Kepolisian Resor Malang membongkar kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri yang tidak disertai dengan dokumen sesuai ketentuan.
Wakil Kepala Polres Malang Komisaris Polisi Imam Mustolih dalam jumpa pers di Mapolres Malang, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa, mengatakan pengungkapan kasus tersebut bermula dari adanya informasi mengenai adanya rencana pengiriman pekerja migran Indonesia ke Singapura.
"Petugas melakukan serangkaian penyelidikan dan benar bahwa didapati satu orang saksi yang akan diberangkatkan oleh pihak penyalur," kata Imam.
Dalam pengungkapan tersebut, polisi menangkap dua orang tersangka pada 12 Desember 2023, yakni N berusia 51 tahun selaku pemilik Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Anugerah Jujur Jaya (AJJ) dan IHS berusia 27 tahun yang merupakan staf dari LPK AJJ.
Melalui LPK AJJ itu tersangka menempatkan pekerja migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri tanpa dokumen persyaratan yang lengkap. Mereka juga menjanjikan para pekerja migran akan diberangkatkan secara resmi dan bekerja sebagai asisten rumah tangga di negara tujuan.
Baca juga: Polres Malang tingkatkan literasi digital warga jelang Pemilu 2024
Setelah mendapatkan calon pekerja migran tersebut, tersangka menampung mereka di LPK AJJ dan memberikan pelatihan bahasa Inggris sambil menunggu pemberangkatan setelah mendapatkan calon majikan di negara tujuan.
"Setelah mendapatkan majikan dari agen di Singapura, calon pekerja migran tersebut kemudian dibelikan tiket pesawat dan diberangkatkan dari Bandara Juanda. Ada 14 orang calon pekerja migran yang akan diberangkatkan,” katanya.
Selain itu, para korban saat menjalani pelatihan di LPK AJJ tidak perlu mengeluarkan biaya. Nantinya setelah mereka bekerja di negara tujuan gajinya dipotong dengan besaran Rp6,5 juta per bulan selama enam bulan.
"Para calon pekerja migran Indonesia itu akan dikirim ke Malaysia dan Singapura," katanya.
Para pekerja migran Indonesia yang akan diberangkatkan ke Malaysia dan Singapura tersebut akan masuk ke negara tujuan dengan visa wisata. Para calon pekerja migran itu tidak mengetahui bahwa prosedur yang dilakukan itu tidak sesuai ketentuan berlaku.
"Mereka tidak mengetahui bahwa ini tidak sesuai dengan ketentuan, mayoritas orang-orang desa. Mereka berangkat dengan visa wisata bukan visa kerja," kata Wakapolres.
Sejauh ini, dari LPK AJJ yang sudah beroperasi sejak 2019 tersebut telah mengirimkan sebanyak 30 orang pekerja migran secara ilegal. Tersangka N yang pernah bekerja di Singapura menggunakan jaringan yang dimiliki untuk mencari calon majikan.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan kepolisian di Malaysia serta Singapura, sudah disampaikan 30 nama-nama (korban) tersebut," katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Gandha Syah Hidayat menambahkan LPK AJJ milik tersangka N hanya memiliki izin sebagai lembaga pelatihan kerja dan tidak memiliki izin menyalurkan tenaga kerja seperti perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI).
"LPK ini legal, tetapi tidak memiliki izin untuk menyalurkan tenaga kerja seperti PJTKI," katanya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 83 juncto Pasal 68 dan Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 10 tahun.
Kemudian, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024