Ribuan mahasiswa dari Aliansi BEM Surabaya dalam aksi unjuk rasa, di Surabaya, Kamis, menyampaikan tujuh tuntutan, di antaranya terkait kebijakan Domestic  Market  Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Pemerintah , kata Korlap Aksi Aliansi BEM Surabaya, S Andre Prasetyo Utomo , harus melakukan evaluasi perihal kebijakan DMO dan DPO yang berdampak pada kenaikan serta kelangkaan minyak goreng di Indonesia.

Kedua, menuntut pemerintah untuk segera mengusut tuntas praktik mafia minyak goreng di Indonesia.

Ketiga, menuntut pemerintah untuk melakukan evaluasi kenaikan harga BBM khususnya Pertamax dan  meninjau secara intens perihal pendistribusian BBM pertalite dan solar yang mengalami kelangkaan. 

"Keempat, menuntut pemerintah menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen mengingat keadaan ekonomi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja," ujarnya saat bersama sekitar 3.000 mahasiswa turun ke jalan. 

Kelima, menuntut pemerintah untuk menunda pemindahan Ibu Kota Negara sebelum rancangan pembangunan dan pengelolaan lingkungan dituntaskan mengingat anggaran yang dibutuhkan sangat tinggi. 

Keenam, mengutuk segala Tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. "Dan ketujuh, wujudkan reforma agraria," katanya.

Sementara itu, sebanyak 2.448 personel kepolisian diterjunkan guna mengawal aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Mahasiswa Surabaya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur.

"Jumlah pam (pasukan pengamanan) yang diterjunkan seluruhnya berjumlah 2.448 personel," kata Kasi Humas Polrestabes Surabaya, Kompol M. Fakih. 

Fakih mengemukakan, ribuan personel tersebut terdiri dari 1.560 personel Polda Jatim, 277 personel Polrestabes Surabaya, 211 dari Polsek Jajaran. 

Selain itu,  ada pula dari instansi lain yakni TNI, Dishub, Linmas dan Satpol PP berjumlah 400 personel. (*) 
 

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022