Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah meluncurkan buku "Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia" (SKII) yang disusun Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud untuk menunjukkan bahwa Islam Indonesia yang moderat dan melindungi.
"Islam Indonesia itu lebih baik daripada Islam di Arab Saudi, karena tidak melahirkan ISIS, Alqaeda, dan gerakan lain yang suka mengkafirkan sesama Islam. Itu konyol," kata sejarahwan Prof Taufik Abdullah di Surabaya, Kamis.
Dalam peluncuran SKII yang dilakukan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Prof Kacung Maridjan MA dan bedah buku SKII di Rektorat Unair Surabaya itu, ia menjelaskan Islam Indonesia itu bukan Islam di Indonesia, tapi Islam ala Indonesia.
"Saya mengapreasi buku SKII ini, karena biasanya buku tentang Islam Indonesia adalah Jawa, tapi SKII ini betul-betul tentang Islam Indonesia yang disusun dalam lima jilid, yang dimulai akar historis, tradisi intektual, institusionalisasi, sastra/seni, dan khazanah budaya bendawi," katanya.
Salah seorang dari 30-an penulis SKII itu mengatakan ada tiga proses dalam Islamisasi Indonesia itu yakni kedatangan orang Islam ke Indonesia pada abad 9, ada makam orang Islam pada abad 11 (makam di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur), dan ada kekuasaan (penguasa) Islam pada abad 13.
"Kalau orang Portugis dan Belanda yang menjajah Indonesia menyatakan jejak Islam Indonesia mulai ada pada abad 13, baik di Pariaman (Sumatera) maupun pantai utara (Jawa)," kata mantan orang nomer satu di LIPI itu.
Namun, hal menarik yang khas Indonesia adalah perkembangan Islam bermulai dari Raja Talo dan Perdana Menteri Gowa, lalu ada tiga ulama Makassar/Minangkabau yang mengembangkan Islam di Bone (Sulawesi), Bima (NTB), Kutai (Kalimantan), dan seterusnya.
"Jadi, Islam di Indonesia berkembang bukan karena Belanda, namun ikatan kebersamaan antar-raja atau antar-sultan, seperti umat Islam Banjarmasin yang merasa di-Islam-kan oleh Sultan Demak, atau umat Islam Minangkabau yang mengenal konsep surau dari Aceh," katanya.
Pribumi-isasi
Sementara itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Jajat Burhanuddin mengulas tentang lima bagian dari buku SKII, yang dimulai akar historis, tradisi intektual dan sosial, institusionalisasi, sastra/seni, dan khazanah budaya bendawi.
"Akar historis Islam Indonesia ada dalam ikatan kebersamaan antar-raja dan antar-sultan, sedangkan untuk tradisi intelektual dan sosial itu tertuang dalam tradisi fiqih dan sufistik, lalu dikembangkan dalam pribumi-isasi Islam dalam konteks lokal," katanya.
Untuk institusionalisasi Islam itu berupa pesantren (Jawa), dayah (Aceh), surau (Minangkabau), pengadilan agama, ormas Islam, sedangkan sastra dan seni Islam ada dalam pegon, Melayu, Bugis, Sunda, Jawa, dan sebagainya yang ditunjukkan dalam seni, sastra, pertunjukan, dan musik.
"Untuk khazanah budaya bendawi terlihat dalam berbagai bentuk budaya dan tulisan-tulisan (skrip), seperti makam untuk ziarah, masjid (arsitektur), busana (jilbab), mazhab, mata uang, dan sebagainya," kata salah seorang penulis dalam buku SKII itu.
Dalam kesempatan itu, tokoh Muhammadiyah Prof Dr Sudarnoto menilai perlunya kerja sama antar-Muslim pada sejumlah negara untuk membendung masuknya ideologi yang bertentangan dengan Islam Indonesia, seperti salafi, jihadis, ideologi lainnya.
"Islam terbaik adalah Islam Indonesia, karena Islam di negara lain justru mudah mengkafirkan orang lain," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.
Sementara itu, tokoh NU KH Agus Sunyoto menyatakan kebudayaan merupakan hal penting, karena sebuah peradaban tanpa kebudayaan akan hilang, seperti Suku Kurdi yang kini tinggal sedikit. "Misalnya, shalat dibilang sembahyang," katanya.
Dalam kesempatan itu, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Prof Kacung Maridjan menyatakan SKII merupakan salah satu amanat dari mantan Mendikbud Mohammad Nuh pada tahun 2012 untuk merekam Islam dan Kebudayaan dalam sebuah dokumen tertulis guna menyelamatkan peradaban Indonesia. (*)
Pemerintah Luncurkan Buku "Islam Indonesia"
Kamis, 11 Juni 2015 21:59 WIB
Islam terbaik adalah Islam Indonesia, karena Islam di negara lain justru mudah mengkafirkan orang lain