"Drop". SMS dengan satu kata itu yang saya terima dari Lan Fang sekitar sebulan lalu. Minggu, 25 Desember 2011 tahu-tahu terdengar kabar bahwa penulis novel dan cerita pendek itu telah pergi untuk selamanya saat dalam perawatan di Rumah Sakit Mounth Elizabeth, Singapura. Jawaban super singkat "drop" itu menunjukkan bahwa Lan Fang tidak mampu lagi menjaga kekuatan tubuh dan pikiran yang selama ini menjadi salah satu kelebihan dirinya. Berkomunikasi dengan Lan Fang harus menyediakan waktu yang panjang, termasuk lewat SMS ataupun telepon. Ia selalu menunjukkan suasana yang cair dan bersemangat setiap membicarakan suatu topik. Tapi ia juga bisa menangis ketika mengungkapkan kegundahannya tentang situasi politik atau kiprah tokoh di negeri ini yang dianggapnya tidak pernah memikirkan nasib rakyat. Berbicara mengenai kondisi negeri ini, Lan Fang seperti memiliki energi luar biasa. Saat seperti itu, ia sering lupa bahwa dirinya sedang sakit. Sakit kanker hati yang dideritanya sudah lama, namun tak pernah dirasakannya. "Dia sebetulnya sudah lama menderita kanker hati, tapi tidak pernah dirasakan dan terus melakukan aktivitasnya. Sampai akhirnya parah dan tidak bisa disembuhkan," kata Sekretaris Dewan Kesenian Surabaya (DKS) Farid Syamlan. Saya pernah mengingatkan perempuan kelahiran Banjarmasin, 5 Maret 1970 ini agar selain menjalani pengobatan medis juga memanfaatkan kekuatan doa dari para kiai besar yang selama ini menjadi koleganya. "Aku sungkan mau minta tolong doa sama beliau," kata pemilik nama Lengkap Go Lan Fang ini saat sudah dirawat di RKZ Surabaya. Meskipun bukan Muslim, hubungan penulis novel, antara lain berjudul "Ciuman Di Bawah Hujan" ini, sangat dekat dengan tokoh-tokoh NU . Maklum, alumni Fakultas Hukum Universitas Surabaya ini adalah Gus Durian atau pengikut Gus Dur. Sudah menjadi hal biasa kalau ia bersilaturahim ke KH Mustofa Bisri atau Gus Mus di Rembang, Jateng, atau ke Gus Sholah di Tebuireng, Jombang. Ia juga sering "blusukan" atau keluar masuk pesantren untuk mengisi pelatihan menulis sastra kepada kalangan santri, seperti di Pesantren An Nuqoyah, Guluk-guluk, Prenduan, Sumenep, Madura. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Lan Fang menjadi pembina pada "Kopi Sareng" atau Komunitas Pecinta Sastra Tebuireng. Kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya juga sudah menjadi halaman bagi dia. Sejumlah dosen sudah dikenalnya dengan baik. Ia tidak canggung datang ke kampus pencetak intelektual Muslim itu. Beberapa kali ia menjadi pembicara pada diskusi sastra di kampus itu. Beberapa hari setelah mengemukakan sungkannya meminta doa kepada sang kiai, ia mengungkapkan persetujuannya. Ia mengaku dengan terpaksa, karena tidak kuat menahan sakit, menghubungi "beliau" --sang kiai-- untuk dimintai bantuan doa. "Beliau bilang mau mendoakan saya dengan satu syarat. Beliau bilang, Lan Fang harus berhenti memikirkan negeri ini," kata Lan Fang sambil tertawa lepas. Mendengar itu sebenarnya cukup menggembirakan karena ia sepertinys sudah pulih kembali. Sang kiai mengingatkan agar tidak berpikir tentang negeri ini karena sudah tahu bagaimana Lan Fang memiliki komitmen tinggi untuk bangsanya. Ia mengingatkan Lan Fang agar menenangkan diri dengan tidak berpikir yang berat-berat. Lan Fang seringkali memikirkan karut marutnya negeri ini melebihi persoalan-persoalan pribadi yang dihadapinya. Hanya sesekali, ia mau bercerita tentang kehidupan anaknya, namun tidak pernah menunjukkan adanya persoalan serius. Berbicara Lan Fang bukan sekedar sebagai penulis perempuan yang sudah menghasilkan banyak karya, seperti "Yang Liu", "Perempuan Kembang Jepun", "Kota Tanpa Kelamin" dan "Lelakon". Lan Fang boleh dibilang merupakan aktivis yang banyak memberikan masukan langsung ke sejumlah tokoh mengenai suatu persoalan. Ia juga terlibat langsung dalam persoalan yang dihadapi seseorang, seperti saat sastrawan di Solo Sanie B Kuncoro menderita kanker payudara. Ia menggalang kekuatan teman-temannya sesama penulis untuk mengumpulkan dana bagi kesembuhan Sanie B Kuncoro, antara lewat program parade cerpen untuk Sanie. Sejumlah cerpenis Jatim menulis di salah satu media yang semua honornya didonasikan untuk Sanie. Selain itu, Lan Fang melalui kenalannya seorang dokter juga menggalang bantuan untuk proses penyembuhan Sanie. Atas dedikasinya, ia mengaku hanya yakin bahwa apa yang ditanam akan dituainya juga kelak. Tidak heran ketika ia dirawat di rumah sakit di Surabaya, sejumlah koleganya berdatangan. Mereka berasal dari berbagai golongan dan tokoh agama. Ia sempat bercerita dengan ceria bahwa dalam beberapa hari ia didoakan oleh banyak orang dalam berbagai keyakinan, seperti Islam, Kristen, Budha dan lainnya. "Saya bersyukur dalam kondisi seperti ini, sahabat-sahabat saya menunjukkan kepeduliannya yang tinggi. Saya sangat senang," katanya di tengah galaunya menahan sakit. Sekuat-kuatnya Lan Fang bertahan untuk tidak mengeluhkan sakit, akhirnya runtuh juga. Hal itu terasa ketika ia mengirimkan SMS dengan nada bahwa rasanya ia sudah tidak kuat lagi. "Maafkan saya ya, kalau banyak salah salah sama kamu," katanya lewat pesan singkat seluler. Boleh jadi, itu menunjukkan firasat bahwa ia tidak akan lama lagi berada di jagat fana ini. Ia ingin pergi ke alam keabadian dengan menanggalkan semua beban, termasuk kesalahan kepada teman-temannya. Selamat jalan Lan Fang. Kegundahan pikiranmu akan negeri ini semoga tidak terus berlanjut, namun segera menemukan pelabuhan bernama "pemimpin adil, rakyat sejahtera". (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011