Selama ini, Indonesia dinilai terbelakang dalam hal teknologi, khususnya di bidang kesehatan. Sebagai dampaknya, warga Indonesia yang "berpunya" atau kaya lebih memilih berobat ke rumah sakit di luar negeri. Semua itu mungkin saja akibat kurang maksimalnya pelayanan kesehatan terbaik buat masyarakat, baik di rumah sakit maupun puskesmas, bahkan malapraktik terjadi dimana-mana, lalu korupsi pengadaan alat kesehatan juga menjadi indikator rendahnya pelayanan kesehatan pula. Terlepas dari semua itu, bukan berarti SDM dari semua dokter-dokter Indonesia tidak berkualitas, melainkan prestasi yang ditoreh para dokter Indonesia yang memperingati Hari Dokter Nasional pada setiap tanggal 24 Oktober itu memiliki rentetan dalam perjalanan sejarah pelayanan kesehatan di Indonesia yang membanggakan. Misalnya, keberhasilan tim dokter yang menangani pemisahan kembar siam Yuliani dan Yuliana RSUD Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat pada 21 Oktober 1987, merupakan bukti nyata tim dokter Indonesia yang diketuai Prof. Dr. dr. Padmo Santjojo itu mampu menangani persoalan di dunia medis. Padahal hingga saat ini banyak negara di dunia kesulitan untuk mengeksekusi operasi kembar siam, namun Indonesia sejak tahun 1980-an dengan peralatan yang terbatas justru telah sukses melakukannya. Bahkan tim dokter Singapura pada Juli 2003 tak bisa mengikuti jejak Dr. Padmo dan kawan-kawan gagal menyelamatkan nyawa kembar siam dempet kepala (craniopagus) asal Iran, Ladan dan Laleh Bijani (29) di Rumah Sakit Raffles, Singapura. Ahli bedah syaraf Prof. Dr. dr. Padmo Santjojo mencuat namanya sejak menjadi Ketua Tim Dokter operasi pemisahan kembar siam Yuliana dan Yuliani 20 tahun lalu. Ketika itu dua bayi kembar siam dempet kepala tersebut hanya memiliki satu pembuluh darah di otaknya, dan untuk menjaga tidak mengorbankan nyawa salah satu, pembuluh darah yang sangat tipis itu harus dibelah menjadi dua, satu untuk Yuliana dan satu Yuliani. Saat ini Yuliana dan Yuliani, anak kembar tersebut sudah tumbuh sebagai gadis remaja dan telah duduk di bangku kuliah dengan mengambil jurusan kedokteran. Tidak hanya itu, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Seotomo Surabaya juga perlu mendapat apresiasi karena telah menjadi rumah sakit percontohan di Indonesia dengan berhasil menangani sekitar 57 bayi kembar siam dari berbagai daerah di Indonesia. Ketua Tim Pusat Penanganan Kembar Siam Terpadu (PPKST) RSUD dr Soetomo, dr Agus Harianto SpAK, mengatakan RSUD Soetomo sudah mendapatkan kepercayaan yang luar biasa dari masyarakat di Indonesia. Bahkan tidak segan-segan, pihak RSUD Soetomo baru-baru ini mentrasfer pengetahuan cara penanganan bayi kembar siam ke RSUD Palembang. "Bayi kembar siam asal Palembang tidak harus dibawa ke sini, tapi kita memberikan bantuan tenaga dan pengetahuan ke sana," katanya. Apalagi, lanjut dia, fasilitas di RSUD Palembang saat ini sudah lengkap. "Kami berharap Pelembang dijadikan pusat penanganan bayi kembar siam se-Sumatera," katanya. Agus mencermati tahun ini siklus lima tahunan bisa terjadi dengan maraknya kasus kembar siam. Pada 2008 dan 2009, tim menangani 15 kembar siam. Perinciannya, pada 2008 sebanyak 6 kembar siam dan pada 2009 sebanyak 9 kembar siam. "Tahun ini hingga Juli saja kami sudah menangani jumlah yang sama dengan 2008. Jumlah kembar siam yang kami tangani bisa jadi bertambah jika siklus lima tahunan ini benar-benar terjadi," katanya. Sebanyak 75 persen kasus kembar siam ditemukan di daerah Mataraman, khususnya Madiun, Kediri, Ponorogo, Nganjuk, Jombang, dan Tulungagung. Di luar daerah tersebut, kasus juga terjadi di Banyuwangi. "Bahkan, dua kasus kembar siam terjadi di Desa Mojowarno, Jombang," ujar dokter spesialis anak itu. Penyebab banyaknya kasus kembar siam di beberapa daerah tersebut tidak diketahui dengan pasti karena tidak pernah dilakukan penelitian. Demikian pula soal jenis kelamin kembar siam yang 70 persen perempuan, tidak diketahui dengan pasti penyebabnya. Berdasar data yang terekap, mulai 1975 hingga 2013 RSUD dr Soetomo telah menangani 57 kasus kembar siam. Dari jumlah itu, yang non-survive atau tidak dapat dipertahankan 29 kasus. Kasus terbanyak adalah thoraco abdominopagus atau dempet dada-perut. Di antara 57 kasus tersebut, ada 37 kasus dempet dada-perut. "Hingga saat ini sudah ada sekitar 57 bayi kembar siam dengan berbagai macam kelainan yang sudah pernah ditangani di RSUD Soetomo. Masyarakat bisa menikmati pelayanan penanganan bayi kembar siam di RSUD Soetomo," kata Ketua Forum Pers RSUD dr. Soetomo, dr Urip Moertedjo. Menurut dia, semua orang tua dan keluarga dari bayi kembar siam yang dirawat di RSUD Soetomo sudah pasrah dan menyerakan penanganan bayi kembar siam ke tim dokter. "Kami berusaha semaksimal mungkin agar bayi tersebut bisa survive (bertahan hidup)," katanya. Ia mengatakan bahwa semua biaya operasi bayi kembar siam ditanggung penuh pihak rumah sakit atas bantuan dari pemerintah melalui asuransi atau jamkesmas. "Mudah-mudahan ada donasi lain, karena biayanya cukup mahal belum termasuk biaya kehidupan untuk bapak dan ibu bayi kembar yang ditanggung pihak rumah sakit," katanya. Prestasi lain juga ditorehkan dokter-dokter anak negeri ini dengan keberhasilan RSUD dr Soetomo Surabaya mengembangkan bayi tabung untuk pertama kalinya pada tahun 1992 yang membuat Ibu Negara Tien Soeharto berkenan memberi nama bayi tabung pertama di Indonesia itu dengan nama "Ken Sinarsih". Ya, prestasi yang patut diapresiasi pada setiap tanggal 24 Oktober itu agaknya menjadi bukti bahwa dokter Indonesia tidak kalah dengan negara lain, lalu buat apa minder? Buktikan dokter-dokter Indonesia lebih hebat.... Pak dan Bu Dokter, Selamat Hari Dokter Nasional....! (*)
Prestasi "Kembar Siam" Patut Diapresiasi
Minggu, 20 Oktober 2013 14:56 WIB