Dokter Spesialis Mata dr Uyik Unari SpM(K) mengingatkan jika anak-anak dibiarkan sering bermain gawai atau ponsel dapat mengakibatkan kelainan refraksi.
"Kelainan Refraksi adalah kondisi ketika cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Kamis.
Maka World Sight Day yang diperingati setiap Kamis kedua di bulan Oktober menjadi momen yang tepat untuk menyadarkan para orang tua untuk lebih peduli pada kesehatan mata anak.
Menurutnya, kasus kelainan refraksi pada anak saat ini tergolong tinggi.
"Di klinik mata kami, kelainan refraksi juga menjadi salah satu keluhan tertinggi selain katarak," katanya.
Dari beberapa kegiatan pemeriksaan Klinik Mata KMU di sekolah dan lembaga pendidikan selama 2024, tercatat sebanyak 254 dari 1.142 anak-anak di Kabupaten Gresik, atau 22,24 persen, telah menderita keluhan refraksi seperti mata minus dan silinder yang salah satunya disebabkan oleh tingginya penggunaan gawai sejak dini.
"Rata-rata terjadi di usia anak hingga remaja yang merupakan masa pertumbuhan. Kondisi ini bisa dibilang gawat karena jika tidak segera terdeteksi dan ditangani akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang dan belajar," tuturnya.
Uyik menandaskan, dengan deteksi dini dan edukasi yang tepat, orang tua bisa mencegah dampak negatif gawai, yaitu dengan memastikan anak-anak tumbuh dengan penglihatan yang sehat, mendukung perkembangan mereka secara fisik, mental, dan akademis.
Bisa dimulai dengan memperbaiki gaya hidup, membatasi penggunaan gawai dalam kurun waktu yang lama, serta terapkan tips 20-20-20, yakni setiap menatap layar selama 20 menit, alihkan pandangan ke objek yang berjarak 20 kaki atau sekitar enam meter selama 20 detik.
"Sebagai orangtua, kita bisa mencoba melakukan pemeriksaan mata rutin enam bulan sekali. Bila diketahui ada gangguan penglihatan, segera diberi kacamata agar penglihatan lebih jelas dan tidak menyebabkan risiko gangguan penglihatan daring lainnya seperti mata malas," ucap dr Uyik.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Kelainan Refraksi adalah kondisi ketika cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Kamis.
Maka World Sight Day yang diperingati setiap Kamis kedua di bulan Oktober menjadi momen yang tepat untuk menyadarkan para orang tua untuk lebih peduli pada kesehatan mata anak.
Menurutnya, kasus kelainan refraksi pada anak saat ini tergolong tinggi.
"Di klinik mata kami, kelainan refraksi juga menjadi salah satu keluhan tertinggi selain katarak," katanya.
Dari beberapa kegiatan pemeriksaan Klinik Mata KMU di sekolah dan lembaga pendidikan selama 2024, tercatat sebanyak 254 dari 1.142 anak-anak di Kabupaten Gresik, atau 22,24 persen, telah menderita keluhan refraksi seperti mata minus dan silinder yang salah satunya disebabkan oleh tingginya penggunaan gawai sejak dini.
"Rata-rata terjadi di usia anak hingga remaja yang merupakan masa pertumbuhan. Kondisi ini bisa dibilang gawat karena jika tidak segera terdeteksi dan ditangani akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang dan belajar," tuturnya.
Uyik menandaskan, dengan deteksi dini dan edukasi yang tepat, orang tua bisa mencegah dampak negatif gawai, yaitu dengan memastikan anak-anak tumbuh dengan penglihatan yang sehat, mendukung perkembangan mereka secara fisik, mental, dan akademis.
Bisa dimulai dengan memperbaiki gaya hidup, membatasi penggunaan gawai dalam kurun waktu yang lama, serta terapkan tips 20-20-20, yakni setiap menatap layar selama 20 menit, alihkan pandangan ke objek yang berjarak 20 kaki atau sekitar enam meter selama 20 detik.
"Sebagai orangtua, kita bisa mencoba melakukan pemeriksaan mata rutin enam bulan sekali. Bila diketahui ada gangguan penglihatan, segera diberi kacamata agar penglihatan lebih jelas dan tidak menyebabkan risiko gangguan penglihatan daring lainnya seperti mata malas," ucap dr Uyik.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024