Pimpinan DPRD Kota Surabaya menilai penurunan angka stunting di wilayah setempat tidak lepas dari peran maupun andil dari para Kader Surabaya Hebat (KSH).

"Saya mengucapkan terima kasih pada ibu-ibu KSH yang turut menurunkan angka stunting di Surabaya. KSH memang perempuan-perempuan hebat," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti saat menggelar reses bersama KSH Wonokromo dan Sukomanunggal, Sabtu.

Sebagai informasi, angka stunting menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Litbang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan prevalensi balita stunting di Surabaya pada tahun 2021 mencapai angka 28,9 persen.

Angka stunting di Surabaya pada 2021 masih cukup tinggi, sedangkan yang terendah waktu itu adalah Kota Mojokerto.

Kini penurunan secara signifikan berhasil diraih menyusul hasil SSGI tahun berikutnya bahwa Surabaya pada tahun 2022 merupakan daerah terendah angka prevalensi balita stunting se-kabupaten/kota di Jawa Timur, bahkan se-Indonesia.

"Alhamdulillah tentu upaya yang dilakukan oleh pemkot, wali kota, ketua PKK, camat, lurah, dibantu oleh KSH se-Surabaya," kata Reni.

Politikus wanita asal PKS tersebut menambahkan, dengan semakin membaik tren penurunan stunting di Surabaya dari 28,9 persen turun menjadi 4,8 persen, ia optimistis bila di tahun-tahun mendatang bukan tidak mungkin Surabaya bakal zero stunting baru. 

"Harapannya di 2023 tidak ada lagi stunting baru, zero stunting baru, atau kondisi seorang ibu hamil, melahirkan itu tidak punya potensi stunting, beratnya mencukupi, tingginya mencukupi dan sehat," kata dia.

Tokoh perempuan yang dikenal memiliki perhatian besar terhadap anak-anak dan kesejahteraan rakyat itu pun menyatakan penanganan stunting penting sebab menyangkut tema APBD Surabaya 2023 utamanya terkait peningkatan daya saing sumber daya manusia.

"Semoga dengan anak-anak yang ada di Posyandu bersama ibu-ibu KSH di sini, itu anak-anak kita, generasi ke depan, generasi Surabaya nantinya menjadi anak-anak sehat, cerdas dan berkualitas," kata dia.

Selain itu, pimpinan dewan itu juga menyikapi kabar baik penanganan stunting di Surabaya dengan tetap mengawal keberlanjutan upaya berikutnya.

Terlebih mendorong dinas terkait untuk menelusuri lebih jauh angka stunting di Kota Pahlawan.

"Saya akan tetap mendorong Dinas Kesehatan untuk menganalisis penurunan angka stunting ini. Apakah karena usianya tidak lima tahun sehingga tidak dihitung? ataukah memang ada kenaikan tinggi badan di bawah usia lima tahun berkat intervensi pemkot?," kata Reni.

Di sisi lain, lanjut dia, pihaknya meminta supaya kelurahan atau wilayah yang secara angka stunting berhasil menurunkan jumlah dengan drastis agar mendapat apresiasi dari kepala daerah.

"Saya minta tolong pak wali kota, kelurahan yang angka stuntingnya turun paling banyak dikasih apresiasi," kata dia.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina sebelumnya mengatakan, berdasarkan persentase prevalensi stunting tahun 2022, Indonesia ada di angka 21,6 persen, sedangkan di Jatim 19,2 persen. 

"Sementara itu Surabaya, persentase prevalensinya menjadi yang paling rendah di antara kota/kabupaten di seluruh Indonesia, yakni 4,8 persen," kata Nanik.

Menurut dia, angka stunting di Surabaya berhasil diturunkan secara signifikan hanya dalam kurun waktu dua tahun.

Pada tahun 2020, tercatat ada 12.788 balita stunting di Kota Pahlawan, di akhir 2022 menurun drastis menjadi 923. 

Berdasarkan data dari SSGI Kemenkes RI, prevalensi angka stunting di Surabaya menurun secara signifikan.

Pada tahun 2021, prevalensinya mencapai 28,9 persen (6.722 balita), di 2022 signifikan menurun hingga ke angka 4,8 persen (923 balita).

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023