Bojonegoro - Mengkonsumsi kemiri yang diberi nama kemiri "Sunan" oleh lingkungan Ponpes Sunan Drajat, di Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jatim, bisa keracunan dan mengakibatkan diare bagi yang mengkonsumsinya. Masalahnya, kemiri yang nama latinnya "Reutalis trisperma", berbeda dengan kemiri yang biasa dimanfaatkan untuk memasak. Kemiri yang satu ini memiliki keistimewaan, bisa diolah menjadi bahan bakar biodiesel, pengganti solar. "Kemiri Sunan ini, mengandung bahan beracun, kalau dikonsumsi manusia bisa mengakibatkan diare, tapi masih satu keluarga dengan kemiri yang biasa dimanfaatkan untuk memasak," kata Ketua Pengembangan Agribisnis Ponpes Sunan Drajat, Lamongan, Hendra Natakarmana. Ia menceritakan pernah ada seseorang yang meminta kepada dirinya kemiri Sunan dan dibawa pulang. Sesampai di rumah, kemiri itu dimanfaatkan untuk memasak oleh istrinya, dan seluruh rumah yang mengkonsumsi sayur dengan memanfaatkan kemiri itu mengalami diare. "Satu keluarga mengalami diare, hanya saja tidak ada yang sampai meninggal dunia," ucapnya yang didampingi staf pengajar di ponpes setempat, Hilal Surarso. Sebagaimana diungkapkan Hendra, pengembangan kemiri Sunan, menjadi bahan bakar biodiesel, berawal dari gagasan Pimpinan Ponpes Sunan Drajat, Kyai Abdul Ghofur yang meminta dirinya, mencari bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fossil, pada 2004. Pada awalnya, tanaman jarak yang menjadi pilihan, hanya saja dalam perkembangannya beralih memanfaatkan kemiri Sunan. Masalahnya, pengembangan bahan bakar bio diesel dengan tanaman jarak, dianggap tidak menguntungkan dan produktifitasnya rendah. Ia membandingkan, untuk membuat bahan bakar biodiesel dengan tanaman jarak sebanyak 1 liter, membutuhkan tanaman jarak berkisar 1.000 buah, sedangkan dengan tanaman kemiri Sunan hanya membutuhkan sekitar 2,5 kilogram buah kemiri yang belum dikupas. "Kami menemukan tananan kemiri tersebut, di Majalengka yang dikenal dengan nama kemiri China dan pemberian nama kemiri Sunan, mendapatkan persetujuan Kyai Abdul Ghofur," katanya, mengungkapkan. Di Majalengka, katanya, warga memanfaatkan kemiri tersebut, sebagai penerang, semacam obor atau lilin. Di berbagai daerah di Indonesia, tanaman kemiri tersebut, juga sudah mulai dikembangkan di antaranya, di Ngawi, Nusa Penida, juga daerah lainnya, termasuk Lamongan sendiri. Namun, menurut dia, dari literatur yang ada, asal muasal kemiri Sunan atau kemiri China itu, dari Pilipina. Pertama kali ditanam oleh seorang pedagang China di Karawaci, Tanggerang. Maksud awal pedagang itu, buah kemiri ditanam untuk diambil minyaknya, sebagai bahan pengganti pernis. "Karena itu, di Jabar, namanya kemiri China," ujarnya. Dalam praktiknya, pemanfaatan minyak kemiri yang disebut "thung oil", untuk pernis, dianggap tidak berhasil dengan alasan karena cepat kering. "Setelah itu, tanaman kemiri itu, tidak mendapatkan perhatian. Cuma, kami tidak tahu pasti ternyata tanaman itu, banyak dijumpai di berbagai daerah Jabar, terutama di daerah pemakaman umum," katanya. Lebih lanjut ia menjelaskan berbagai usaha dalam mengembangkan kemiri itu, menjadi bahan biodiesel dilakukan, dengan mengkoordinasikan pohon kemiri itu, ke Lembaga Herbarium Bogor, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tujuannya, untuk mencari asal usul tanaman itu. Begitu pula, tanaman kemiri itu, juga dikonfirmasikan kepada Ketua Forum Biodiesel ITB Bandung, Ir. Tatang. "Dari langkah kami itu, mendapatkan gambaran kemiri Sunan, bisa dimanfaatkan sebagai bahan biodiesel," jelasnya. Bahkan, lanjutnya, Dr. Harry Wiriadinata dari LIPI sudah membuat buku tentang kemiri Sunan, tapi belum diterbitkan karena dianggap penelitian belum tuntas. "Justru sekarang ada pihak lain, yang akan menghilangkan nama kemiri Sunan menjadi kemiri minyak," katanya, mengungkapkan. Tidak Akan Surut Dalam perkembangannya, menurut dia, jajaran Ponpes Sunan Drajat, tidak surut dalam mengembangkan kemiri Sunan, meskipun ada usaha untuk menghilangkan jejak rintisan, nama kemiri Sunan yang bisa dimanfaatkan, menjadi bahan bakar biodiesel, pengganti solar. Apalagi, lanjutnya, di daerah pantura Lamongan, banyak dijumpai nelayan yang kesulitan memperoleh bahan bakar solar di SPBU, belum lagi Pemerintah, juga mulai mengurangi subsidi BBM, sehingga harga BBM, bisa dipastikan semakin mahal. "Kami optimis, kemiri Sunan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar biodiesel, pengganti solar," katanya, menegaskan. Ia mengungkapkan dengan mendapatkan buah kemiri dari Jabar, akhirnya membuat persemaian sendiri kemiri Sunan di lokasi kebun bibit ponpes setempat. Caranya, dengan membuat pembenihan sendiri, dengan memanfaatkan buah kemiri tersebut yang diperoleh dari Jabar. "Di persemaian ini, sudah ada 70 ribu bibit kemiri Sunan yang usianya berkisar tiga bulan hingga setahun. Sebelum itu, juga sudah ada sekitar 12 ribu bibit pohon kemiri Sunan yang dibagikan kepada masyarakat, juga lingkungan santri ponpes, baik di Lamongan, Tuban dan Bojonegoro," paparnya. Hendra menjelaskan, dari literatur yang ada, kemiri Sunan bisa menghasilkan buah, ketika sudah berusia enam atau tujuh tahun. Namun, di ponpes setempat, kemiri Sunan yang ditanam sekitar 3 tahun yang lalu, dengan jumlah 50 pohon, sudah berbunga. "Kami terus melakukan berbagai uji coba, pengembangan kemiri Sunan, termasuk terus melakukan pembenihan sendiri di ponpes," katanya, menjelaskan. Menurut dia, dari hasil uji coba yang sudah berjalan, sekitar 1 kilogram kemiri yang sudah dikupas bungkilnya, dengan jumlah berkisar 100 buah, bisa menghasilkan 700 mililiter minyak. Prosesnya, isi kemiri itu, di "blender" dan setelah minyaknya keluar dipisahkan dengan pelarut kimia "hexan". Menyusul proses itu, lanjutnya, minyak yang dihasilkan tersebut, masih harus diolah untuk memisahkan ampasnya dan keluarlah bahan bakar biodiesel sekitar 0,52 liter. Selain itu, dari hasil perasan isi kemiri itu, juga menghasilkan minyak gliserin, yang bisa dimanfaatkan sebagai inksektisida. "Kalau serangga tomcat, saya kira dengan mudah diusir dengan insektisida kemiri. Sebab, kami semprotkan kepada belalang yang menyerang tanaman jarak. Hasilnya, belalang pingsan dan tidak berani menyerang lagi, kepada tanaman jarak itu," katanya, mengungkapkan. Yang jelas, sebagaimana diungkapkan Hendra, bahan bio diesel yang dihasilkan dari kemiri Sunan itu, juga sudah pernah dilakukan uji coba di mesin diesel yang ada di PT Rutan Agrindo, Gresik, pada 2011. Dari hasil uji coba itu, biodiesel dengan bahan kemiri itu, masih kalah irit sekitar lima persen, dibandingkan dengan solar. Sebaliknya, lanjutnya, biodiesel kemiri Sunan memiliki keistimewaan, warna asapnya tidak hitam, begitu pula baunya tidak menyengat. "Bau asapnya mirip kacang," ucapnya. Ia mengaku, pernah menghitung biaya pembuatan biodiesel dengan kemiri Sunan, dan besarnya berkisar Rp3.500/liter."Kalau kita memproduksi dan menjual harga biodiesel kemiri Sunan Rp5.000/liter sudah untung, masih lebih murah dibandingkan dengan harga solar, apalagi kalau solar naik menjadi Rp6.500 per liter," ungkapnya. Menjawab pertanyaan, dia mengakui, ponpes setempat, masih belum bisa memproduksi kemiri Sunan menjadi bahan bakar biodiesel secara massal, karena masih menunggu hasil pengembangan tanaman kemiri yang ada di lingkungan ponpes dan masyarakat lainnya. Dari data yang ada, sebuah pohon kemiri yang sudah berbuah, dengan usia di atas 10 tahun, bisa menghasilkan buah kemiri sekitar 200 kilogram/tahun. Proses panennya, tidak banyak mengeluarkan tenaga, sebab pola panennya menunggu buah itu jatuh sendiri ke tanah. "Kapan kami memulai memproduksi biodiesel secara massal, belum tahu. Yang jelas, kami sudah membuat desain mesin pengolah sederhana untuk memproses kemiri Sunan menjadi biodiesel," ungkapnya. Ia mengemukakan, bahan bakar biodiesel kemiri Sunan, tergolong bahan bakar ramah lingkungan. Keistimewaan yang terkandung di dalamnya yaitu, warna asapnya putih, tidak hitam, seperti solar dan baunya juga tidak menyengat. Pada musim kemarau, kemiri Sunan, daunnya rontok dan tidak menyerap air, justru ketika musim hujan daunnya mampu menyerap CO2 (karbon dioksida) dengan radius 40.000 miles. Perbedaan suhu di bawah pohon kemiri Sunan, dibandingkan dengan langsung dibawah terik matahari, sekitar enam derajat celsius. "Fungsi lain, pohon kemiri Sunan juga bisa bermanfaat sebagai pohon peneduh, sehingga bisa mengurangi terjadinya pemanasan global," katanya, menegaskan.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012