Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, melibatkan seluruh kepala desa dan lurah untuk mendata dan memastikan jumlah hewan ternak yang terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK).

Dengan pelibatan kades dan lurah, rilis data jumlah yang disampaikan lewat peta sebaran kasus PMK nantinya berdasarkan laporan dari kepala desa dan lurah, bukan dari versi dokter hewan.

"Jadi, yang kami rilis nantinya versi laporan dari kepala desa, bukan hasil dari autopsi dokter hewan karena dokter hewan itu punya kode etik. Tidak bisa merilis atau mengklaim bahwa hewan ternak mati akibat PMK sebelum melakukan autopsi," ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Situbondo Holil di Situbondo, Kamis.

Baca juga: Anggota DPRD Situbondo sebut pemkab tak transparan sajikan data PMK

Selain itu, Disnakkan juga melakukan sensus hewan ternak guna memastikan tingkat kematian hewan ternak selama wabah PMK di Situbondo, termasuk hewan ternak yang sakit. Petugas kesehatan mendatangi setiap peternak untuk memperoleh data yang valid.

"Sedang kami survei populasi ternak, ada sekitar 250.000 ekor ternak sapi dan kambing atau domba yang akan kami datangi dan disensus. Ini perlu waktu, tapi kami sudah mulai jalan," tuturnya.

Baca juga: Forkopimcam Kapongan Situbondo gencarkan vaksinasi ternak cegah PMK

Holil mengaku punya keterbatasan untuk melakukan pendataan karena Disnakkan hanya memiliki 20 dokter hewan untuk menangani 136 desa/kelurahan. Apalagi, saat ini pihaknya tengah melakukan vaksinasi untuk menyelamatkan ternak.

"Tenaga kesehatan kami terbatas, kami dahulukan vaksinasi untuk menyelamatkan ternak di Situbondo, setelah itu pengobatan," tuturnya.

Ia menambahkan dalam berbagai jurnal penelitian disebutkan bahwa PMK ini bukan penyakit baru. Tingkat kematiannya itu antara 1 sampai 2 persen dan di Situbondo hewan ternak yang suspek tercatat 1,8 persen dari populasi hewan ternak.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022