Bagaimana Longsor Terjadi?
Rabu, 29 Januari 2014 9:13 WIB
Oleh Dr Ir Amien Widodo MSi *)
Indonesia merupakan negara penuh dengan deretan pegunungan yang sudah terbentuk sebelum manusia ada dan Indonesia terletak di kawasan khatulistiwa yang banyak hujan. Pada awalnya gunung-gunung tersebut tersusun oleh batuan yang keras dan kompak, tetapi karena iklim, dan organisme (vegetasi) maka batuan tersebut melapuk berubah menjadi tanah, yang akan terus menebal seiring dengan waktu. Perubahan batu menjadi tanah berarti terjadi perubahan sifat fisik yang awalnya sangat keras berubah menjadi material yang lembek. Jika tanah sudah sangat tebal maka longsor bisa terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari siklus tanah.
Awalnya tanah longsor merupakan peristiwa alam biasa sebagai bagian dinamika bumi, saat ini menjadi bencana setelah ada aktivitas manusia di sekitarnya. Lapisan tanah hasil pelapukan ini menempel di atas batuan asalnya, dapat dianalogkan dengan salah satu pelajaran di fĂsika di waktu sekolah dulu yaitu benda yang menempel di bidang miring.
Ada banyak sebab lapisan tanah di lereng yang stabil menjadi tidak stabil, di antaranya : Pertama pengurangan vegetasi yang menyebabkan lapisan tanah di lereng tidak stabil karena keberadaan akar serabut pohon yang mencengkeram tanah dan akar tunjang sebagai angker ke batuan di bawahnya. Penebangan baik resmi dan atau tidak resmi (liar), ada kebakaran hutan secara alami dan atau dibakar, ada angin kencang yang merobohkan banyak pohon.
Kedua, terpotongnya lereng bagian bawah dikarenakan banyak hal antara alin karena tererosi oleh sungai dan karena longsor, bisa juga dikarenakan aktivitas manusia seperti penambangan, pembuatan terowongan, pemotongan jalan untuk pembuatan jalan dan pelebaran rumah di tepi lereng. Pemotongan lereng di bagian bawah meningkatkan sudut kemiringan lereng sehingga lapisan tanah di lerengan menjadi semakin kritis.
Ketiga, penambahan beban menyebabkan berat lapisan tanah di lereng semakin berat sehingga lapisan tanah di lereng menjadi kritis.Penambahan beban bisa terjadi secara alam seperti karena ada penambahan tanah akibat longsor tanah diatasnya, tetapi yang paling banyak dikarenakan ulah manusia seperti diurug tanah untuk pelebaran lahan rumah, pembangunan permukiman atau villa atau dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.
Keempat, penambahan air dikarenakan hujan terus menerus beberapa jam tapi bisa juga disebabkan ulah manusia yaitu adanya air kolam atau persawahan dan adanya rembesan dari septik tank permukiman penduduk. Penambahan beban menyebabkan berat lapisan tanah di lereng semakin berat sehingga lapisan tanah di lereng menjadi kritis Penambahan air juga menyebabkan daya ikat tanah mengecil.
Kelima, adanya getaran akan mengubah dan melepaskan ikatan antar-butir tanah sehingga tanah menjadi kritis. Getaran ini muncul karena ada gempa, atau karena ulah manusia yaitu karena pengeboman, lewatnya kendaraan berat dan kereta api.
Keenam, pelapukan tanah yang menyebabkan terjadinya proses kimia di dalam tubuh tanah seperti terjadi proses pelindihan senyawa atau unsur pengikat tanah, translokasi mineral lempung yang akan menyebabkan kekuatan ikatan tanah berkurang. Faktor ini membutuhkan penelitian dan penilaian lebih detail menggunnakan analisis fisik dan kimia serta biologi.
Longsor yang terjadi di Indonesia lebih banyak diakibatkan atau dipercepat oleh ulah manusia. Seperti yang baru saja terjadi di Jombang yang telah mengubur lima rumah beserta isinya.
Apa yang harus Dilakukan Pemerintah?.
Probabilitas kejadian tanah longsor di Indonesia hampir dipastikan terjadi setiap tahun bersamaan dengan datangnya musim hujan dan dipastikan selalu berdampak atau menyebabkan kerusakan, korban dan kerugian ekonomi.
Selama ini dalam pembuatan Rencana tata Ruang Wilayah tidak pernah memperhatikan adanya faktor ancaman longsor ini sehingga dampak akan terus berjatuhan apabila tidak dilakukan tindakan manajemen bencana. Probalilitas kejadian tinggi dan berdampak besar maka longsor dapat dikategorikan sebagai bencana risiko tinggi. Apalagi BMKG mengingatkan akan terjadinya perubahan iklim dan meramalkan bahwa beberapa hari ke depan curah hujan akan masih tinggi.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementrian ESDM telah membuat peta rawan longsor hampir di seluruh provinsi di Indonesia dan harapan PVMBG agar Pemerintah Daerah segera menindaklanjuti peta rawan ini menjadi peta risiko, sehingga diketahui kawasan longsor yang berisiko tinggi.
Amanah Undang Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB) pasal 4 antara lain menyebutkan bahwa penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; dan menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh serta membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta. Semuanya dibawah koordinasi BPBD dan atau BNPB. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 7 (1) menyebutkan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Saat ini kondisi iklim agak ekstrem sehingga hujan masih terjadi sehingga dibutuhkan keputusan cepat, oleh karenanya disarankan untuk segera melakukan survey cepat ke lokasi yang rawan longsor yang ada di wilayah masing masing untuk melihat secara langsung seberapa besar tingkat kerawanan, seberapa jauh jarak jangkau longsoran, dan seberapa besar dampak yang akan terjadi. Apakah tanah yang longsor akan berubah menjadi banjir bandang? dan akan merusak jembatan, jalan, aset pengairan, permukiman dan bangunan bendungan yang vital lainnya?.
Bagaimana Mengurangi Risikonya?.
Ada banyak cara yang perlu dilakukan dalam pengurangan risiko bencana tanah longsor antara lain mengurangi intensitas ancaman longsor (mitigasi) yang sering dilakukan antara lain (1) mengurangi volume material yang akan longsor sehingga material lereng dalam posisi stabil; (2) memindahkan dan atau mengarahkan material yang akan longsor ke tempat yang berisiko kecil; (3) melakukan rekayasa vegetasi (bioengineering) dengan jalan menanam stek batang pohon yang bisa hidup (live fascine) pada tanah yang akan longsor dengan tujuan agar di sepanjang batang pohon yang terpendam keluar akar yang akan mengikat tanah; (4) melakukan rekayasa teknologi dengan memasang geogrid dan membuat tembok penahan; (5) membuat check dam di sungai untuk menahan laju longsoran yang masuk ke sungai agar tidak terjadi banjir bandang; (6) memasang alat peringatan dini yang dipahami masyarakat sekitar.
Untuk mengurangi dampak dilakukan mitigasi non struktural yaitu memberdayakan masyarakat di sekitar lereng dengan membangun kesiapsiagaan terpadu antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta yang ada di sekitar lokasi rawan longsor. Nantinya ada keterpaduan antara masyarakat yang terpapar dengan pemerintah dan pihak swasta, sehingga masyarakat bisa melaporkan kalau melihat tanda-tanda tanah mau longsor dan pemerintah segera menindak lanjuti laporan masyarakat dengan melakukan hal-hal yang untuk mencegah/menghambat tanah longsor.
Sebelum longsor biasanya ada tanda-tanda sebagai berikut (1) ada longsor-longsor kecil, (2) retakan-retakan di tanah dan di tembok/pagar, (3) pohon yang tumbuh miring atau tiang listrik miring, (4) pohon yang terangkat dan terlihat akarnya, (5) sumur di lereng tiba-tiba hilang airnya, (6) muncul sumber-sumber air di lereng. (*).
----------
*) Pakar geologi ITS dan Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Surabaya.