Pakar komunikasi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi - Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) Dwi Prasetyo mengatakan komunikasi pihak Kepolisian Republik Indoneisa (Polri) dengan ulama dan tokoh masyarakat menjadi langkah strategis untuk redam isu sensitif dan polarisasi selama proses Pemilihan Umum (Pemilu).
"Pemilihan Umum adalah periode kritis di mana tingkat ketegangan sosial dan potensi konflik dapat meningkat. Melibatkan ulama dan tokoh masyarakat dalam komunikasi dapat membantu meminimalkan risiko konflik dan gangguan selama proses Pemilu," ucap Dwi dalam keterangannya di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, salah satu contoh ialah seperti yang dilakukan Polri yang menggandeng Ustaz Das'ad Latif, Kepolisian Resor (Polres) Ponorogo yang mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Fathul Muna Mladangan, dan masih banyak lagi.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua I Stikosa AWS tersebut menambahkan ketika ulama dan tokoh masyarakat mendukung upaya kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama Pemilu, hal itu dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparat berseragam cokelat tersebut.
"Ini penting untuk memastikan kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban," katanya.
Dalam situasi politik yang semakin panas, lanjutnya, isu-isu sensitif dan polarisasi bisa saja muncul dan komunikasi yang baik dengan ulama serta tokoh masyarakat dapat membantu dalam menangani isu-isu tersebut secara bijak agar memberikan pandangan yang lebih moderat kepada masyarakat.
"Tokoh agama dan masyarakat sering memiliki akses yang lebih baik ke informasi di tingkat masyarakat. Meningkatkan komunikasi dengan mereka dapat membantu polisi dalam memahami dinamika lokal dan memperoleh intelijen yang lebih baik terkait potensi ancaman selama Pemilu," ujarnya.
Selain itu, kata dia, lewat proses komunikasi itu pihak kepolisian juga berpeluang untuk memperoleh dukungan publik, sehingga dapat membantunya dalam meredam potensi gangguan selama Pemilu.
"Mereka dapat membantu dalam menyuarakan pesan-pesan penting terkait perdamaian dan ketertiban selama proses Pemilu. Di Indonesia, faktor agama sering menjadi salah satu sumber potensi konflik. Melibatkan ulama dalam komunikasi dapat membantu mencegah penyalahgunaan agama untuk tujuan politik dan menjaga stabilitas," ujar Dwi Prasetyo.
Dwi menjelaskan komunikasi yang baik dengan ulama dan tokoh masyarakat adalah bagian dari pendekatan demokratis dalam menjalankan Pemilu, karena dapat menunjukkan bahwa kepolisian menghormati beragam pandangan serta bersedia berkomunikasi dengan berbagai elemen masyarakat.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Pemilihan Umum adalah periode kritis di mana tingkat ketegangan sosial dan potensi konflik dapat meningkat. Melibatkan ulama dan tokoh masyarakat dalam komunikasi dapat membantu meminimalkan risiko konflik dan gangguan selama proses Pemilu," ucap Dwi dalam keterangannya di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, salah satu contoh ialah seperti yang dilakukan Polri yang menggandeng Ustaz Das'ad Latif, Kepolisian Resor (Polres) Ponorogo yang mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Fathul Muna Mladangan, dan masih banyak lagi.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua I Stikosa AWS tersebut menambahkan ketika ulama dan tokoh masyarakat mendukung upaya kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama Pemilu, hal itu dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparat berseragam cokelat tersebut.
"Ini penting untuk memastikan kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban," katanya.
Dalam situasi politik yang semakin panas, lanjutnya, isu-isu sensitif dan polarisasi bisa saja muncul dan komunikasi yang baik dengan ulama serta tokoh masyarakat dapat membantu dalam menangani isu-isu tersebut secara bijak agar memberikan pandangan yang lebih moderat kepada masyarakat.
"Tokoh agama dan masyarakat sering memiliki akses yang lebih baik ke informasi di tingkat masyarakat. Meningkatkan komunikasi dengan mereka dapat membantu polisi dalam memahami dinamika lokal dan memperoleh intelijen yang lebih baik terkait potensi ancaman selama Pemilu," ujarnya.
Selain itu, kata dia, lewat proses komunikasi itu pihak kepolisian juga berpeluang untuk memperoleh dukungan publik, sehingga dapat membantunya dalam meredam potensi gangguan selama Pemilu.
"Mereka dapat membantu dalam menyuarakan pesan-pesan penting terkait perdamaian dan ketertiban selama proses Pemilu. Di Indonesia, faktor agama sering menjadi salah satu sumber potensi konflik. Melibatkan ulama dalam komunikasi dapat membantu mencegah penyalahgunaan agama untuk tujuan politik dan menjaga stabilitas," ujar Dwi Prasetyo.
Dwi menjelaskan komunikasi yang baik dengan ulama dan tokoh masyarakat adalah bagian dari pendekatan demokratis dalam menjalankan Pemilu, karena dapat menunjukkan bahwa kepolisian menghormati beragam pandangan serta bersedia berkomunikasi dengan berbagai elemen masyarakat.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023