Jember (Antara Jatim) - Ribuan pelayat mengantar jenazah mantan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga kakak kandung Hasyim Muzadi, KH Muchit Muzadi (90) di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu sore
Jenazah tokoh senior NU tersebut dari Ponpes Al-Hikam Malang tiba di rumah duka sekitar 12.30 WIB dan disambut isak tangis ribuan pelayat yang sudah hadir sejak pagi memenuhi halaman rumah duka di Jalan Kalimantan tersebut.
"Bapak ingin dimakamkan di Jember berdampingan dengan ibu Siti Farida," kata putra sulung Muchit Muzadi, Ahmad Jauhari, saat memberikan sambutan mewakili keluarga di rumah duka Jalan Kalimantan Jember.
Ia mengatakan ada tiga pesan yang disampaikan almarhum sebelum meninggal yakni ingin dimakamkan di Jember agar bisa berdampingan dengan istrinya, kemudian meminta keluarga untuk mengabari Salahudin Wahid (Gus Sholah) saat meninggal karena almarhum merupakan satu-satunya santri langsung dari KH Hasyim Ashari.
"Pesan ketiga almarhum yakni berharap Pak Hamid, Pak Munir, dan Pak Afandi untuk memakmurkan Masjid Sunan Kalijaga yang berada di sini. Mewakili keluarga, saya meminta maaf atas segala salah dan khilaf almarhum," tuturnya.
Sementara Wakil Ketua PCNU Jember, Misbahussalam, mengatakan warga nahdliyin sangat kehilangan beliau karena almarhum adalah konseptor yang menulis khittah NU atas permintaan KH Ahmad Siddiq.
"Kyai Muchit sosok yang sederhana dan selalu memberi nasehat agar kita menjaga kehormatan diri (al-iffah). Meskipun beliau pernah memiliki jabatan, almarhum sangat berhati-hati dan betul-betul menjauhi uang hasil korupsi," tuturnya.
Bupati Jember MZA Djalal mengatakan atas nama Pemkab Jember dan secara pribadi menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya tokoh NU kharismatik Jember tersebut.
"Mungkin tidak hanya warga Jember, namun warga nahdliyin se-Indonesia sangat kehilangan almarhum. Beliau adalah sosok yang sederhana, memiliki wawasan ilmu yang luas, dan 'low profile'," tuturnya.
Jenazah dimakamkan ke Tempat Pemakaman Umum Tegalboto sekitar pukul 14.15 WIB karena pihak keluarga menunggu kedatangan putra sulung Achmad Jauhari dari Bogor.
Deklarator PKB kelahiran Bangilan Tuban pada 4 Desember 1925 itu meninggalkan delapan anak, 19 cucu, dan satu cicit. (*)