Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta warga tidak panik karena munculnya semburan gas di Kabupaten Sumenep akibat pengeboran sumur di Desa Mandala, Kecamatan Rubaru.
"Kami bergerak cepat dan bekerja sama dengan tim ahli dari perguruan tinggi serta Pemkab Sumenep untuk melakukan pengamanan di lokasi semburan," ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur Nur Kholis di Surabaya, Rabu.
Pemprov bersama tim segera melakukan penelitian berkelanjutan terkait potensi gas rawa (shallow gas) yang terdapat di Sumenep, sekaligus Kabupaten Pamekasan.
"Jenis gas methane yang keluar merupakan gas berbahaya karena mudah terbakar dan eksplosif pada konsentrasi dan tekanan tinggi. Namun, karena pada lokasi tersebut konsentrasinya kecil, maka akan terdegradasi/netral oleh udara bebas," ucapnya.
Meskipun demikian, kata dia, lokasi semburan tetap harus dilokalisasi dari aktivitas warga sebagai langkah mitigasi.
Ia menyampaikan lubang pengeboran yang mengakibatkan semburan gas dan menimbulkan gelembung serta nyala api kecil telah dikaji permasalahannya dan segera dilakukan penutupan dengan semen.
Langkah penutupan, kata dia, dapat dilakukan setelah nyala api yang timbul akibat pengeboran telah padam.
"Dari kajian yang dilakukan tim Pemprov Jatim bersama para pakar, tekanan gas yang cukup kecil dan diprediksi akan menghilang dalam waktu 3-6 hari ke depan," tuturnya.
Mantan Kepala BKD Jatim tersebut juga menjelaskan bahwa berdasarkan kajian sementara tim yang diterjunkan, semburan gas pada lubang bekas sumur bor pengairan tersebut disebabkan karena jebakan gas pada struktur batuan tertembus mata bor.
Sehingga, lanjut dia, air mengalir keluar disertai gelembung-gelembung gas serta nyala api kecil, dan ini menunjukkan bahwa konsentrasi tekanan gas cukup kecil sehingga potensi cadangan gasnya juga sedikit.
"Semburan gas tersebut berasal dari hasil pengeboran sumur pada kedalaman 88 meter dengan litologi batuan lempung dan pasir. Jadi gas keluar berjenis gas rawa yang berasal dari zat organik sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan tertimbun, kemudian terfermentasi oleh mikroorganisme bakteri, lalu menghasilkan gas methane dan sedikit kandungan buthane," katanya.
Sementara itu, pihaknya mengakui di Sumenep memang memiliki potensi kaya minyak dan gas sehingga diperlukan kajian komperehensif.
Selain itu, litologi batuan di Sumenep adalah lempung dan pasir yang merupakan letak potensial gas rawa sebagai pengganti LPG.
"Namun, lokasi pengeboran sendiri tidak termasuk dalam wilayah kerja Migas Jatim. Yang artinya, wilayah tersebut saat ini belum merupakan prospek migas," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Kami bergerak cepat dan bekerja sama dengan tim ahli dari perguruan tinggi serta Pemkab Sumenep untuk melakukan pengamanan di lokasi semburan," ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur Nur Kholis di Surabaya, Rabu.
Pemprov bersama tim segera melakukan penelitian berkelanjutan terkait potensi gas rawa (shallow gas) yang terdapat di Sumenep, sekaligus Kabupaten Pamekasan.
"Jenis gas methane yang keluar merupakan gas berbahaya karena mudah terbakar dan eksplosif pada konsentrasi dan tekanan tinggi. Namun, karena pada lokasi tersebut konsentrasinya kecil, maka akan terdegradasi/netral oleh udara bebas," ucapnya.
Meskipun demikian, kata dia, lokasi semburan tetap harus dilokalisasi dari aktivitas warga sebagai langkah mitigasi.
Ia menyampaikan lubang pengeboran yang mengakibatkan semburan gas dan menimbulkan gelembung serta nyala api kecil telah dikaji permasalahannya dan segera dilakukan penutupan dengan semen.
Langkah penutupan, kata dia, dapat dilakukan setelah nyala api yang timbul akibat pengeboran telah padam.
"Dari kajian yang dilakukan tim Pemprov Jatim bersama para pakar, tekanan gas yang cukup kecil dan diprediksi akan menghilang dalam waktu 3-6 hari ke depan," tuturnya.
Mantan Kepala BKD Jatim tersebut juga menjelaskan bahwa berdasarkan kajian sementara tim yang diterjunkan, semburan gas pada lubang bekas sumur bor pengairan tersebut disebabkan karena jebakan gas pada struktur batuan tertembus mata bor.
Sehingga, lanjut dia, air mengalir keluar disertai gelembung-gelembung gas serta nyala api kecil, dan ini menunjukkan bahwa konsentrasi tekanan gas cukup kecil sehingga potensi cadangan gasnya juga sedikit.
"Semburan gas tersebut berasal dari hasil pengeboran sumur pada kedalaman 88 meter dengan litologi batuan lempung dan pasir. Jadi gas keluar berjenis gas rawa yang berasal dari zat organik sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan tertimbun, kemudian terfermentasi oleh mikroorganisme bakteri, lalu menghasilkan gas methane dan sedikit kandungan buthane," katanya.
Sementara itu, pihaknya mengakui di Sumenep memang memiliki potensi kaya minyak dan gas sehingga diperlukan kajian komperehensif.
Selain itu, litologi batuan di Sumenep adalah lempung dan pasir yang merupakan letak potensial gas rawa sebagai pengganti LPG.
"Namun, lokasi pengeboran sendiri tidak termasuk dalam wilayah kerja Migas Jatim. Yang artinya, wilayah tersebut saat ini belum merupakan prospek migas," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021