Migrant Aid: Penghentian TKI Harus Disertai Solusi
Selasa, 19 Mei 2015 14:15 WIB
Jember (Antara Jatim) - Direktur LSM Migrant Aid Indonesia M. Cholily mengatakan kebijakan pemerintah menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal di Timur Tengah harus disertai solusi.
"Selama ini negara-negara Timur Tengah kurang memperhatikan nasib buruh migran, bahkan tidak jarang TKI menjadi korban kekerasan di sana," kata Cholily di Jember, Selasa.
Menurut dia, para pahlawan devisa negara tersebut tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya di Arab Saudi dan beberapa negara di Timteng, bahkan tidak sedikit buruh migran menjadi korban perdagangan orang dan penyiksaan majikan akibat ulah para calo TKI.
"Beberapa negara di Timteng juga bergejolak akibat perang, sehingga pengiriman TKI ke sana memang harus dihentikan, namun penghentian itu harus dibarengi dengan solusi," tuturnya.
Ia mencontohkan, pemerintah bisa mengalihkan penempatan buruh migran ke sejumlah negara yang jelas memberikan perlindungan kepada TKI.
"Mungkin negara tujuan bisa dialihkan ke Hongkong dan Taiwan, serta beberapa negara yang bersedia memberikan perlindungan bagi TKI yang bekerja di sana," ucap aktivis buruh migran asal Jember itu.
Kholili mengatakan penghentian pengiriman TKI tanpa dibarengi solusi justru akan meningkatkan jumlah buruh migran yang ilegal karena migrasi tidak bisa dihindari akibat belum cukupnya lapangan kerja di Indonesia.
Pemerintah menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia sektor informal ke 21 negara di Timur Tengah sebagai kebijakan untuk melindungi para TKI yang bekerja di sektor domestik dan didominasi oleh wanita tersebut.
Sebanyak 21 negara akan ditutup bagi pengiriman TKI informal yang bekerja di sektor domestik yakni Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Jordania.
Bahkan, saat ini telah dilakukan moratorium di beberapa negara di antaranya yaitu ke Kuwait, Saudi Arabia, Yordania dan Suriah serta tunda layanan pengesahan pesanan pekerjaan dan pengesahan kontrak di Uni Emirat Arab, Qatar, Oman dan Bahrain.(*)