Surabaya (Antara Jatim) - Puluhan warga tergabung dalam Relawan Surabaya Bersatu menggelar demonstrasi di Sekretariat Bersama Koalisi Majapahit di Jalan Adityawarman Surabaya, Jumat sore, karena koalisi itu dinilai sengaja menyandera Pilkada Surabaya 2015 dengan tidak memunculkan pasangan calon pada masa pendaftaran 26–28 Juli 2015.
"Koalisi Majapahit yang memiliki 29 kursi di legislatif, sengaja menyandera Pilkada, harus dilawan," teriak salah seorang pendemo Agustinus saat berorasi di atas mobil.
Selain menggelar demo di Sekretariat Bersama Koalisi Majapahit yang juga kantor DPD II Golkar Surabaya, mereka juga melakukan aksi di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang letaknya bersebelahan dengan kantor Golkar Surabaya.
Agustinus menyampaikan bahwa Surabaya bukan milik satu orang. Untuk itu tidak ada calon tunggal yang diusung untuk kepentingan satu kelompok saja.
"Surabaya bukan milik satu orang tapi milik kita bersama," tutur pria yang juga akrab disapa Pokemon ini.
Sementara itu, pendemo lainnya Marjuki menegaskan, pandangan Koalisi Majapahit akan habis bila tidak bisa menghadirkan pasangan calon karena Koalisi Majapahit dinilai menyendera kedaulatan rakyat yang terwujud pada pelaksanaan Pilkada 2015.
"Jika tidak diperhatikan, kami akan melakkan gerakan yang lebih besar. karena Koalisi Majapahit telah mempermainkan Kedaulatan Rakyat," tegasnya
Marzuki berharap Koalisi Majapahit yang terdiri dari enam parpol, yakni Partai Gerindra, PKB, PKS, PAN, Golkar dan Demokrat segera merekomendasi calonnya, agar Pilkada Surabaya bisa dilangsungkan pada 9 Desember mendatang.
Namun demikian, para pendemo meminta Koalisi Majapahit, tidak memunculkan calon boneka atau badut. Penolakan atas munculnya calon boneka ditunjukkan oleh para pendemo dengan membawa dua badut sambil membawa poster kecaman yang ditujukan untuk Koalisi Majapahit, seperti "Badut-Badut Mojopahit Mana Jagomu? Rakyat Menunggu," dan "Koalisi Majapahit Merusak Citra Majapahit".
Menanggapi tuntutan massa, Ketua pokja Koalisi Majapahit, AH. THony menyatakan, akan menyampaikan aspirasi masyarakat itu ke Dewan pimpinan Pusat enam parpol yang tergabung dalam Koalisi Majapahit.
Ia memahami kegalauan masyarakat akan terhambatnya proses pembangunan apabila tidak ada pilkada. Ia memastikan Koalisi Majapahit mempunyai pasnagan calon. Namun, pihaknya tak bisa berbuat banyak, karena keputusan merekomendasi pasangan calon dari delapan orang yang sudah diusulkan keputusannya bergantung pada DPP.
"Mereka sudah tahu jadwal (Pendaftaran) karena sudah diundangkan dalam lembaran negara," ujarnya.
Dosen Unitomo Surabaya memperkirakan untuk mengejar waktu pendaftaran pada masa perpanjangan 1–3 Agustus peluangnya masih ada. Ia berdalih, Koalisi Majapahit melihat momentum pendaftaran pasangan calon, tidak sekedar menggugurkan syarat, namun berorientasi pada hasil yang berkualitas.
Setelah dari Koalisi Majapahit, para pendemo menuju Kantor KPU Surabaya dengan menuntut KPU Surabaya membuka kembali pendaftaran calon independen, dan mempermudah syarat pendaftaran dengan syarat dukungan hanya 5 persen dari jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih.
Ketua KPU Surabaya, Robiyan Arifin usai menemui relawan Surabaya Bersatu mengungkapkan, pihaknya menghargai aspirasi semua lapisan masyarakat. Ia mengaku telah mencatat semua tuntutan tersebut untuk disampaikan ke KPU-RI.
"Kita dengar dan catat semuanya, dan nanti kita sampaikan ke KPU-RI," jelasnya.
Robiyan menegaskan, KPU merupakan lembaga negara, yang harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. "Yang berlaku saat ini harus kita ikuti," katanya.
Ia menolak tuntutan untuk membuka kembali pendaftaran calon independen. Pendaftaran calon independen dianggap telah berakhir, karena pada tahapan penyerahan dukungan tidak dimanfaatkan oleh pasangan calon yang akan maju melalui jalur ini.
Robiyan mengatakan, pendaftaran independen bisa dilakukan lagi, apabila ada perubahan aturan yang mendukungnya. "Belum bisa kecuali ada aturan yang diubah oleh DPR dan Pemerintah," terangnya.
Ia berharap masyarakat menunggu kebijakan pemerintah dan DPR karena fenomena calon tunggal tidak hanya terjadi di Surabaya. Di Indonesia terdapat 14 daerah yang pada pilkada 2015 ini hanya ada satu pasanga calon yang mendaftar. (*)