Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menyatakan kemunculan busa di sungai yang berada di kawasan Mulyorejo, pada Kamis, dikarenakan adanya turbolensi di rumah pompa.
"Busa yang muncul di sana dikarenakan limbah detergen terkena turbolensi dari rumah pompa, bukan karena industri," kata Kepala DLH Kota Surabaya Dedik Irianto, di Surabaya.
Turbolensi bisa terjadi dikarenakan kondisi debit air di sungai tersebut yang menyusuta karena faktor musim kemarau.
"Perbandingannya tidak seimbang antara air dan deterjen. Kalau debit airnya tinggi tidak muncul seperti ini, endapan di dasar sungai juga terangkat," ucapnya.
Dedik menyatakan untuk mengatasi persoalan serupa, dibutuhkan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal yang terpasang di kawasan permukaan penduduk sekitaran sungai tersebut.
Fungsi IPAL tersebut mengelola limbah domestik, salah satunya yang disebabkan penggunaan detergen atau sabun cuci. Apalagi jika di suatu wilayah terdapat banyak jasa cuci baju.
"Untuk IPAL sekarang kewenangannya ada di Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, di beberapa wilayah sudah ada," ujarnya.
DLH juga mengimbau kepada masyarakat lebih memprioritaskan penggunaan detergen rendah busa, agar mencegah munculnya kejadian serupa.
Sementara, Tim Peneliti ECOTON Alaika Rahmatullah menyatakan sudah melakukan pengambilan sampel air sungai di Mulyorejo yang masuk kategori kelas dua atau untuk irigasi, sarana wisata, dan tambak.
Lebih lanjut, baku mutu standar oksigen di dalam air untuk sungai kelas dua seharusnya berada di angka 4.
"Tapi ternyata ketika di lihat hasilnya 0,5, artinya ada penurunan secara drastis. Terus kemudian dari fosfatnya sampai menyentuh 5,3. Padahal baku mutunya ada sendiri 0,2 untuk kualitas sungai kelas 2," kata Alaika.
Sedangkan untuk kandungan senyawa amonia berada di angka 21. Sedangkan standarnya adalah 0,2.
Hasil sampel itu, kata dia sudah mampu menggambarkan bahwa buangan limbah ke sungai tidak terkelola dengan baik.
"Artinya jadi bio akumulasi. Apabila fosfatnya tinggi itu ada kontaminasi sulfatan di sana, salah satu sumbernya adalah dari detergen," katanya.
Dia pun meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya secepatnya menangani persoalan ini.
"Pemerintah memberikan IPAL Komunal, kemudian normalisasi sungai, dan hingga saat ini masih belum ada penanganan," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Busa yang muncul di sana dikarenakan limbah detergen terkena turbolensi dari rumah pompa, bukan karena industri," kata Kepala DLH Kota Surabaya Dedik Irianto, di Surabaya.
Turbolensi bisa terjadi dikarenakan kondisi debit air di sungai tersebut yang menyusuta karena faktor musim kemarau.
"Perbandingannya tidak seimbang antara air dan deterjen. Kalau debit airnya tinggi tidak muncul seperti ini, endapan di dasar sungai juga terangkat," ucapnya.
Dedik menyatakan untuk mengatasi persoalan serupa, dibutuhkan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal yang terpasang di kawasan permukaan penduduk sekitaran sungai tersebut.
Fungsi IPAL tersebut mengelola limbah domestik, salah satunya yang disebabkan penggunaan detergen atau sabun cuci. Apalagi jika di suatu wilayah terdapat banyak jasa cuci baju.
"Untuk IPAL sekarang kewenangannya ada di Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, di beberapa wilayah sudah ada," ujarnya.
DLH juga mengimbau kepada masyarakat lebih memprioritaskan penggunaan detergen rendah busa, agar mencegah munculnya kejadian serupa.
Sementara, Tim Peneliti ECOTON Alaika Rahmatullah menyatakan sudah melakukan pengambilan sampel air sungai di Mulyorejo yang masuk kategori kelas dua atau untuk irigasi, sarana wisata, dan tambak.
Lebih lanjut, baku mutu standar oksigen di dalam air untuk sungai kelas dua seharusnya berada di angka 4.
"Tapi ternyata ketika di lihat hasilnya 0,5, artinya ada penurunan secara drastis. Terus kemudian dari fosfatnya sampai menyentuh 5,3. Padahal baku mutunya ada sendiri 0,2 untuk kualitas sungai kelas 2," kata Alaika.
Sedangkan untuk kandungan senyawa amonia berada di angka 21. Sedangkan standarnya adalah 0,2.
Hasil sampel itu, kata dia sudah mampu menggambarkan bahwa buangan limbah ke sungai tidak terkelola dengan baik.
"Artinya jadi bio akumulasi. Apabila fosfatnya tinggi itu ada kontaminasi sulfatan di sana, salah satu sumbernya adalah dari detergen," katanya.
Dia pun meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya secepatnya menangani persoalan ini.
"Pemerintah memberikan IPAL Komunal, kemudian normalisasi sungai, dan hingga saat ini masih belum ada penanganan," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024