Pemerintah Kota Kediri menjelaskan riwayat sakit Utami Sri Rahayu (60), seorang ibu yang ditemukan meninggal di rumahnya di Kelurahan Singonegaran, kemudian disusul putranya Arief Budiman (45).
Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengemukakan Utami Sri Rahayu sosok luar biasa.
Ia memiliki putra yang menderita polio sejak kecil dan menderita sakit retardasi mental, sehingga anaknya tidak bisa berdiri dan melakukan aktivitas seperti biasa.
"Bu Sri ini rutin ke Puskesmas, sebelum meninggal juga ke sana. Saya tanya riwayat sakitnya, ternyata sakit lambung, kolesterol tinggi, trigliserid tinggi, dan vertigo. Bahkan, dirujuk ke rumah sakit juga tidak mau," katanya di Kediri, Kamis.
Ia mengatakan Utami juga telah tercatat sebagai penerima bantuan pangan nontunai (BPNT) sebesar Rp200 ribu serta bantuan disabilitas berat untuk anaknya Rp500 ribu.
Dirinya ikut bela sungkawa atas meninggalnya ibu dan anak itu. Ia prihatin dengan kejadian tersebut.
Utami ditemukan meninggal di rumahnya, Rabu (20/9). Diduga ia sudah meninggal terlebih dahulu. Jenazahnya sudah mulai mengeluarkan bau busuk dan tergeletak di rumahnya.
Tetangga yang curiga, sebab ada bau tidak sedap keluar dari rumah itu. Saat hendak masuk, pintu terkunci, sehingga warga mendobraknya. Mereka mendapati Utami sudah meninggal dunia.
Sementara itu, putranya, Arief ditemukan masih hidup dan ketika hendak dirujuk ke rumah sakit, lalu juga meninggal dunia.
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya bu Utami dan juga putranya Arief yang menyusul meninggal. Saya prihatin dengan kejadian ini," katanya.
Wali Kota menyebut hubungan Utami dengan tetangga juga baik. Bahkan, tetangga juga sering memberikan makanan dan uang.
Dirinya menduga Utami meninggal mendadak, sedangkan tetangga menduga Utami dibawa anaknya, sebab pada Jumat pekan lalu ada putranya yang lain berkunjung dan minta ditemani.
Ia diketahui mempunyai empat anak, yang tinggal di Kediri dan luar kota. Satu anak tinggal, karena menderita disabilitas berat.
"Sehingga, dikira tetangga bu Utami ini dibawa, ternyata di dalam rumah dan rumahnya tertutup. Lama-lama tetangga merasa bau, dilihat, lalu dibuka pintu dan posisinya tergeletak meninggal," katanya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Pesantren II Dwi Nugerahini mengatakan Utami sudah menjadi pasien cukup lama, bahkan sejak 2010.
Ia selama ini berobat ke puskesmas dengan rutin. Selain memeriksakan diri juga untuk memeriksakan anaknya.
Dokter pelayanan Puskesmas Pesantren II, Bayu Rachmawan menambahkan Utami terakhir berobat pada 8 September 2023, dengan keluhan gangguan pencernaan ringan, yakni gejala lambung. Ia juga sempat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan kolesterol tinggi hingga 275, trigliserid tinggi hingga 301.
Latar belakang Arief, kata dia, diketahui sakit sejak kecil, yakni epilepsi, pernah kejang serta ada polio. Dengan itu, aktivitas sehari-hari tergantung dengan ibunya, terutama kebutuhan dasar seperti makan, minum hingga mandi.
"Untuk tanggal 8 September itu Bu Utami berobat dengan keluhan yang sama, gangguan pencernaan. Kami obati seperti biasa," kata dia.
Ia juga tidak bisa menyimpulkan penyebab pasti kematiannya, termasuk soal lambung kosong. Yang jelas, untuk makan dan minum memang tergantung ibunya.
"Yang kami tahu kondisinya buruk, jadi kami berikan pertolongan semaksimal mungkin dan akan kami rujuk ternyata meninggal," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengemukakan Utami Sri Rahayu sosok luar biasa.
Ia memiliki putra yang menderita polio sejak kecil dan menderita sakit retardasi mental, sehingga anaknya tidak bisa berdiri dan melakukan aktivitas seperti biasa.
"Bu Sri ini rutin ke Puskesmas, sebelum meninggal juga ke sana. Saya tanya riwayat sakitnya, ternyata sakit lambung, kolesterol tinggi, trigliserid tinggi, dan vertigo. Bahkan, dirujuk ke rumah sakit juga tidak mau," katanya di Kediri, Kamis.
Ia mengatakan Utami juga telah tercatat sebagai penerima bantuan pangan nontunai (BPNT) sebesar Rp200 ribu serta bantuan disabilitas berat untuk anaknya Rp500 ribu.
Dirinya ikut bela sungkawa atas meninggalnya ibu dan anak itu. Ia prihatin dengan kejadian tersebut.
Utami ditemukan meninggal di rumahnya, Rabu (20/9). Diduga ia sudah meninggal terlebih dahulu. Jenazahnya sudah mulai mengeluarkan bau busuk dan tergeletak di rumahnya.
Tetangga yang curiga, sebab ada bau tidak sedap keluar dari rumah itu. Saat hendak masuk, pintu terkunci, sehingga warga mendobraknya. Mereka mendapati Utami sudah meninggal dunia.
Sementara itu, putranya, Arief ditemukan masih hidup dan ketika hendak dirujuk ke rumah sakit, lalu juga meninggal dunia.
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya bu Utami dan juga putranya Arief yang menyusul meninggal. Saya prihatin dengan kejadian ini," katanya.
Wali Kota menyebut hubungan Utami dengan tetangga juga baik. Bahkan, tetangga juga sering memberikan makanan dan uang.
Dirinya menduga Utami meninggal mendadak, sedangkan tetangga menduga Utami dibawa anaknya, sebab pada Jumat pekan lalu ada putranya yang lain berkunjung dan minta ditemani.
Ia diketahui mempunyai empat anak, yang tinggal di Kediri dan luar kota. Satu anak tinggal, karena menderita disabilitas berat.
"Sehingga, dikira tetangga bu Utami ini dibawa, ternyata di dalam rumah dan rumahnya tertutup. Lama-lama tetangga merasa bau, dilihat, lalu dibuka pintu dan posisinya tergeletak meninggal," katanya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Pesantren II Dwi Nugerahini mengatakan Utami sudah menjadi pasien cukup lama, bahkan sejak 2010.
Ia selama ini berobat ke puskesmas dengan rutin. Selain memeriksakan diri juga untuk memeriksakan anaknya.
Dokter pelayanan Puskesmas Pesantren II, Bayu Rachmawan menambahkan Utami terakhir berobat pada 8 September 2023, dengan keluhan gangguan pencernaan ringan, yakni gejala lambung. Ia juga sempat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan kolesterol tinggi hingga 275, trigliserid tinggi hingga 301.
Latar belakang Arief, kata dia, diketahui sakit sejak kecil, yakni epilepsi, pernah kejang serta ada polio. Dengan itu, aktivitas sehari-hari tergantung dengan ibunya, terutama kebutuhan dasar seperti makan, minum hingga mandi.
"Untuk tanggal 8 September itu Bu Utami berobat dengan keluhan yang sama, gangguan pencernaan. Kami obati seperti biasa," kata dia.
Ia juga tidak bisa menyimpulkan penyebab pasti kematiannya, termasuk soal lambung kosong. Yang jelas, untuk makan dan minum memang tergantung ibunya.
"Yang kami tahu kondisinya buruk, jadi kami berikan pertolongan semaksimal mungkin dan akan kami rujuk ternyata meninggal," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023