Oleh Asmaul Chusna Kediri- Peran Sulastri (33), warga Desa Joho, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sungguh perlu diacungi jempol, karena dapat mempertahankan sebuah daerah rawan bencana yang semula hendak ditutup menjadi padat penghuni. Itulah kemudian yang menjadi latar belakang dia mendapat penghargaan terbaik pertama kategori pembina lingkungan lomba pelestarian fungsi lingkungan hidup Provinsi Jawa Timur dari Gubernur Jatim, yang diserahkan pada 18 Juli 2011. Berbekal nekat demi tetap lestarinya daerah yang mereka tinggali, ia mengajak warga terutama para perempuan di sekitarnya untuk mau berpartisipasi aktif menanam pohon, mencegah erosi. Letak daerah tempat tinggalnya yang ada di lereng Gunung Wilis, membuat tanah menjadi labil, hingga sering terjadi longsor. "Dulu tahun 1982 ada longsor besar yang memakan korban jiwa hingga 49 orang penduduk sini. Dari situ, pemerintah berencana menutup daerah ini dan meminta warganya tinggal di tempat lain," kata Sulastri mengawali cerita tentang penghijauan di tempatnya. Pascakejadian itu, kata dia, warga memang mulai takut untuk tinggal di daerah yang notabene perbukitan itu. Sebagian warga ada yang memilih ikut transmigrasi, sebagian lagi mencari tempat tinggal lebih aman di daerah lain. Namun, ia mengatakan, banyak warga yang merasa enggan untuk pindah karena tempat itu sudah sangat lekat. Mereka lahir dan dibesarkan di tempat itu, sehingga enggan untuk pergi ke tempat lain. "Warga memang ada yang pindah, tetapi lebih banyak yang nekat bertahan. Mereka kecil dan dibesarkan di daerah ini, jadinya enggan pergi," ucapnya. Pada 2003 lalu, ia mempunyai inisiatif untuk mengajak warga menanam pohon, mencegah longsor terjadi di daerah itu. Awalnya, ia merasa kewalahan karena warga enggan mengikuti jejaknya. Tetapi, berkat ketekunan, warga akhirnya bersedia dengan menanam pohon di ladangnya sendiri. Beberapa pohon yang ditanam antara lain jati emas, mahoni, karsen, dan beberapa pohon kayu lainnya. Luas lahan yang ditanami di desa ini mencapai 46 hektare. Selain ditanami pohon yang berkayu yang bibitnya dicari sendiri, mereka juga bisa memanfaatkan tanah itu untuk menanam bahan pokok, seperti padi, jagung, maupun singkong. Sulastri yang juga tercatat sebagai kepala desa ini mengatakan saat ini juga sudah mulai ada perubahan di desanya. Daerah yang dulu sempat hendak dihapus, tepatnya Dusun Dasun, Desa Joho, Kecamatan Semen, sudah mulai berubah. Perubahan itu, di antaranya tidak pernah terdengar lagi suara gemuruh tanah ketika hujan turun. Selain itu, jumlah mata air saat ini juga lebih banyak, hingga warga bisa memanfaatkan untuk keperluan irigasi, karena selama ini hanya memanfaatkan tadah hujan. "Kalau dulu, saat hujan suara gemuruh membuat takut. Saat ini, sudah tidak terdengar lagi. Selain itu, jumlah mata air juga sudah lebih banyak, dulu hanya ada lima titik mata air, saat ini sudah lebih banyak ada kalau 15 titik," paparnya. Ia juga cukup bangga dengan adanya perubahan itu. Dusun yang sempat hendak dihapus ternyata dibatalkan. Bahkan, saat ini sudah padat penduduk. Masyarakat juga tidak khawatir lagi tinggal di tempat ini, karena ancaman tanah longsor sudah tidak terjadi. Berdayakan Perempuan Dalam aktivitasnya, Sulastri ingin melibatkan peran serta perempuan dalam publik. Selama ini, perempuan, terutama istri tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan menyangkut kehidupan masyarakat. "Para perempuan di sini hanya bekerja, mencari rumput. Kami tergugah untuk mencari alternatif pekerjaan, bisa tetap sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga menghasilkan," tuturnya. Pihaknya ingin mengubah sistem yang ada di masyarakat dengan lebih memberdayakan para perempuan. Ia akhirnya mengajak beberapa warga membuat komunitas perempuan yang dinamakan paguyuban perempuan "Sido Rukun" (jadi rukun). Dalam paguyuban ini, ada banyak kegiatan yang dilakukan, di antaranya membuat koperasi, unit usaha pembuatan makanan, hingga upaya-upaya program reboisasi. Untuk unit usaha koperasi, perempuan yang mendapatkan seabrek penghargaan, di antaranya menjadi juara I lomba kader pelopor bidang usaha Jawa Timur, penghargaan program "She Can Tupperware" tahun 2009, juara I koperasi terbaik tingkat kabupaten, dan beberapa penghargaan lain, hingga saat ini terus berkembang. Tingkat perputaran uang, sejak dulu didirikan tahun 2003 hingga kini cukup besar mencapai Rp300 juta. Jumlah anggota juga selalu bertambah, saat ini lebih dari 100 orang. "Anggota tidak kami batasi jumlah pinjaman. Tetapi, sesuai kesepakatan, semua harus dilunasi selama tiga kali dengan ada tambahan administrasinya 5 persen per bulan. Itu nantinya juga dikembalikan ke anggota lewat SHU (sisa hasil usaha) dalam rapat anggota tahunan," ucap istri dari Mulyono (35) ini. Untuk sektor usaha, kata perempuan yang sudah dikaruniai dua anak ini, lebih banyak membuat makanan ringan seperti keripik singkong, talas, dan beberapa makanan ringan lainnya. Walaupun tidak setiap hari membuat keripik, ia mengatakan omzet membuat makanan ringan itu juga cukup besar. Bahkan, para perempuan yang kebanyakan ibu rumah tangga itu juga bisa membantu keuangan keluarga. Sulastri juga mengaku tidak malu untuk bertanya. Walaupun ia hanya lulusan SMA, ia tetap percaya diri untuk menimba ilmu dari siapapun. Keluarga juga sangat mendukung langkahnya untuk terus berkembang. Mulyono, suami Sulastri mengaku sangat bangga dengan prestasi yang diperoleh istrinya. Ia juga tidak melupakan kewajibannya sebagai ibu. Terlebih lagi, anaknya yang nomor dua juga masih memerlukan perhatian, karena masih berusia 11 bulan. "Tentunya, senang dengan berbagai prestasinya selama ini. Keluarga sangat mendukung," kata Mulyono.

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011