Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya menyatakan kasus trafficking atau perdagangan manusia, khususnya anak-anak di Kota Pahlawan sejak 2013 hingga saat ini terus menurun.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas- KB) Kota Surabaya, Nanis Chairani, di Surabaya, Jumat, mengatakan angka kasus trafficking memang sempat tinggi di Surabaya, utamanya pada tahun 2011 dan 2012 lalu.
"Pada tahun 2012 memang terjadi banyak kasus trafficking. Bahkan ada anak-anak yang menjual temannya sendiri," katanya.
Berdasarkan data laporan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT-P2A) Kota Surabaya, jumlah kasus trafficking pada tahun 2011, terjadi 69 kasus.
Jumlah kasus itu naik pada 2012 menjadi 85 kasus trafficking. Pada tahun 2013, jumlah kasus trafficking pada anak menurun jadi 36 kasus. Bahkan, sepanjang tahun 2014, tidak ada kasus trafficking anak.
"Untuk tahun ini jumlahnya tidak banyak. Termasuk kasus-kasus lainnya yang terjadi pada anak," ujarnya.
Masalah pada anak memang bukan hanya trafficking. Bapemas juga menghadapi beragam kasus anak seperti pemakaian narkoba di kalangan anak-anak, kekerasan terhadap anak, pelecehan seksual terhadap anak-anak, anak berhadapan dengan hukum, juga penelantaran ekonomi pada anak.
Bahkan, tidak jarang, anak-anak yang terkena masalah tersebut bukan warga Surabaya tetapi kejadiannya ada di Surabaya. Nanis mengatakan, angka kasus pada anak cenderung fluktuatif, kadang naik dalam satu tahun, lalu turun di tahun berikutnya dan kemudian bisa naik atau semakin turun.
Dia mencontohkan, untuk kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak, baik di ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun non KDRT (pelakunya tidak tinggal dalam satu lingkungan rumah), jumlahnya naik turun.
Untuk tahun 2014, jumlah kasus kekerasan pada anak secara fisik dan psikis baik KDRT maupun non KDRT mencapai 47 kasus. Jumlah kasus ini cenderung turun dari 55 kasus di tahun 2013 tetapi lebih tinggi bila dibandingkan 39 kasus di tahun 2012.
"Harapan kami tentunya tidak ada lagi kasus yang melibatkan anak-anak. Tetapi kasus yang terjadi selama ini, bukan hanya anak di Surabaya. Ada juga anak-anak di luar Surabaya yang kena masalah di sini. Menurut saya, substansi yang lebih penting adalah bagaimana mencegah masalah dan juga penanganan yang cepat terhahdap masalah anak-anak," ujarnya.
Nanis menjelaskan, selama ini Bapemas KB Kota Surabaya telah melakukan upaya aktif untuk mencegah permasalahan pada anak-anak. Ada banyak jenis layanan yang diberikan untuk membantu anak-anak agar lepas dari masalah dan trauma, imbas dari kasus yang mereka alami.
Layanan itu di antaranya berupa konseling, medis, hukum, psikologi, juga menempatkan anak-anak korban kasus anak di tempat penampungan (shelter). "Kami juga gencar melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Kami beri pemahaman di sekolah, meskipun belum semua sekolah tersentuh," katanya.
Agar penanganan kasus bisa lebih cepat, Bapemas mengoptimalkan peran instansi di bawah hingga kelurahan. Dari PPT-P2A di level kota, hingga Satgas Perlindungan Anak di kelurahan.
Dengan begitu, bila ada kasus anak terjadi di kelurahan, Satgas ini akan langsung bergerak. Juga ada Rumah Sahabat Anak yang dulu ada di Balai Pemuda Surabaya, kini dipindah ke gedung eks Siola.
Bahkan, di sekolah juga ada konselor sebaya yang memungkinkan anak bisa Curhat kepada konselor yang merupakan teman sebayanya. Begitu ada berita di koran, lanjut dia, pihaknya langsung cek.
Warga juga bila menghadapi ataupun mengetahui terjadinya masalah anak, bisa memanfaatkan hotline telepon PPT-2A di nomor 0811 3345 303. Ini aktif selama 24 jam dan gratis. Anak-anak juga bisa datang ke Siola untuk Curhat atau konseling melalui Halo Anak Surabaya.
"Di sekolah juga ada konselor sebaya," kata mantan Camat Tambaksari ini. (*)
Kasus Perdagangan Anak di Surabaya Turun
Jumat, 9 Oktober 2015 17:57 WIB
"Pada tahun 2012 memang terjadi banyak kasus trafficking. Bahkan ada anak-anak yang menjual temannya sendiri