Institusi Polri tak pernah mau belajar dari pengalaman-pengalaman terdahulu, yakni ketika berkonflik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, mereka selalu tak memperhitungkan kekuatan rakyat (people power) yang secara otomatis berada di belakang KPK. Tanpa ada yang menyuruh atau mengomando, masyarakat dari berbagai elemen langsung mendatangi gedung KPK untuk mendukung perjuangan para pekerja di lembaga antirasuah tersebut, sekaligus mengawal isi gedung yang sarat dengan dokumen penting dari kemungkinan terjadinya penggeledahan oleh polisi dengan dalih mencari barang bukti tambahan terkait ditetapkannya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka. Perlawanan rakyat terhadap upaya pelemahan KPK bukan baru kali ini terjadi. Pembelaan serupa oleh rakyat kepada KPK pernah dilakukan pada waktu Irjen Polisi Djoko Susilo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi di Korlantas ketika yang bersangkutan menjadi pimpinannya. Tiba-tiba Polri mengeluarkan surat penangkapan terhadap salah seorang penyidik KPK yang berasal dari unsur polisi yakni Kompol Novel Baswedan. Alasan penangkapan, lagi-lagi karena Novel dinyatakan bersalah pernah menembak seorang tersangka ketika sedang melakukan penyidikan dalam kasus pencurian yang terjadi beberapa tahun silam. Belum lagi kasus "Cicak VS Buaya" yang mengakibatkan polisi di-bully di sejumlah media sosial karena Polri dituduh mengkriminalisasi komisioner KPK. Tanpa menunggu proses peradilan, rakyat selalu mengasumsikan KPK berada di pihak yang benar dan sebaliknya lembaga kepolisian senantiasa mendapat stigma buruk. Semua itu karena terjadinya asas pembuktian. KPK selalu berhasil membuktikan bahwa semua yang ditetapkannya sebagai tersangka pasti masuk bui, terlepas dari lama tidaknya proses penyidikan. Memang, tidak semua kasus korupsi yang ditangani KPK berjalan mulus. Ada yang cepat, bahkan ada yang bertahun-tahun mengendap seakan tak pernah lagi dijamah sehingga tidak salah bila publik menuduh institusi ini tebang pilih. Meski memiliki kelemahan, rakyat tetap berempati dan memberikan kepercayaan penuh kepada KPK untuk memberantas korupsi yang tampaknya tak pernah surut di negeri ini. Banyak berita mengejutkan perihal penangkapan pejabat penting dan itu menggembirakan bagi rakyat yang selama ini dizalimi. Contoh, Gubernur Riau Annas Mammun dan mantan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron. Dua pejabat berklasifikasi penyelenggara negara itu amat tidak disukai rakyatnya ketika masih menjabat karena berperilaku tak selayaknya seorang pemimpin. Melihat harta tak wajar yang dipertontonkan para pejabat itu, membuat rakyat selalu berharap datangnya keadilan. Tidak hanya penyelenggara negara dari kelompok sipil, KPK didukung data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga memiliki catatan kekayaan fantastis di rekening sejumlah petinggi Polri, yang oleh sebagian orang sering disebut "rekening gendut". Bisa dimaklumi apabila petinggi Polri selalu waswas dan gelisah ketika rekening gendut dipersoalkan lagi. Sebelum Bambang Widjojanto ditangkap, beberapa mantan Kapolri bertemu dengan Wakapolri Komjenpol Badrodin Haiti. Banyak yang menduga ada keterkaitan antara hasil pertemuan petinggi Polri itu dengan penangkapan Bambang. Menghadapi perlawanan rakyat yang hampir terjadi di semua wilayah di Indonesia terhadap semua pihak termasuk para politisi, yang berupaya melemahkan KPK, menuntut ketegasan dari Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara untuk bertindak adil dan bijaksana. Adil bukan berarti sama-sama membela Polri maupun KPK - dua pihak yang sedang berkonflik - tetapi berani menegur mereka yang kurang tepat dalam melaksanakan tugasnya. Presiden harus tahu, bukan hanya rakyat yang berada di belakang KPK, TNI pun merasa terusik oleh kepongahan pihak-pihak yang menyudutkan KPK. Dalam suatu pemberitaan, disebutkan petinggi TNI tak tinggal diam dengan menugasi intelijennya berada di seputar kawasan gedung KPK. Ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk dukungan TNI kepada KPK. Mumpung rakyat masih mendukung pemerintahan sekarang ini, sebaiknya Anda (Jokowi) mengambil sikap yang berpihak kepada rakyat dan jangan sekali-kali mengikuti perintah pihak-pihak yang merasa berjasa mendukung Anda menjadi Presiden, sebelum rakyat menggunakan kekuatannya menurunkan Anda. Memberikan teguran kepada lembaga kepolisian bukan berarti kita semua membenci institusi itu. Rakyat Indonesia masih tetap mencintai, mendambakan kemahiran aparat kepolisian kita dalam meberantas berbagai kejahatan sesuai motto "Polisi sahabat masyarakat". (*)
Polri Abaikan People Power
Minggu, 25 Januari 2015 5:55 WIB