Wakil Menteri Perdagangan: Pasar Ekspor Biopestisida Besar
Rabu, 8 Mei 2013 11:53 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurti, optimistis pasar ekspor biopestisida masih terbuka lebar karena berbagai produk pertanian yang dikonsumsi masyarakat internasional kini dituntut "green product", bebas dari bahan berbahaya.
"Kami punya ide agar biopestisida sebagai alternatif menarik. Tentunya untuk mengangkat harga tembakau dan volume produksi komoditas tersebut semakin besar," katanya dalam "Roundtable Dialogue" bertema Diversifikasi Produk Tembakau Non-Rokok, di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, dengan pemakaian biopestisida maka upaya tersebut bisa membantu petani melakukan diversifikasi produk,. Langkah itu sekaligus mengajak masyarakat pertembakauan untuk keluar dari polemik kesehatan dan rokok.
"Informasi serupa juga kami berikan kepada pelaku industri rokok seperti Sampoerna dan Djarum. Kami ingin mereka memisahkan antara tembakau dengan rokok," ujarnya.
Sementara itu, jelas dia, tantangan masyarakat tembakau masa kini adalah bagaimana tembakau mempunyai nilai lebih di pasar perdagangan. Hal tersebut berpotensi diterapkan di Jatim.
"Apalagi, sekarang Jatim memiliki agrowisata yang bisa mengkonversi nilai wisata dengan nilai pertanian yang ada. Melalui acara ini, kami berterima kasih kepada Universitas Negeri Jember dan Perhepi yang selalu mengikuti segala isu tentang tembakau," katanya.
Di sisi lain, tambah dia, kini pelaku industri bisa diibaratkan sedang mengalami perang yakni kesehatan melawan rokok. Kondisi itu diperkuat dengan pembatasan iklan rokok yang kian meningkat. Namun, di satu sisi pihaknya juga mendukung sepenuhnya peran Kementerian Kesehatan guna menyosialisasi bahaya rokok.
"Tapi, pada kesempatan ini kami ingin merubah pemikiran masyarakat untuk melihat tembakau tidak identik dengan rokok. Tembakau adalah tembakau dan rokok adalah rokok meskipun selama ini 99 persen tembakau digunakan untuk rokok," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Kementerian Perdagangan berharap bisa membangun tembakau non-rokok hingga mampu menarik harga tembakau pada kisaran yang kurang lebih sama dengan rokok.
"Idealnya harga tembakau jangan terlalu murah atau berkisar antara Rp35.000-Rp45.000 perkilogram sehingga patokannya menarik dan bermanfaat bagi petani," katanya.
Volume tembakau nasional saat ini mencapai 230.000 ton dengan 130.000 ton di antaranya dihasilkan oleh Jatim. Ke depan, pihaknya menyarankan agar tembakau bisa dihasilkan dengan kadar nikotin nol persen.
"Indonesia punya sejarah panjang tentang tembakau. Seperti tembakau di Besuki dan Deli yang punya pasar ekspor di Bremen sehingga bisa memacu kebangkitan industri tembakau nasional pada masa mendatang," katanya.(*)