Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya menyatakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Ngaglik, Kota Pahlawan, Jawa Timur, dilakukan secara persuasif dengan cara pembinaan.
Kepala Satpol PP Surabaya Eddy Christijanto di Surabaya, Selasa, mengatakan, pihaknya memberikan opsi penataan PKL dengan cara pembinaan. Pola pembinaan itu dilakukan ketika di lokasi terdekat tidak ada sentra wisata kuliner (SWK), rumah toko (ruko) atau persil halaman rumah.
"Seperti di Genteng itu contoh PKL binaan, dengan catatan ada ruang-ruang yang tidak mengganggu kepentingan warga. Jadi empat pola itu yang dilakukan sejak dahulu seperti itu," katanya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga memberikan opsi lainnya yakni agar mereka tetap bisa berjualan tanpa mengganggu kepentingan publik. Seperti halnya, PKL yang berada di pedestrian dimasukkan SWK maupun ke halaman ruko setempat.
Hanya saja, lanjut dia, terkadang pemilik ruko-nya tidak mau, sehingga nantinya pihaknya mencoba untuk memediasi agar PKL bisa masuk halaman ruko. Apalagi, lanjut dia, saat malam ruko tidak dipakai.
"Sekarang kami juga sedang memediasi supaya bisa masuk di kawasan toko swalayan setempat. Ini supaya PKL bisa masuk di situ tidak di jalan," ujarnya.
Baca juga: Satpol PP pantau 17 lokasi rawan PPKS
Tidak hanya itu saja, Eddy menyebut, bahwa penataan PKL Surabaya yang berada di pedestrian jalan itu dilakukan dengan dimasukkan ke persil pemilik rumah. Namun, ketika masuk persil milik orang lain, tentu akan ada biaya sewanya.
"Nah, itu monggo (silahkan) bisa disampaikan langsung dengan pemilik persil rumah. Contoh di Jalan Kalasan, itu kami masukkan di persil orang. Tentu mereka ada sewa menyewa dengan pemilik rumah," ujarnya.
Eddy juga menyampaikan, terima kasih atas masukan dan kritikan yang disampaikan oleh Aliansi Madura Indonesia (AMI) yang mempertanyakan soal penataan PKL tersebut. Baginya, kritikan atau masukan yang disampaikan itu adalah sebuah bentuk perhatian kepada Satpol PP Surabaya.
"Saya atas nama Kepala Satpol PP menyampaikan terima kasih terhadap kritikan itu," katanya.
Eddy menjelaskan penataan PKL di kawasan Gembong hingga Jalan Ngaglik Surabaya telah dilakukan sejak sekitar tahun 2017-2018. Dimana saat itu PKL masih berjualan di pedestrian jalan raya.
"Akhirnya oleh pemerintah kota dibelikan tanah di Gembong Asih. Akhirnya mereka direlokasi di situ dan itu sudah bersih semua tidak ada PKL di Gembong, di Ngaglik yang berjualan di jalan raya," ucapnya.
Namun demikian, Eddy menyebut, saat pandemi COVID-19 tahun 2020, muncul PKL-PKL baru yang berjualan di pedestrian kawasan Jalan Kapasari dan sekitarnya. Padahal pedagang yang lama, semuanya sudah masuk ke Sentra PKL Gembong Asih
"Nah, itu (PKL baru di pedestrian) yang kami tertibkan," ujarnya.
Eddy menegaskan, selalu menekankan kepada jajarannya agar mengedepankan humanis dan persuasif saat melaksanakan penertiban.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Kepala Satpol PP Surabaya Eddy Christijanto di Surabaya, Selasa, mengatakan, pihaknya memberikan opsi penataan PKL dengan cara pembinaan. Pola pembinaan itu dilakukan ketika di lokasi terdekat tidak ada sentra wisata kuliner (SWK), rumah toko (ruko) atau persil halaman rumah.
"Seperti di Genteng itu contoh PKL binaan, dengan catatan ada ruang-ruang yang tidak mengganggu kepentingan warga. Jadi empat pola itu yang dilakukan sejak dahulu seperti itu," katanya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga memberikan opsi lainnya yakni agar mereka tetap bisa berjualan tanpa mengganggu kepentingan publik. Seperti halnya, PKL yang berada di pedestrian dimasukkan SWK maupun ke halaman ruko setempat.
Hanya saja, lanjut dia, terkadang pemilik ruko-nya tidak mau, sehingga nantinya pihaknya mencoba untuk memediasi agar PKL bisa masuk halaman ruko. Apalagi, lanjut dia, saat malam ruko tidak dipakai.
"Sekarang kami juga sedang memediasi supaya bisa masuk di kawasan toko swalayan setempat. Ini supaya PKL bisa masuk di situ tidak di jalan," ujarnya.
Baca juga: Satpol PP pantau 17 lokasi rawan PPKS
Tidak hanya itu saja, Eddy menyebut, bahwa penataan PKL Surabaya yang berada di pedestrian jalan itu dilakukan dengan dimasukkan ke persil pemilik rumah. Namun, ketika masuk persil milik orang lain, tentu akan ada biaya sewanya.
"Nah, itu monggo (silahkan) bisa disampaikan langsung dengan pemilik persil rumah. Contoh di Jalan Kalasan, itu kami masukkan di persil orang. Tentu mereka ada sewa menyewa dengan pemilik rumah," ujarnya.
Eddy juga menyampaikan, terima kasih atas masukan dan kritikan yang disampaikan oleh Aliansi Madura Indonesia (AMI) yang mempertanyakan soal penataan PKL tersebut. Baginya, kritikan atau masukan yang disampaikan itu adalah sebuah bentuk perhatian kepada Satpol PP Surabaya.
"Saya atas nama Kepala Satpol PP menyampaikan terima kasih terhadap kritikan itu," katanya.
Eddy menjelaskan penataan PKL di kawasan Gembong hingga Jalan Ngaglik Surabaya telah dilakukan sejak sekitar tahun 2017-2018. Dimana saat itu PKL masih berjualan di pedestrian jalan raya.
"Akhirnya oleh pemerintah kota dibelikan tanah di Gembong Asih. Akhirnya mereka direlokasi di situ dan itu sudah bersih semua tidak ada PKL di Gembong, di Ngaglik yang berjualan di jalan raya," ucapnya.
Namun demikian, Eddy menyebut, saat pandemi COVID-19 tahun 2020, muncul PKL-PKL baru yang berjualan di pedestrian kawasan Jalan Kapasari dan sekitarnya. Padahal pedagang yang lama, semuanya sudah masuk ke Sentra PKL Gembong Asih
"Nah, itu (PKL baru di pedestrian) yang kami tertibkan," ujarnya.
Eddy menegaskan, selalu menekankan kepada jajarannya agar mengedepankan humanis dan persuasif saat melaksanakan penertiban.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023