Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2021 Kota Probolinggo, Jawa Timur, tuntas dibahas dalam rapat paripurna dengan agenda penetapan keputusan DPRD tentang peraturan daerah tersebut, Kamis.

"Penyampaian pendapat fraksi dan penyampaian jawaban akhir wali kota terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kota Probolinggo tahun anggaran 2021 sudah dilakukan," kata Ketua DPRD Kota Probolinggo Abdul Mujib dalam rapat paripurna di DPRD setempat.

Menurutnya, pendapat akhir dari tujuh fraksi melalui juru bicara masing-masing sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (3) huruf d Peraturan DPRD Kota Probolinggo Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan DPRD Kota Probolinggo Nomor 1 Tahun 2018.

Sekretaris DPRD Kota Probolinggo Teguh Bagus yang membacakan keputusan DPRD menyampaikan bahwa realisasi pendapatan daerah sebesar Rp993,87 miliar dan belanja daerah sebesar Rp898,55 miliar, sehingga surplus sebanyak Rp95,32 miliar.

Sedangkan realisasi pembiayaan daerah untuk penerimaan sebesar Rp204,05 miliar dan pengeluaran sebesar Rp30 miliar, pembiayaan netto Rp174,05 miliar dan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan Rp269,37 miliar.

"Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2021 selanjutnya diajukan pada Gubernur Jawa Timur untuk dievaluasi," katanya.

Sementara itu Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin memberikan pendapatnya terhadap pembahasan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2021 berdasarkan saran dan pendapat yang disampaikan 26 organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo.

"Saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih atas perhatian yang sungguh-sungguh terhadap semua saran, usul, pendapat, pandangan dan imbauan yang disampaikan oleh dewan," katanya.

Terkait audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), wali kota yang biasa dipanggil Habib Hadi itu menyarankan Badan Anggaran DPRD Kota Probolinggo untuk melakukan koordinasi dengan BPK karena hal itu perlu dilakukan untuk mengetahui apa saja yang sudah diaudit.

"Biasanya kalau sudah Wajar Tanpa Pengecualian tidak ada pembahasan. Namun demikian kami tetap terima saran dan masukannya karena demi perbaikan," ujarnya.

Menurutnya hal itu menjadi kewajiban untuk transparan dalam pelaksanaan pemerintahan, sehingga ke depan bersama-sama memperbaiki regulasi dan aturan atas upaya atau catatan (hasil LHP BPK) bisa dihindari.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022