Tangan Mirza Chusnainny Anwar tidak bisa bertindak maksimal untuk menebalkan goresan pensil 2B pada lembar jawaban dalam ujian tulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2015.
"Memang, tangan saya tidak bisa dipaksakan untuk memberikan tekanan lebih keras, karena saya mengalami gangguan keseimbangan syaraf," ucapnya dengan suara yang juga tidak begitu jelas, meski ucapannya masih bisa dipahami.
Ya, gangguan keseimbangan syaraf membuat genggaman tangan sisi kanan dan kirinya mengalami perbedaan. Genggaman tangan kirinya lemah, tapi tangan kanannya justru sangat lemah. Suaranya pun sedikit terganggu, namun ucapannya masih bisa dimengerti.
Namun, jangan dikira, semangat alumni SMA Muhammadiyah 4, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur itu tidak selemah fisiknya. Betul, tekanan goresan pensilnya tidak tajam, namun goresan itu sudah menjadi penanda bagi pendampingnya untuk mempertebal.
"Saya dipandu Mbak Femiliyah (petugas pendamping dirinya dari Unesa yang ditugaskan Panitia SBMPTN Lokal 50/Surabaya), saya bilang nomer sekian itu jawabannya itu...," ujar Mirza saat ditemui di Ruang 326 FEB Unair Surabaya, 9 Juni 2015.
Tidak tanggung-tanggung, anak kedua dari tiga bersaudara yang mengalami gangguan keseimbangan syaraf sejak lahir itu memilih program studi Fisika, Pendidikan Bahasa Inggris, dan Pendidikan Bahasa Jawa di Unesa untuk kelanjutan jenjang pendidikannya.
"Doakan saya lolos, ya.. Insya-Allah, saya bisa mengerjakan 35-an soal dari 60 soal yang ada, saya sengaja tidak menjawab soal yang sulit, karena takut salah menjawab, sebab jawaban yang salah itu akan dinilai minus 1/4, ya lebih baik dikosongkan," tuturnya.
Baginya, soal yang terasa sulit adalah soal-soal Kimia, sedangkan Fisika dan Biologi relatif mudah untuk dikerjakan. "Saya memang suka Fisika, tapi saya berharap saya bisa diterima pada Prodi Pendidikan Bahasa Inggris," kilahnya.
Semangat yang tidak kalah besarnya juga ditunjukkan Kimberly Aprilia Harefa yang merupakan tunadaksa asal Sidoarjo yang tak memiliki lengan, sehingga ia mengerjakan soal di Unesa Kampus Lidah Wetan dengan mulutnya "menggerakkan" pensil 2B.
Yang juga memiliki semangat membara, tapi akhirnya mengalami kendala teknis adalah Umar Syahroni yang tunadaksa (tanpa lengan) yang seharusnya mengikuti ujian tulis SBMPTN 2015 di Ruang 207 Fisip Unair Surabaya.
"Dia (Umar) memilih Prodi Ilmu Komunikasi di Unesa dan Prodi Hubungan Internasional Unair, tapi dia mengalami 'cancel' pesawat dari Arab Saudi, sehingga dia batal ke Tanah Air untuk mengikuti ujian di Unair," papar Mahmudah, tante Umar Syahroni.
Menurut Mahmudah, keponakannya memang ikut orang tua yang bekerja di Kedutaan RI di Arab Saudi. "Dia juga lahir di Arab Saudi, tapi dia ingin melanjutkan studi di tanah leluhurnya, karena itu dia mendaftar SBMPTN," tegasnya.
Namun, penantian keluarga besar Umar Syahroni di Simolawang, Surabaya tidak terkabul, karena pesawatnya kena "cancel". "Insya-Allah, tahun depan, Umar bisa ke Indonesia dan menjadi mahasiswa di Unair," tandasnya.
Mirza, Kimberly, dan Umar bukanlah hanya mereka yang menjadi peserta SBMPTN dalam kondisi penyandang cacat, karena ada belasan penyandang cacat yang turut bersaing untuk menduduki kursi PTN.
"Ada 16 dari 48.228 peserta SBMPTN di Lokal 50/Surabaya (enam PTN) merupakan penyandang cacat, termasuk Mirza, Kimberly, Umar," kata Wakil Ketua Panitia SBMPTN Lokal 50/Surabaya Prof Achmad Syahrani di Kampus B Unair Surabaya (9/6).
Di sela inspeksi mendadak (sidak) bersama Humas SBMPTN dari Unair Dr MG Bagus Ani Putra, Prof Syahrani yang juga Wakil Rektor I Unair itu menjelaskan panitia sudah menyiapkan pendamping dari Unesa untuk membantu penyandang cacat yang mengikuti SBMPTN.
"Kami sudah menyiapkan 4.767 petugas untuk pelaksanaan ujian SBMPTN itu, baik penanggung jawab dokumen ujian (PJDU), penanggung jawab lokasi (PJL), penanggung jawab ruang (PJR), dan pengawas ruang, termasuk pendamping penyandang cacat," ucapnya.
Tentu, Mirza, Kimberly, Umar, dan belasan penyandang cacat lainnya yang bersaing "menembus" SBMPTN 2015 telah mengajari siapapun bahwa semangat mampu "mengalahkan" kelemahan fisik. (*)