Ada dua hadits atau sabda Rasulullah SAW yang sangat terkenal terkait puasa Ramadhan, yakni "Berpuasalah agar engkau sehat" dan "Banyak orang berpuasa tapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga".

Hasil penelitian modern menunjukkan bahwa puasa yang dianjurkan 14 abad lalu oleh Nabi Muhammad SAW itu sangat berpengaruh bagi kesehatan.

Hasil penelitian modern membuktikan bahwa sel-sel tubuh yang kurang baik akan mengalami regenerasi melalui puasa, gantinya adalah sel baru yang lebih sehat.

Pengurus Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Jatim Dr dr Abdullah Machin memaparkan penelitian modern tidak hanya menemukan pentingnya regenerasi sel.

Namun, pengurus Bidang Penelitian/Pengembangan Sumberdaya Kesehatan LKNU Jatim itu menyebutkan Rasulullah pun melarang umat Islam berpuasa berkepanjangan, yakni selama 24 jam.

Hal itu karena akan menimbulkan stres bagi tubuh. Karena itu berpuasa hanya dilakukan mulai terbit fajar hingga terbenam matahari agar stres dapat dikelola dengan baik atau optimal.

"Jadi, salah satu cara agar stres optimal dalam tubuh adalah dengan berpuasa," katanya, dalam program Tabuh Maghrib bertema "Literasi Kesehatan" di Gedung PWNU Jatim.

Dengan berpuasa juga akan menambah kekuatan fungsi otak, sehingga dalam tradisi pesantren, salah satu tirakat yang dilakukan santri ialah dengan berpuasa.

Hal itu karena dengan berpuasa, maka aliran darah lebih bagus, sehingga penyerapan terhadap ilmu akan semakin bagus. Artinya, dengan alirah darah yang bagus akan menambah fungsi otak.

Selain fungsi regenerasi sel dan fungsi otak, puasa yang menyebabkan makan menjadi teratur juga bisa menyehatkan, sehingga puasa merupakan salah satu bentuk hormesis.

Artinya, dengan puasa akan mengurangi daya makanan sehingga dapat menyehatkan tubuh, karena justru bila berlebihan tidak bagus. Jadi, tubuh akan semakin sehat dengan berpuasa karena makan yang teratur.

Tidak hanya itu, berpuasa juga dapat meringankan penyakit stroke, sehingga pasien memiliki kemungkinan sembuh yang lebih besar daripada orang yang jarang berpuasa.

Bagi pasien stroke ringan, dokter akan memperbolehkan mereka untuk berpuasa, karena dengan berpuasa justru akan memperbaiki hingga menyembuhkan penyakit.

Selain itu, berpuasa sama halnya dengan intermittent fasting (pembatasan waktu) dalam sebuah metode diet. Bahkan, metode diet sebenarnya meniru gaya berpuasa, yakni makan teratur.

Jika jadwal makan itu teratur, maka hormon-hormon dalam mencerna makanan nanti keluarnya juga akan teratur, sehingga akan terhindar dari penyakit, seperti diabetes dan lainnya.

Sehat pikiran 

Puasa itu tidak hanya banyak manfaatnya secara fisik (kesehatan), namun puasa juga banyak manfaatnya secara non-fisik, atau kalau era sekarang adalah "kesehatan" narasi, atau lebih khusus lagi adalah "kesalehan digital".

Ketua Badan Pengelola dan Pelaksana (BPP) Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS) Dr KHM Sudjak MAg menyebut Puasa Ramadhan itu istimewa, karena menyehatkan secara tubuh dan pikiran/narasi.

Betapa tidak istimewa, karena puasa Ramadhan itu untuk Allah, diawasi dan dinilai oleh Allah sendiri, serta diberi pahala langsung oleh Allah.

Bahkan, dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Allah berfirman bahwa "Semua amalan anak cucu Adam itu untuknya, kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberi pahala."

Jadi, Puasa Ramadhan itu ibarat miniatur kehidupan yang ideal, yaitu kehidupan yang mengandung nilai-nilai kebaikan, antara lain mengajarkan disiplin (kesehatan narasi) dan berbagi alias bertakwa.

Puasa itu mendisiplinkan diri karena tidak makan dari mulai terbit fajar sampai dengan tenggelamnya matahari, orang yang puasa melakukan sahur harus sebelum terbitnya fajar, dan jika fajar sudah terbit, maka sudah tidak boleh sahur, walau seteguk air.

Demikian juga ketika berbuka puasa harus menunggu tenggelamnya matahari. Jika matahari belum tenggelam, walau kurang dari 5 menit, maka belum boleh berbuka. Disiplin kan?

Tidak hanya mendisiplinkan diri (untuk sehat), namun puasa juga mendisiplinkan narasi (kejujuran), karena puasa itu berbeda dengan ibadah lainnya, misalnya shalat. Shalat itu bisa dilihat oleh orang lain. Haji juga demikian, bisa dilihat oleh orang lain.

Sementara puasa itu orang lain tidak tahu. Seandainya ada seseorang yang pada malam harinya ikut sahur bersama keluarga, lalu siang hari karena lapar kemudian makan atau minum, lalu ketika maghrib berkumpul lagi dengan keluarga untuk ikut berbuka, maka keluarga tidak tahu, kecuali dirinya dan Allah.

Jadi, tidak bohong dalam narasi. Dari sinilah, Nabi mengingatkan bahwa berpuasa itu tidak hanya menahan lapar dan dahaga, bahkan Nabi menggarisbawahi bahwa banyak yang tidak mendapatkan apa-apa dengan puasanya, kecuali lapar dan haus.

Artinya, "kesehatan" narasi atau tidak bohong dalam perkataan itu justru inti dari puasa, selain Puasa Ramadhan juga mengajarkan "kesehatan" sosial (berbagi sesama) dan "kesehatan" spiritual (bertakwa).

Soal "kesehatan" narasi itu, Guru Besar UINSA Prof Dr KH Abdul Kadir Riyadi, MA menyebutkan puasa yang benar itu puasa secara lengkap dari menjaga mulut (kesehatan fisik) hingga menjaga mata, telinga, hati dan pikiran (kesehatan non-fisik).

Bahkan, menjaga mata dan mulut itu sebagai "puasa Level 1" atau tidak makan atau menahan lapar dan tidak minum serta menahan dahaga, yang semua orang pasti bisa.

Level puasa tertinggi adalah "kesehatan" narasi dalam beberapa tahap, yakni tidak bohong atau menjaga hati, tidak ber-ghibah atau menjaga pikiran, tidak mengumbar syahwat atau menjaga mata, tidak adu domba atau menjaga mulut. Yang paling "sehat" narasi adalah tidak bohong dan tidak bernarasi negatif. Itulah level puasa yang tinggi.

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024