Mahasiswi Widya Mandala Teliti Bahan Bakar Kulit Kacang
Minggu, 27 Oktober 2013 11:31 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Mahasiswi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jindrayani Nyoo Putro, meneliti kulit kacang sebagai bahan baku baru untuk produksi intermediate bahan bakar Bio-Jet.
"Saya tidak memiliki ekspektasi untuk menang, tapi saya bersyukur akhirnya memenangi ajang Tokyo Tech Indonesian Commitment Awards 2013 (TICA) dalam bidang Applied Science and Engineering," katanya di kampus setempat, Minggu.
Berkat kemenangan dalam kompetisi TICA itulah, anak sulung dari empat bersaudara itu diminta untuk mempresentasikan hasil penelitian tentang bahan bakar dari kulit kacang itu ke Jepang pada 6-11 November 2013.
"Insiprasi saya untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang kulit kacang muncul ketika saya sedang makan gado-gado. Sayang sekali kalau kacang yang menjadi bahan dasar bumbu makanan itu kulitnya dibuang percuma," ujarnya.
Dengan modal dasar pengetahuan bahwa lignoselulosa yang terkandung dalam kulit kacang menarik perhatian para peneliti di dunia untuk dijadikan bahan dasar bio-jet fuel, maka ia melakukan penelitian lanjutan tentang kulit kacang itu.
"Lignoselulosa ini bersifat carbon neutral, bahan ini sama sekali tidak memberikan efek buruk terhadap lingkungan, tetapi mampu mengatasi masalah efek gas rumah kaca," kata mahasiswi semester 5 jurusan Teknik Kimia WM Surabaya itu.
Menurut mahasiswi yang ingin menjadi peneliti itu, sintesa Lignoselulosa hanya mengambil energi dari matahari, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dari lingkungan, bahkan melepas oksigen (O2) yang berguna untuk kehidupan mahkluk lainnya.
"Jadi, sumber daya alam bisa dijadikan sebagai bahan baku yang berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi, sekaligus mengurangi biaya bahan baku pembuatan bahan bakar dan ramah lingkungan," katanya.
Ia menyatakan kulit kacang memiliki prospek yang baik sebagai sumber daya alam yang bisa digunakan di Indonesia karena jumlahnya berlimpah dan murah.
"Bahan bakar dibedakan menjadi bahan bakar primer dan sekunder sesuai dengan kesiapan bahan baku. Bahan bakar primer seperti kayu bakar dan lemak hewan digunakan secara langsung untuk pemanasan, memasak, dan produksi listrik," katanya.
Bahan bakar sekunder seperti biodiesel dan bioetanol terbagi menjadi tiga generasi, yakni generasi pertama dari bahan pangan, generasi kedua dari produk samping pertanian dan sisa-sisa dari perindustrian, dan generasi ketiga mikroalga.
"Generasi pertama mempunyai kerugian yaitu adanya batasan lingkungan dan ekonomi, karena seiring dengan meningkatnya produksi bahan bakar maka akan terjadi persaingan lahan yang digunakan antara produksi pangan dan kapasitas produksi bahan bakar, sehingga bisa memicu masalah kelaparan dan gizi buruk," katanya.
Oleh karena itu, bahan sekunder dari generasi kedua dan ketiga merupakan alternatif yang memungkinkan, termasuk kulit kacang merupakan bahan baku dari generasi kedua (produk sampung pertanian). (*)