Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, melatih tim pendamping keluarga sebagai upaya mempercepat penurunan kasus balita kerdil di wilayah itu.
"Prevalensi kasus balita kerdil di Sumenep ini masih tinggi, yakni 29 persen, sehingga kami perlu mempercepat menekan kasus kekerdilan ini. Salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada tim pendamping keluarga di masing-masing desa," kata Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Sumenep Agus Mulyono di Sumenep, Kamis.
Kasus balita kerdil di Sumenep, menurut dia, karena banyak faktor. Selain kemiskinan, banyak juga karena orang tua balita tidak paham tentang pentingnya asupan gizi seimbang yang dibutuhkan oleh bayi.
Selain itu, ada di antara mereka yang mengalami kasus kekerdilan sejak lahir, karena kekurangan gizi saat dalam kandungan.
"Oleh karena itu, penting bagi tim pendamping keluarga yang ada di Sumenep ini agar paham pentingnya gizi bagi balita," katanya.
Pendamping keluarga itu terdiri dari Tim Penggerak PKK desa, penyuluh keluarga berencana (KB), penyuluh lapangan keluarga berencana, dan kader pos pelayanan terpadu (posyandu).
"Nah, para petugas itulah yang nantinya akan melakukan pendampingan kepada setiap keluarga yang berisiko kekerdilan," katanya.
Ia berharap percepatan penurunan kasus kekerdilan di Sumenep dapat segera tercapai, yakni 20 persen dari total jumlah kasus.
Saat ini, pihaknya terus menganjurkan anak di bawah dua tahun agar gemar makan ikan, termasuk juga tempe, tahu, dan telur, karena semuanya adalah sumber protein.
"Tujuannya mewujudkan anak yang sehat, cerdas, dan produktif, dan kita bisa memberikan pendidikan akhlak, sehingga menjadikan anak yang berakhlakul karimah," katanya, menjelaskan.
Kabupaten Sumenep termasuk kabupaten zona kuning dalam kasus kekerdilan dengan prevalensi antara 20 hingga 30 persen, bersama Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kabupaten Nganjuk.
Sementara itu, kabupaten/kota di Jawa Timur yang masuk zona merah kasus kekerdilan meliputi Kabupaten Bangkalan 38,9 persen, Pamekasan 38,7 persen, Bondowoso 37,0 persen dan Kabupaten Lumajang sebesar 30,1 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Prevalensi kasus balita kerdil di Sumenep ini masih tinggi, yakni 29 persen, sehingga kami perlu mempercepat menekan kasus kekerdilan ini. Salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada tim pendamping keluarga di masing-masing desa," kata Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Sumenep Agus Mulyono di Sumenep, Kamis.
Kasus balita kerdil di Sumenep, menurut dia, karena banyak faktor. Selain kemiskinan, banyak juga karena orang tua balita tidak paham tentang pentingnya asupan gizi seimbang yang dibutuhkan oleh bayi.
Selain itu, ada di antara mereka yang mengalami kasus kekerdilan sejak lahir, karena kekurangan gizi saat dalam kandungan.
"Oleh karena itu, penting bagi tim pendamping keluarga yang ada di Sumenep ini agar paham pentingnya gizi bagi balita," katanya.
Pendamping keluarga itu terdiri dari Tim Penggerak PKK desa, penyuluh keluarga berencana (KB), penyuluh lapangan keluarga berencana, dan kader pos pelayanan terpadu (posyandu).
"Nah, para petugas itulah yang nantinya akan melakukan pendampingan kepada setiap keluarga yang berisiko kekerdilan," katanya.
Ia berharap percepatan penurunan kasus kekerdilan di Sumenep dapat segera tercapai, yakni 20 persen dari total jumlah kasus.
Saat ini, pihaknya terus menganjurkan anak di bawah dua tahun agar gemar makan ikan, termasuk juga tempe, tahu, dan telur, karena semuanya adalah sumber protein.
"Tujuannya mewujudkan anak yang sehat, cerdas, dan produktif, dan kita bisa memberikan pendidikan akhlak, sehingga menjadikan anak yang berakhlakul karimah," katanya, menjelaskan.
Kabupaten Sumenep termasuk kabupaten zona kuning dalam kasus kekerdilan dengan prevalensi antara 20 hingga 30 persen, bersama Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kabupaten Nganjuk.
Sementara itu, kabupaten/kota di Jawa Timur yang masuk zona merah kasus kekerdilan meliputi Kabupaten Bangkalan 38,9 persen, Pamekasan 38,7 persen, Bondowoso 37,0 persen dan Kabupaten Lumajang sebesar 30,1 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022