Salah tafsir bisa membuat sesuatu yang semula diihtiarkan bukan untuk bermaksud buruk, akan dimaknai negatif; yang semula diniatkan berjalan di jalur yang benar, akan dianggap tidak tepat.
Apalagi, kalau (dugaan) salah tafsir itu berdampak pada martabat, baik secara personal maupun lembaga, seperti yang terjadi di Sumenep, Jawa Timur, tepatnya yang dirasakan oleh alumni Madrasah Aliyah (MA) 2 Annuqayah Guluk Guluk.
MA 2 Annuqayah adalah satu satu dari banyak MA di Sumenep yang merupakan lembaga pendidikan formal berkurikulum nasional di bawah naungan yayasan yang juga mengelola pondok pesantren (ponpes).
Perkara (dugaan) salah tafsir itu terjadi, ketika salah seorang alumni MA 2 Annuqayah, M Azhari, dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) untuk mendaftar sebagai anggota Brigadir Brimob dan Dalmas 2012 oleh panitia pembantu penerimaan anggota Polri di Polres Sumenep.
Gara-garanya, (dugaan) salah tafsir itu, yakni ijazah MA 2 Annuqayah dianggap tidak diakui negara (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) oleh personel tim verifikasi berkas persyaratan dari unsur Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep yang melekat pada panitia pembantu penerimaan anggota Polri setempat.
Kenyataan itu membuat pengelola MA 2 Annuqayah dan pengurus Yayasan Annuqayah "meradang", dan mendatangi pejabat Polres Sumenep untuk melakukan klarifikasi, yang ternyata hasilnya negatif (tetap tidak diakui).
Mereka juga mengadu ke Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep dan DPRD setempat, karena menilai panitia pembantu penerimaan anggota Polri itu telah melakukan kesalahan, tepatnya salah tafsir, atas status dan ijazah MA 2 Annuqayah. Meledaklah aksi alumni Annuqayah pada 17 Juli lalu.
Tak hanya itu. Akibat (dugaan) salah tafsir itu pula, alumni Ponpes Annuqayah menuduh Polres Sumenep tidak senang, jika ada alumni MA di bawah naungan yayasan yang juga mengelola ponpes, berkeinginan menjadi polisi.
Sebuah tuduhan dari Annuqayah yang dianggap "kejam" oleh Kapolres Sumenep AKBP Dirin, namun Kapolres juga dituduh "kejam" oleh alumni Ponpes Annuqayah, atas perbuatan yang telah dialamatkan kepada rekannya, M Azhari. Semuanya sama-sama merasa disakiti, yang diduga akibat (dugaan) salah tafsir itu.
Dugaan telah terjadi salah tafsir itu mendekati kebenaran, ketika dua pihak terkait, yakni pimpinan Dinas Pendidikan (Disdik) dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sumenep menyatakan, MA 2 Annuqayah adalah lembaga pendidikan formal yang sudah berkurikulum nasional, dan ijazahnya diakui oleh negara.
Bahkan, Kepala Disdik Sumenep, A Masuni mengakui, stafnya yang menjadi personel tim verifikasi berkas persyaratan pada panitia pembantu penerimaan anggota Polri setempat, telah berbuat salah dengan menyatakan ijazah MA 2 Annuqayah tidak diakui oleh negara.
Sesuatu yang diduga menjadi penyebab (dugaan) salah tafsir itu terdapat pada poin persyaratan lain dalam pengumuman penerimaan Brigadir Brimob dan Dalmas 2012.
Pada angka 2 dalam poin persyaratan lain itu disebutkan: khusus untuk lulusan ponpes, sesuai surat edaran Departemen Pendidikan Nasional (sudah berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Nasional), yang diakui setara dengan SMU dan diperbolehkan menjadi anggota Polri, antara lain Ponpes Gontor Ponorogo, Ponpes Al-Amien Prenduan Sumenep, Ponpes Mathabul Ulum Sumenep, dan Ponpes Modern Al-Barokah Patianrowo Nganjuk.
Sementara pada angka 1 dalam poin persyaratan lain tersebut disebutkan: (pendaftar) berijazah serendah-rendahnya SMU/MA jurusan IPA/IPS atau SMK yang sesuai dengan kompetensi dengan tugas pokok Polri (kecuali Tata Busana dan Tata Kencantikan), dengan nilai rata-rata hasil ujian akhir nasional minimal 6,25 untuk IPA dan 6,5 untuk jurusan IPS, dan SMK.
Keluarga besar Yayasan Annuqayah menduga panitia pembantu penerimaan anggota Polri di Polres Sumenep memasukkan Azhari ke klausul persyaratan lain pada angka 2, dari seharusnya angka 1, karena yang bersangkutan merupakan alumni lembaga pendidikan formal yang berkurikulum nasional (MA 2 Annuqayah).
Kasus (dugaan) salah tafsir itu tidak boleh terjadi lagi pada masa mendatang, karena di Sumenep banyak terdapat MA yang sudah berkurikulum nasional, dan alummninya berpotensi mendaftar sebagai anggota Polri.
Solusinya, seperti yang diungkapkan Kepala Kantor Kemenag Sumenep, Idham Chalid, yakni libatkan juga stafnya dalam tim verifikasi berkas persyaratan, ketika ada penerimaan anggota Polri pada tahun-tahun mendatang.
Saat ini, publik, utamanya keluarga besar Yayasan Annuqayah, masih menunggu sikap polisi atas perkembangan terbaru dalam kasus (dugaan) salah tafsir itu, yakni ijazah MA 2 Annuqayah sebenarnya diakui oleh negara, sebagaimana dinyatakan oleh pimpinan Dinas Pendidikan dan Kantor Kemenag Sumenep.
Namun, satu yang pasti, Kapolres Sumenep AKBP Dirin dan jajarannya merasa telah "disesatkan" oleh (dugaan) salah tafsir itu, sekaligus dibenturkan dengan kalangan ponpes. Semoga, akhir dari (dugaan) salah tafsir tersebut adalah sebuah solusi pada tafsir yang benar. Amin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012