Warga dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mengembangkan budi daya maggot yang merupakan larva lalat black soldier fly (BSF) di kawasan Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Ketua Kelompok Tani Krembangan, Madani Johan Tri Cahyono di Surabaya, Kamis, mengatakan saat ini memang masih memproduksi maggot 100 kilogram per hari, dan sebenarnya itu bisa digenjot lagi hingga 150-175 kilogram per hari dengan fasilitas yang ada.
"Bahkan, kalau fasilitas raknya ditambahkan, tentu produksi maggotnya akan semakin banyak," kata dia.
Budi daya maggot selain sebagai salah satu solusi mengatasi masalah sampah juga berguna untuk pakan bagi hewan unggas, burung dan ikan.
Menurut Johan, tantangan dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk bisa ekspor ke luar negeri realistis dan mungkin bisa diwujudkan. Apalagi, kalau ada kerja sama dengan wilayah lainnya di Surabaya, tentu target itu akan mudah dicapai.
Sementara itu, Camat Krembangan Ario Bagus Permadi menjelaskan Rumah Maggot ini untuk merespons keberadaan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ada di Kecamatan Krembangan.
Saat itu, kata dia, pihaknya diminta untuk mengidentifikasi aset Pemkot Surabaya yang tidak terpakai, sehingga ditemukan aset tersebut. Kebetulan Ketua RW sudah melakukan budi daya Maggot Lalat BSF di lantai 2 Balai RW, sehingga itu dikembangkan ke tingkat kecamatan.
Baca juga: Dosen UMM percepat budi daya maggot dengan teknologi mesin
"Jadi, awalnya aset ini untuk maggot, karena masih ada tempat yang tersisa, akhirnya kami ternak ayam dan ikan serta sayuran organik, sehingga produksi maggot itu semuanya terpakai," ujar dia.
Dia menjelaskan tantangan ekspor yang disampaikan oleh Wali Kota Eri Cahyadi memang menjadi mimpi warga setempat. Sebab, apabila aset itu dimaksimalkan dan bisa berkolaborasi juga dengan tempat lainnya, target ekspor sangat memungkinkan.
"Sementara ini kapasitas produksinya masih 30 persen, kami akan genjot dulu hingga 100 persen, dan selanjutnya baru berpikir untuk ekspor," kata dia.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan sudah ada salah satu pabrik yang meminta maggot 6 ton per hari kepada Pemkot Surabaya. Kalau bisa memenuhi 6 ton per hari, dipastikan akan banyak tenaga kerja yang terserap dari MBR Krembangan.
"Kalau dijual Rp4 ribu per kilogram, berarti 6 ton sekitar Rp24 juta per hari atau Rp720 juta per bulannya. Kalau saya menargetkan setiap MBR punya penghasilan Rp3 juta, ada sekitar 240-an orang MBR yang bisa memenuhi target 6 ton ini. Itu hanya satu pabrik saja, belum lagi yang lainnya," kata dia.
Bahkan, kalau maggot lalat itu bisa dikeringkan dan dikirim ke luar negeri atau ekspor, bisa dijual hingga 4 dolar AS dan kalau dikeringkan untuk lokal saja harganya bisa Rp8 ribu.
"Makanya, saya berharap Krembangan bisa mengembangkan maggot supaya bisa diekspor dan bisa mengentas kemiskinan di Krembangan. Apa saja kebutuhan untuk bisa ekspor itu, nanti kami penuhi fasilitasnya, jadi biarkan warga itu bergerak," kata dia.
Baca juga: Pemkab Jember dukung pengembangan maggot sebagai solusi atasi masalah sampah
Baca juga: Petrokimia Gresik dorong pemberdayaan UMKM melalui MMBC 2022
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Ketua Kelompok Tani Krembangan, Madani Johan Tri Cahyono di Surabaya, Kamis, mengatakan saat ini memang masih memproduksi maggot 100 kilogram per hari, dan sebenarnya itu bisa digenjot lagi hingga 150-175 kilogram per hari dengan fasilitas yang ada.
"Bahkan, kalau fasilitas raknya ditambahkan, tentu produksi maggotnya akan semakin banyak," kata dia.
Budi daya maggot selain sebagai salah satu solusi mengatasi masalah sampah juga berguna untuk pakan bagi hewan unggas, burung dan ikan.
Menurut Johan, tantangan dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk bisa ekspor ke luar negeri realistis dan mungkin bisa diwujudkan. Apalagi, kalau ada kerja sama dengan wilayah lainnya di Surabaya, tentu target itu akan mudah dicapai.
Sementara itu, Camat Krembangan Ario Bagus Permadi menjelaskan Rumah Maggot ini untuk merespons keberadaan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ada di Kecamatan Krembangan.
Saat itu, kata dia, pihaknya diminta untuk mengidentifikasi aset Pemkot Surabaya yang tidak terpakai, sehingga ditemukan aset tersebut. Kebetulan Ketua RW sudah melakukan budi daya Maggot Lalat BSF di lantai 2 Balai RW, sehingga itu dikembangkan ke tingkat kecamatan.
Baca juga: Dosen UMM percepat budi daya maggot dengan teknologi mesin
"Jadi, awalnya aset ini untuk maggot, karena masih ada tempat yang tersisa, akhirnya kami ternak ayam dan ikan serta sayuran organik, sehingga produksi maggot itu semuanya terpakai," ujar dia.
Dia menjelaskan tantangan ekspor yang disampaikan oleh Wali Kota Eri Cahyadi memang menjadi mimpi warga setempat. Sebab, apabila aset itu dimaksimalkan dan bisa berkolaborasi juga dengan tempat lainnya, target ekspor sangat memungkinkan.
"Sementara ini kapasitas produksinya masih 30 persen, kami akan genjot dulu hingga 100 persen, dan selanjutnya baru berpikir untuk ekspor," kata dia.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan sudah ada salah satu pabrik yang meminta maggot 6 ton per hari kepada Pemkot Surabaya. Kalau bisa memenuhi 6 ton per hari, dipastikan akan banyak tenaga kerja yang terserap dari MBR Krembangan.
"Kalau dijual Rp4 ribu per kilogram, berarti 6 ton sekitar Rp24 juta per hari atau Rp720 juta per bulannya. Kalau saya menargetkan setiap MBR punya penghasilan Rp3 juta, ada sekitar 240-an orang MBR yang bisa memenuhi target 6 ton ini. Itu hanya satu pabrik saja, belum lagi yang lainnya," kata dia.
Bahkan, kalau maggot lalat itu bisa dikeringkan dan dikirim ke luar negeri atau ekspor, bisa dijual hingga 4 dolar AS dan kalau dikeringkan untuk lokal saja harganya bisa Rp8 ribu.
"Makanya, saya berharap Krembangan bisa mengembangkan maggot supaya bisa diekspor dan bisa mengentas kemiskinan di Krembangan. Apa saja kebutuhan untuk bisa ekspor itu, nanti kami penuhi fasilitasnya, jadi biarkan warga itu bergerak," kata dia.
Baca juga: Pemkab Jember dukung pengembangan maggot sebagai solusi atasi masalah sampah
Baca juga: Petrokimia Gresik dorong pemberdayaan UMKM melalui MMBC 2022
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022