Triyono Wibowo Terima Doktor Honoris Causa dari Unair
Sabtu, 12 Oktober 2013 22:39 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Dubes RI untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional berkedudukan di Jenewa, Triyono Wibowo, menerima gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) bidang Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga Surabaya, Sabtu.
"Pak Triyono sangat 'expert' di bidang hukum nuklir, apalagi bidang itu sangat langka, karena kepakaran yang langka itulah yang menjadi pertimbangan Pak Rektor," kata Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair Surabaya Dr M.G. Bagus Ani Putra S.Psi.
Hingga kini, Unair sejak berdiri telah menganugerahkan sembilan gelar Doktor Honoris Causa. "Untuk bidang Ilmu Hukum, Pak Triyono Wibowo merupakan Doktor Honoris Causa ke-4," katanya.
Menanggapi gelar Doktor Honoris Causa yang diterimanya itu, Triyono Wibowo yang juga diplomat alumni Fakultas Hukum Unair tahun 1980 itu mengaku tidak menyangka.
"Sejak tahun 2009, saya memang aktif menyosialisasikan hukum nuklir ke berbagai kampus di Tanah Air, termasuk Unair. Saya tidak menyangka, kiprah saya dinilai Unair," katanya.
Bahkan, dia juga merasa lebih bangga lagi, karena penghargaan itu diberikan almamaternya. "Saya merasa sangat terhormat, karena saya alumni Unair yang pertama menerimanya," katanya.
Dalam pengukuhan itu, ia menyarankan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang merupakan almamaternya untuk membentuk kajian hukum nuklir.
"Kalau negara lain akan mengembangkan nuklir sudah diprotes internasional, tapi Indonesia belum berbuat sudah didukung untuk mengembangkan teknologi nuklir itu, karena itu Unair harus memanfaatkan hal itu. Apalagi, Indonesia sudah memiliki sejumlah pakar nuklir yang melakukan riset di Yogyakarta, Bandung, dan Serpong sejak tahun 1964," katanya.
Jadi, soal kepakaran di bidang itu bagi Indonesia sudah cukup dan tinggal aplikasi saja yang menunggu sikap pemerintah. "Yang jelas, kebutuhan energi akan mengalami kenaikan pada tahun 2013, bahkan cadangan minyak dunia tinggal 4 miliar barel yang akan habis dalam 12 tahun lagi (2025)," katanya.
Oleh karena itu, kebutuhan akan energi terbarukan pada tahun-tahun mendatang sudah tak bisa ditawar lagi, baik energi angin, air, panas bumi, maupun nuklir, apalagi iptek nuklir itu memiliki tiga manfaat penting yakni penyediaan energi, pangan, dan antisipasi dampak perubahan iklim.
"Energi nuklir akan menjadi keniscayaan untuk pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya untuk kesejahteraan manusia, karena nuklir mampu memenuhi kebutuhan kita akan energi dan pangan. Misalnya, Batan sudah mampu membuat bibit unggul kedelai dengan hasil produksi 2,2 ton hingga 3 ton perhektare, sekarang hanya mampu 1,3 ton/hektare," katanya. (*)