Bondowoso (Antara Jatim) - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur Akhmad Munir meminta para insan pers agar menjadi wartawan yang bermartabat dan terhormat dengan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. "Kalau Anda mematuhi dan melaksanakan Kode Etik Jurnalistik, maka Anda akan dicari oleh narasumber, karena produk jurnalistik Anda menyebarkan kebaikan bagi banyak orang," katanya saat berbicara pada kegiatan sosialisasi UU Pers No 40 tahun 1999 di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Selasa. Kepala Biro Perum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Jawa Timur itu mengemukakan bahwa memang tidak mudah menjalankan kode etik jurnalistik itu karena semuanya akan kembali kepada hati nurani masing-masing. "Bunyi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik itu salah satunya adalah tidak beritikad buruk dalam menulis berita. Wartawan harus menghasilkan berita yang akurat dan berimbang," kata pria asal Sumenep, Madura, ini. Mengenai standar ijazah minimal sebagai wartawan yang sempat dinyatakan dalam forum itu, Munir menyatakan bahwa di PWI, syarat minimal anggota adalah diploma, namun seyogyanya mereka yang memilih profesi itu harus menyelesaikan pendidikan strata satu atau sarjana. "Profesi wartawan itu adalah profesi yang bermartabat dan saya bangga dengan profesi ini. Saya lebih bangga lagi ketika membaca pengumuman media-media besar yang akan merekrut wartawan, syaratnya sangat ketat, yakni S1 dengan indeks prestasi (IP) minimal 3, harus bisa berbahasa Inggris dan aktif berorganisasi. Itu berat sekali dan karena itu kalau sudah lolos sangat membanggakan," katanya. Bagi mereka yang sudah menjadi wartawan, namun tidak memiliki ijazah S1, kata dia, seharusnya bisa menunjukkan kualitasnya sebagai seorang jurnalis andal yang "kelas kerja" serta produk jurnalistiknya tidak kalah dengan yang lulusan S1. "Jadi kita harus menunjukkan karya dan kehormatan sebagai seorang wartawan yang profesional. Kalau bukan masyarakat pers, siapa lagi yang akan menjaga martabat jurnalis ini. Karena itu PWI terus mendorong profesionalitas jurnalis, antara lain lewat program sertifikasi wartawan," katanya. Pada kesempatan itu ia mengemukakan bahwa sesuai UU dan kemudian dikuatkan dengan Surat Edaran Dewan Pers, semua lembaga pers harus memiliki badan hukum dengan tiga pilihan, yakni perseroan terbatas (PT), koperasi atau yayasan. Namun, kata dia, Dewan Pers menyarankan lebih ideal pilihan badan hukum itu adalah PT, karena untuk koperasi dan yayasan akan menyulitkan ruang gerak lembaga itu sendiri. Ia mengemukakan bahwa lembaga pers yang tidak memiliki badan hukum, ketika menghadapi sengketa terkait berita yang disiarkan tidak bisa menggunakan UU Pers, melainkan akan dimasukkan dalam ranah pidana umum sehingga sangat memberatkan. "Kalau kita memiliki badan hukum, maka jika memasuki sengketa, aparat hukum akan menggunakan UU Pers. Selain itu, dengan memiliki badan hukum, lembaga pers akan mudah menjalin kerja sama terkait pemberitaan maupun bisnis dengan pihak lain," katanya. Ia juga mengingatkan bahwa ketika lembaga pers itu sudah memiliki badan hukum, maka ia terikat oleh ketentuan-ketentuan yang mengikutinya, seperti gaji wartawan dan karyawan, memiliki nomor pokok wajib pajak dan mematuhi ketentuan gaji minimal setara upah minimum kabupaten/kota. (*)
PWI: Jadilah Wartawan yang Terhormat
Selasa, 18 November 2014 12:15 WIB