Surabaya (Antara Jatim) - Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Nadjib Hamid menegaskan bahwa perbedaan penetapan waktu Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1436 Hijriah bukan sebuah ancaman bagi Muslim Indonesia.
"Justru perbedaan ini menjadi kekuatan untuk memperkaya wawasan dan memperindah bangunan demi kebaikan bersama," ujarnya ketika ditemui usai menyampaikan khutbah di Stadion Gelora 10 Nopember, Jalan Tambaksari Surabaya, Rabu.
Ia mencontohkan, simbol-simbol pembeda seperti warna bendera, salam pembuka dan penutup dalam sebuah acara, hendaknya tidak diproduksi untuk menumbuhkan kebencian terhadap kelompok lain yang memiliki identitas berbeda.
"Etika berdemokrasi seperti inilah yang diharapkan dapat dipraktikkan di Negara kita, yakni masyarakatnya memiliki keragaman budaya, suku dan agama, termasuk keberagaman paham keagamannya," ucapnya.
Menurut mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur tersebut, bangsa Indonesia tidak mungkin bisa dibangun hanya oleh sekelompok masyarakat, tapi perlu kontribusi dari komponen masyarakat lainnya.
"Karena itu, sangat penting dibangun kebersamaan dan kerja sama yang diikuti sikap toleransi dan saling menghargai antarsesama. Sebab, tanpa itu semua maka hanyalah omong kosong belaka," katanya.
Seperti diketahui, pelaksanaan Shalat Idul Adha tahun ini terjadi perbedaan antara Muhammadiyah dan pemerintah.
Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan Idul Adha 1436 Hijriah pada 23 September 2015 itu berdasarkan penghitungan hisab hakiki wujudul hilal.
Sedangkan, Pemerintah menetapkan Idul Adha 1436 Hijriah jatuh pada Kamis, 24 September setelah Kementerian Agama menggelar sidang isbat di Jakarta, Minggu (13/9).
Sementara itu, pada Shalat Idul Adha yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tambaksari tersebut diikuti oleh ribuan umat Islam, dan dimulai tepat pukul 06.00 WIB.
Nadjib Hamid yang juga bertindak sebagai imam Shalat Id menyampaikan khutbah yang materinya bertema "Pelajaran Demokrasi dari Nabi Ibrahim".
Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim dan ibadah kurban, kata dia, diperintahkan Allah kepada kaum beriman yang memiliki dua dimensi, yakni hubungan kepada Allah didasari iman dan ikhlas, serta hubungan sesama manusia berupa kepedulian terhadap sesamanya.