Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memfasilitasi anak-anak muda setempat menjadi entreprenur kopi dengan menggelar "Banyuwangi Coffe Week" di Gedung Juang 45, mulai 25 hingga 27 Februari 2022.
Di "Banyuwangi Coffe Week" bisa disebut menjadi surganya penikmat kopi. Selama tiga hari dihadirkan para ahli kopi dan berbagai produk kopi Banyuwangi. Salah satunya Iwan Subekti, yang merupakan tester kopi dan telah berkeliling ke penjuru dunia sebagai juri kopi seperti Brasil, Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Asia Tenggara, dan lainnya.
"Ngopi sudah menjadi gaya hidup, di Banyuwangi kopi sedang tumbuh dengan pesat. Kopi lokal Banyuwangi menjadi salah satu produk Indonesia yang terus mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Kini di Banyuwangi telah banyak muncul kedai-kedai kopi yang dikelola anak-anak muda Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Data Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, mencatat pada tahun 2021 Banyuwangi menghasilkan kopi sebesar 10.575 ton. Menjadikan Banyuwangi menjadi salah satu penghasil kopi terbesar di Jawa Timur.
Kopi yang dihasilkan di Banyuwangi didominasi perkebunan rakyat. Banyuwangi juga dikenal Berbagai produk kopi Banyuwangi juga telah diekspor ke berbagai negara.
"Melalui Banyuwangi Coffee Week, diharapkan mampu meningkatkan ekonomi kreatif di sektor kopi lokal Banyuwangi. Ini menjadi wadah bagi anak-anak muda Banyuwangi, mulai dari yang akan, hingga, dan telah menjadi entreprenuer di bidang kopi," ujarnya.
Bupati Ipuk menjelaskan bahwa Banyuwangi Festival bukan hanya sekadar seremonial saja, tapi harus ada unsur pertumbuhan ekonomi.
"Dari Banyuwangi Coffe Week ini, diharapkan banyak yang terdorong menjadi entreprenuer kopi. Selain itu bisa menjadi ajang pertemuan para pelaku kopi. Bisa saling mengenal, saling membantu, yang endingnya ada hubungan bisnis to bisnis," kata Ipuk.
Di Banyuwangi Coffe Week, selain memamerkan produk-produk kopi lokal Banyuwangi, juga terdapat coffe coaching clinic bagi mereka yang ingin terjun di dunia kopi. Puluhan anak muda dari berbagai kalangan, seperti santri dari pondok pesantren, pemuda gereja, dan lainnya ikut dalam coaching clinic yang dipandu oleh Bayu Satria dari Coffe Wangi.
Selain itu, di Banyuwangi Coffe Week juga diperkenalkan sejarah industri kopi di Banyuwangi. Industri kopi mulai hadir di Banyuwangi sekitar abad ke-17 M. Banyuwangi yang memiliki lahan cukup luas di lereng Gunung Ijen, sangat mendukung keberlangsungan program penanaman kopi.
Mencermati perkembangan niaga yang semakin menjanjikan, membuat Clement de Harris, Residen pertama Besuki, memutuskan untuk menanam kopi di perkebunan Sukaraja (kini Kecamatan Giri) pada tahun 1811. Perkebunan tersebut kemudian dijadikan lahan pembibitan kopi. Namun, kurangnya penduduk yang tinggal di Banyuwangi kala itu menyulitkan pemerintah kolonial untuk memenuhi target produksi.
Selain Sukaraja, dalam rentang waktu 1818-1865 ada beberapa perkebunan baru di wilayah Banyuwangi Selatan yang sengaja dibuka untuk memenuhi target produksi, seperti di Desa Genteng ada 36 kebun dan Desa Parijatah ada 32 kebun. Dengan jumlah rata-rata setiap kebun mampu menanam antara 1.565-11.410 pohon. Hingga medio 1887-1889 produksi kopi di Afdeling Banyuwangi masih mampu mencatatkan hasil sebesar 13.630 pikul. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Di "Banyuwangi Coffe Week" bisa disebut menjadi surganya penikmat kopi. Selama tiga hari dihadirkan para ahli kopi dan berbagai produk kopi Banyuwangi. Salah satunya Iwan Subekti, yang merupakan tester kopi dan telah berkeliling ke penjuru dunia sebagai juri kopi seperti Brasil, Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Asia Tenggara, dan lainnya.
"Ngopi sudah menjadi gaya hidup, di Banyuwangi kopi sedang tumbuh dengan pesat. Kopi lokal Banyuwangi menjadi salah satu produk Indonesia yang terus mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Kini di Banyuwangi telah banyak muncul kedai-kedai kopi yang dikelola anak-anak muda Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Data Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, mencatat pada tahun 2021 Banyuwangi menghasilkan kopi sebesar 10.575 ton. Menjadikan Banyuwangi menjadi salah satu penghasil kopi terbesar di Jawa Timur.
Kopi yang dihasilkan di Banyuwangi didominasi perkebunan rakyat. Banyuwangi juga dikenal Berbagai produk kopi Banyuwangi juga telah diekspor ke berbagai negara.
"Melalui Banyuwangi Coffee Week, diharapkan mampu meningkatkan ekonomi kreatif di sektor kopi lokal Banyuwangi. Ini menjadi wadah bagi anak-anak muda Banyuwangi, mulai dari yang akan, hingga, dan telah menjadi entreprenuer di bidang kopi," ujarnya.
Bupati Ipuk menjelaskan bahwa Banyuwangi Festival bukan hanya sekadar seremonial saja, tapi harus ada unsur pertumbuhan ekonomi.
"Dari Banyuwangi Coffe Week ini, diharapkan banyak yang terdorong menjadi entreprenuer kopi. Selain itu bisa menjadi ajang pertemuan para pelaku kopi. Bisa saling mengenal, saling membantu, yang endingnya ada hubungan bisnis to bisnis," kata Ipuk.
Di Banyuwangi Coffe Week, selain memamerkan produk-produk kopi lokal Banyuwangi, juga terdapat coffe coaching clinic bagi mereka yang ingin terjun di dunia kopi. Puluhan anak muda dari berbagai kalangan, seperti santri dari pondok pesantren, pemuda gereja, dan lainnya ikut dalam coaching clinic yang dipandu oleh Bayu Satria dari Coffe Wangi.
Selain itu, di Banyuwangi Coffe Week juga diperkenalkan sejarah industri kopi di Banyuwangi. Industri kopi mulai hadir di Banyuwangi sekitar abad ke-17 M. Banyuwangi yang memiliki lahan cukup luas di lereng Gunung Ijen, sangat mendukung keberlangsungan program penanaman kopi.
Mencermati perkembangan niaga yang semakin menjanjikan, membuat Clement de Harris, Residen pertama Besuki, memutuskan untuk menanam kopi di perkebunan Sukaraja (kini Kecamatan Giri) pada tahun 1811. Perkebunan tersebut kemudian dijadikan lahan pembibitan kopi. Namun, kurangnya penduduk yang tinggal di Banyuwangi kala itu menyulitkan pemerintah kolonial untuk memenuhi target produksi.
Selain Sukaraja, dalam rentang waktu 1818-1865 ada beberapa perkebunan baru di wilayah Banyuwangi Selatan yang sengaja dibuka untuk memenuhi target produksi, seperti di Desa Genteng ada 36 kebun dan Desa Parijatah ada 32 kebun. Dengan jumlah rata-rata setiap kebun mampu menanam antara 1.565-11.410 pohon. Hingga medio 1887-1889 produksi kopi di Afdeling Banyuwangi masih mampu mencatatkan hasil sebesar 13.630 pikul. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022