Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mendorong para guru dan orang tua di Kota Pahlawan, Jawa Timur, ikut membentuk karakter anak sebagai upaya mencegah adanya perundungan atau bullying di kalangan pelajar sekolah.
"Buat saya ketika menyampaikan sesuatu saja (perkataan melukai), itu bisa menjadi perundungan," katanya di Surabaya, Selasa.
Ia mencontohkan seorang anak bernama A mengajak temannya B untuk tidak berteman dengan si C. Maka ajakan si A kepada B ini bisa dikategorikan dalam perundungan verbal kepada C.
"Sehingga (perundungan) verbal-verbal itulah yang kami coba hilangkan di Surabaya," ujarnya.
Ia mengakui sebelumnya telah bertemu dengan para guru di sejumlah SD-SMP Surabaya untuk menggugah mereka lebih perhatian dalam membentuk karakter peserta didik.
Baca juga: Cak Eri ingatkan sanksi bagi caleg yang masih terima APBD Surabaya
Menurutnya, perundungan pelajar itu bisa terjadi karena faktor tidak adanya kedekatan antara guru dan siswa. Karena itu ia mengagendakan pertemuan dengan para guru melalui zoom.
"Saya (akan) bilang bu guru kalau bisa setelah mengajar anaknya dibilangi. Misalnya, le kamu adalah anakku, saya doakan kamu jadi pemimpin. Nah, itu yang tidak pernah dilakukan sama seorang guru. Jadi sekarang kalau selesai pelajaran akademik langsung balik," ucapnya.
Pada pertemuan sebelumnya, kata dia, ada beberapa guru yang sampai menangis karena mengaku tidak pernah memberikan nasihat kepada muridnya setelah selesai pelajaran.
Selain dengan para guru, ia juga sempat bertemu dan menyampaikan hal yang sama dengan orang tua murid. Perasaan yang sama juga diungkapkan para orang tua dan mengakui kurang ada kedekatan dengan anak-anak mereka.
"Berarti saya bisa tarik kesimpulan, bahwa bullying ini terjadi karena karakter anak ini terbentuk karena mungkin kecewa dengan orang tua, lingkungan, atau tempat-tempat yang ada di sekitarnya," tutur Wali Kota Surabaya itu.
Ia mengatakan membangun Surabaya itu tidak bisa hanya dilakukan melalui pendidikan akademis, tapi juga membangun karakter kebangsaan dan kemanusiaan.
"Ini yang saya bangun di Surabaya dan tetap akan saya lakukan terus. Dan peran guru di sekolah sangat penting untuk membentuk karakter, juga peran Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang ada di masing-masing kampung," katanya.
Untuk itu ia telah menginstruksikan lurah camat agar membentuk kegiatan-kegiatan positif di setiap Balai RW dan meminta setiap wilayah itu dapat diketahui berapa masing-masing usia anak-anak muda, termasuk kegiatannya.
"Ini yang saya bentuk dengan lurah dan camat. Jadi tidak bisa menyelesaikan masalah dengan hukuman, dengan kekerasan itu tidak bisa. Tetap dengan ketegasan, tetapi dengan pendekatan nurani," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Buat saya ketika menyampaikan sesuatu saja (perkataan melukai), itu bisa menjadi perundungan," katanya di Surabaya, Selasa.
Ia mencontohkan seorang anak bernama A mengajak temannya B untuk tidak berteman dengan si C. Maka ajakan si A kepada B ini bisa dikategorikan dalam perundungan verbal kepada C.
"Sehingga (perundungan) verbal-verbal itulah yang kami coba hilangkan di Surabaya," ujarnya.
Ia mengakui sebelumnya telah bertemu dengan para guru di sejumlah SD-SMP Surabaya untuk menggugah mereka lebih perhatian dalam membentuk karakter peserta didik.
Baca juga: Cak Eri ingatkan sanksi bagi caleg yang masih terima APBD Surabaya
Menurutnya, perundungan pelajar itu bisa terjadi karena faktor tidak adanya kedekatan antara guru dan siswa. Karena itu ia mengagendakan pertemuan dengan para guru melalui zoom.
"Saya (akan) bilang bu guru kalau bisa setelah mengajar anaknya dibilangi. Misalnya, le kamu adalah anakku, saya doakan kamu jadi pemimpin. Nah, itu yang tidak pernah dilakukan sama seorang guru. Jadi sekarang kalau selesai pelajaran akademik langsung balik," ucapnya.
Pada pertemuan sebelumnya, kata dia, ada beberapa guru yang sampai menangis karena mengaku tidak pernah memberikan nasihat kepada muridnya setelah selesai pelajaran.
Selain dengan para guru, ia juga sempat bertemu dan menyampaikan hal yang sama dengan orang tua murid. Perasaan yang sama juga diungkapkan para orang tua dan mengakui kurang ada kedekatan dengan anak-anak mereka.
"Berarti saya bisa tarik kesimpulan, bahwa bullying ini terjadi karena karakter anak ini terbentuk karena mungkin kecewa dengan orang tua, lingkungan, atau tempat-tempat yang ada di sekitarnya," tutur Wali Kota Surabaya itu.
Ia mengatakan membangun Surabaya itu tidak bisa hanya dilakukan melalui pendidikan akademis, tapi juga membangun karakter kebangsaan dan kemanusiaan.
"Ini yang saya bangun di Surabaya dan tetap akan saya lakukan terus. Dan peran guru di sekolah sangat penting untuk membentuk karakter, juga peran Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang ada di masing-masing kampung," katanya.
Untuk itu ia telah menginstruksikan lurah camat agar membentuk kegiatan-kegiatan positif di setiap Balai RW dan meminta setiap wilayah itu dapat diketahui berapa masing-masing usia anak-anak muda, termasuk kegiatannya.
"Ini yang saya bentuk dengan lurah dan camat. Jadi tidak bisa menyelesaikan masalah dengan hukuman, dengan kekerasan itu tidak bisa. Tetap dengan ketegasan, tetapi dengan pendekatan nurani," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023