Pengamat ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Gigih Prihantono mengatakan, pemaksimalan penerapan hilirisasi sektor industri oleh Presiden RI Joko Widodo harus dibarengi dengan adanya penguatan sistem logistik Nasional, melalui jalur laut.

"Jalur laut kalau tidak diperkuat, program hilirisasi nasional kemungkinan besar akan gagal," kata Gigih saat dikonfirmasi Antara di Surabaya, Sabtu.

Menurut dia, hal itu bukan tanpa alasan, sebab kondisi geografis Indonesia merupakan negara kepulauan. Alhasil, biaya suplai dan produksi bahan mentah menjadi produk jadi, memakan biaya besar.

"Negara kepulauan memiliki cost (produksi) cukup tinggi, berbeda dengan negara yang daratan. Ini yang harus diperhatikan pemerintah," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, langkah realistis yang harus ditempuh pemerintah, yakni dengan memetakan jalur produksi bahan mentah, hingga bermuara pada mekanisme pemasaran ke pasar dunia.

"Pertanyaan satu, global velue chains (rantai nilai global) itu mana yang memproduksi input, mana yang melakukan proses, mana yang melakukan tahap akhir. Indonesia masuk global velue chains yang mana," kata dia.

Penerapan hilirisasi tidak boleh melewatkan detail lain dalam mekanisme penerapan kebijakan di lapangan.

"Hilirisasi ini kan pergerakan besar, jadi detail kecil harus diperhatikan, ini bukan kebijakan tingkat RT tetapi ini tingkat negara, jadi harus berhati-hati," ujarnya.

Kendati demikian, Gigih tak menampik kebijakan hilirisasi merupakan langkah tepat meningkatkan nilai tambah dari produk dalam negeri.

"Produk (dalam negeri) supaya berdaya saing dan harganya lebih tinggi lagi. Memang kalau secara umum (hilirisasi) merupakan kebijakan yang baik dan memang penting dilakukan oleh suatu negara," kata Gigih.

Sekadar diketahui, Presiden Joko Widodo memastikan hilirisasi tak hanya dilakukan pada sektor tambang saja, salah satunya juga pada bidang pangan. (*)

Pewarta: Ananto Pradana

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023