desa adat di Banyuwangi.
Malam itu, Ida Salma sibuk menyiapkan puluhan cangkir, bubuk kopi dan gula. Dia juga menata aneka jajanan khas seperti kue cucur, lepet, tape bungkus daun kemiri, klemben dan apem di atas meja di halaman rumahnya.
Tepat selepas Isya, halaman rumahnya pun mulai ramai didatangi banyak orang. Ida mengajak tamu- tamunya itu untuk menikmati hidangan. Tidak lupa cangkir cangkir berisi kopi panas disuguhkan kepada mereka.
"Saya sangat senang kedatangan tamu-tamu ini. Apalagi kalo mereka menghabiskan kopi dan hidangan yang saya sajikan. Dengan begini kan jadi menambah saudara," kata Ida saat berlangsungnya Acara Festival Ngopi Sepuluh Ewu.
Festival minum kopi khas Using (masyarakat asli Banyuwangi) ini digelar di desa adat Kemiren sejak tahun 2014 lalu. Di Festival ini seluruh latar rumah di Desa Kemiren disulap menjadi ruang tamu yang menyuguhkan kopi Using dan jajanan tradisonal Banyuwangi. Uniknya semua cangkir yang dipakai memiliki bentuk dan motif yang seragam.
Di festival ini, setiap orang bisa duduk di halaman rumah siapa saja. Sang empunya rumah akan menyambut, sembari mengajak ngobrol ringan si tamu. Suasana pun sangat guyub dan hangat.
"Ngopi merupakan tradisi asli yang menggambarkan keramahan dan kemurahatian warga Using. Melalui festival kami ingin melestarikan tradisi sekaligus menjadi ikhtiar pemkab untuk menjadikan Kemiren sebagai destinasi wisata daerah," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Acara itu sekaligus menjadi acara terakhir yang dihadiri Anas sebagai bupati. Dia resmi mengakhiri masa jabatan bupati periode 2010-2015. Saat ini, Anas menyiapkan diri untuk bersaing dalam Pilkada Banyuwangi pada 9 Desember mendatang.
Dia menambahkan, Festival Ngopi Sepuluh Ewu juga untuk memperkenalkan kekayaan kopi Banyuwangi. Banyuwangi memproduksi rata-rata hampir 9.000 ton kopi per tahun dengan 90 persen jenis robusta dan 10 persen arabika.
"Event ini juga mendidik masyarakat proses menyajikan kopi dengan benar mulai penyangraian samapi penyeduhannya agar didapatkan citarasa kopi yang tepat," ujar Anas.
Salah seorang pengunjung dari Polandia, Adam Labionski mengatakan sangat terkesan dengan even ini. Dia merasakan sambutan yang hangat dari masyarakat di sepanjang jalan Desa Kemiren.
"Acara ini sangat fantastis. Setiap rumah menyajikan suguhan kopi dan makanan secara gratis. Meskipun saya bukan penggemar kopi, tadi saya merasakan kopi disini enak sekali," ucap Adam.
Selain Adam juga ada pecinta kopi dari Malang, Sulaiha (46). Sulaiha sengaja datang ke Festival Ngopi setelah melihat informasi di sosial media.
"Saya penyuka kopi kental. Setelah mencoba kopi di sini ternyata memang kopinya sangat khas. Kadar asamnya tinggi, saat diminum rasa pahit kopi dan asamnya sangat kental. Bagi saya inilah kopi pekat yang sebenarnya," ujar wanita yang sejak kemarin sudah berada di Banyuwangi untuk berwisata tersebut.
Sehari sebelumnya, Banyuwangi menjadi tuan rumah Kontes Kopi Spesialty Indonesia ke 7. Sebanyak 137 sampel kopi dari seluruh Indonesia ikut dalam kontes ini. Sejumlah tester kopi profesional dari dalam dan luar negeri diantaranya Jerman dan Belanda bertindak sebagai jurinya. Kopi yang menang dalam kontes ini langsung dipromosikan ke luar negeri. (*)