Wakil Kepala Intelijen Libya Diculik
Senin, 18 November 2013 6:42 WIB
Tripoli, (Antara/AFP) - Wakil Kepala Intelijen Libya Mustafa Nuh diculik di Tripoli, Minggu, kata seorang pejabat keamanan kepada AFP, ketika keadaan tegang di ibu kota Libya tersebut setelah kekerasan mematikan pada akhir pekan.
"Wakil kepala intelijen diculik tak lama setelah kedatangannya di Tripoli dari lawatan ke luar negeri," kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.
Ketika dihubungi AFP, satu sumber intelijen mengkonfirmasi bahwa Nuh "hilang", namun ia tidak bisa memberikan penjelasan terinci lebih lanjut.
Saluran televisi swasta Libya al-Ahrar melaporkan penculikan itu namun tidak menyebutkan sumber beritanya.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas penculikan itu, yang terjadi ketika Tripoli mulai dilanda pemogokan tiga hari untuk berkabung atas kematian puluhan orang dalam bentrokan selama protes menentang keberadaan milisi -- kekerasan paling mematikan di ibu kota itu sejak pemberontakan 2011.
Sedikitnya 43 orang tewas dan lebih dari 450 cedera dalam bentrokan tersebut, menurut data kementerian kesehatan.
Kekerasan itu meletus Jumat ketika demonstran yang menentang milisi di Tripoli ditembaki dan bentrokan tersebut berkobar hingga Sabtu.
Korban mulai berjatuhan ketika orang-orang bersenjata di dalam markas milisi Misrata melepaskan tembakan ke arah ratusan demonstran yang membawa bendera putih di ibu kota Libya tersebut.
Penembakan itu mendapat tanggapan keras dimana orang-orang bersenjata menyerbu sejumlah vila yang ditempati milisi dan membakarnya.
Pemerintah baru Libya hingga kini masih berusaha mengatasi banyaknya individu bersenjata dan milisi yang memperoleh kekuatan selama konflik bersenjata yang menggulingkan Muamar Gaddafi.
Pemberontak yang menggulingkan Gaddafi dielu-elukan sebagai pahlawan karena mengakhiri kekuasaannya yang telah berlangsung selama lebih dari empat dasawarsa.
Namun, banyak dari mereka menolak tuntutan pemerintah untuk menyerahkan senjata atau bergabung dengan pasukan keamanan nasional, yang menimbulkan ancaman bagi stabilitas.
Pada Oktober, sebuah kelompok milisi menculik singkat Perdana Menteri Ali Zeidan dari hotelnya di Tripoli.
Serangkaian serangan mematikan di Tripoli dan Libya timur, khususnya Benghazi, selama beberapa waktu terakhir menandai berkembangnya keadaan tanpa hukum di negara itu setelah penggulingan Gaddafi.
Benghazi, tempat lahirnya pemberontakan anti-pemerintah yang menggulingkan rejim Muamar Gaddafi, dilanda pemboman dan serangan-serangan terhadap aparat keamanan dan juga konvoi serta organisasi internasional dan beberapa misi Barat.
Pihak berwenang menyalahkan kelompok garis keras atas kekerasan itu.
Militan yang terkait dengan Al Qaida menyerang Konsulat AS di Benghazi yang menewaskan Duta Besar AS untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga lain Amerika pada 11 September 2012. (*)