Surabaya (Antara Jatim) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) mengakui ada perdebatan dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), padahal penerapan SVLK bukan untuk menghambat ekspor produk hasil kayu Indonesia.
"Saya mengakui ada perdebatan diantara kami, hal itu dibuktikan ketika Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 66 Tahun 2015 yang mengubah beberapa ketentuan dalam Permendag Nomor 97 Tahun 2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, kami tidak diajak menganalisis setiap bab-nya," kata Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KemenLHK, Agus Justianto, di Surabaya, Kamis.
Ketika menghadiri diskusi bertajuk "Mengawal Kayu Melestarikan Hutan" di Surabaya, ia mengatakan dalam aturan Permendag yang baru itu dijelaskan mengenai Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang memungkinkan pengekspor cukup hanya mengantongi Deklarasi Ekspor (DE) untuk melakukan ekspor tanpa batas waktu.
"Hal inilah yang dinilai semakin melemahkan peran SVLK yang dituduhkan atau dikhawatirkan oleh Kemendag. Dalam revisi Permendag 66 itu tidak menyebutkan batas waktu, dengan kata lain tidak perlu menggunakan SVLK karena cukup menggunakan DE serta DE tidak dinyatakan hingga ujung 31 Desember 2015, yang berarti akan berlaku seterusnya, sehingga SVLK tidak memiliki peran," katanya.
Walhasil, katanya, perdebatan itu menjadi persoalan utama, karena KemenLH seakan tidak memberi penghargaan pada mereka yang patuh, sedangkan mereka yang tidak taat hukum malah mendapat penghargaan.
Menurut dia, belum sinkronnya antara pemerintah itu terkadang membawa permasalahan, apalagi jika peraturan dari kemendag itu akan keluar, maka pemerintah pusat seakan tidak konsisten dengan kebijakan yang dibuatnya.
"SVLK merupakan instrumen kebijakan pemerintah yang dikembangkan untuk mendorong implementasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak," paparnya.
Hal itu, lanjutnya, sebagaimana diatur dalam P.38/Menhut-II/2009 yang kemudian disempurnakan menjadi PermenLHK no.95/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.
"Terkait ekspor produk industri kehutanan yang menggunakan DE selama periode Januari-30 September 2015 mencapai 162,94 juta dolar AS dengan tujuan 10 negara yakni Amerika Serikat, Korea Selatan, Malaysia, Belanda, Jerman, Australia, Taiwan, Belgia, Tiongkok dan Inggris," jelasnya.
Ekspor terbesar masih ke negara AS yakni 36,65 juta dolar AS (22,5 persen), disusul Korea senilai 13,78 juta dolar AS (8,46 persen) dan Malaysia 12,56 juta dolar AS (7,71 persen), serta Belanda 12,45 juta dolar AS (7,64 persen), sedangkan ekspor menggunakan dokumen V-Legal selama Januari-September 2015 mencapai 1,42 miliar dolar AS meliputi 15 HS code.
Selain itu, Communicationt Advisor Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Robert Wijaya, mengatakan sumbangsih terhadap perolehan devisa produk mebel dan kerajinan pada tahun 2014 sebesar 2,6 miliar dolar AAS, yang terdiri dari 1,8 miliar dolar AS dari sektor permebelan dan 800 juta dolar AS dari sektor kerajinan.
"Dari data sumbangsih devisa produk mebel dan kerajinan, SVLK menjadikan dunia permebelan khususnya Asmindo untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, sehingga ke depan, dunia internasional akan lebih memandang produk mebel Indonesia sebagai produk berkualitas," tandasnya. (*)