Bojonegoro - Kebutuhan tanah yang akan dimanfaatkan untuk membangun fasilitas produksi minyak Blok Cepu, di Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim), masih belum tercukupi, karena ada tanah seluas 39 hektare yang belum bisa dibebaskan. Kepala Desa Bonorejo Kecamatan Ngasem, Siti Rukayah, dalam dengar pendapat dengan Komisi A DPRD, Jumat menjelaskan, tanah yang belum bisa dibebaskan seluas 39 hektare tersebut, di antaranya seluas 15 hektere milik 21 warga setempat. Dalam membebaskan tanah itu, belum ada kesepakatan dengan pemilih tanah. Pemilik tanah, lanjutnya, ada sebagian yang setuju dijual, sebagian lainnya ada yang tidak setuju dan meminta tukar guling."Pendekatan kepada ahli waris tanah terus dilakukan," katanya menjelaskan. Tanah lainnya, lanjutnya, seluas 4.9 hektare juga di Desa Bonorejo, merupakan tanah "solo vallei werken" yang dikuasai 15 petani penggarap. Petani penggarap meminta ganti rugi atas pembebasan tanah itu. Menurut Petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro, R Boddy, izin pemanfaatan tanah SVW di Desa Bonorejo tersebut, sudah habis sejak 31 Agustus 2010. Namun, lanjutnya, petani penggarap tetap menanami tanah SVW itu dengan tanaman keras dan setelah akan dibebaskan, mereka meminta ganti rugi atas. "Sesuai ketentuan pemanfaatan tanah SVW dilarang ditanami tanaman keras," jelasnya. "Tanah lainnya yang juga belum dibebaskan di Desa Mojodelik dan Brabowan, juga di Kecamatan Ngasem, masih proses negosiasi dengan pemiliknya mengenai harga," kata Camat Ngasem, Bambang Waluyo menambahkan. Disebutkan, sesuai rencana, pembangunan fasilitas produksi puncak minyak Blok Cepu, sebesar 165 ribu barel per hari, membutuhkan lahan seluas 400 hektare yang ada di sejumlah desa di Kecamatan Ngasem. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi A DPRD, Agus Susanto Risman menyatakan, dengan belum bisa dibebaskannya tanah kebutuhan fasilitas produksi tersebut, bisa menghambat kelancaran produksi minyak Blok Cepu. Dengan begitu, katanya, terhambatnya proyek, akan menambah beban biaya yang harus ditanggung Pemerintah termasuk daerah, melalui "cost recovery". "Harus ada tindakkan tegas, kalau perlu dengan mengerahkan satpol pp untuk menertibkan tanah SVW," kata Agus menegaskan. ***3***

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011