Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya menilai anggaran banjir di pemerintah kota setempat masih belum banyak berpihak kepada warga pemukiman.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati di Surabaya, Selasa, mengatakan, meski anggaran pematusan di APBD Surabaya cukup besar, senilai Rp465 miliar, namun penanganan banjir belum juga tuntas.  

"Ini menunjukkan belum adanya intervensi yang serius oleh Pemkot Surabaya dalam menanggulangi banjir," kata Aning.

Menurut dia, jika di telusuri secara detail, pemkot ternyata masih mendasarkan penanganan banjir pada Surabaya Drainage Master Plan (SDMP). Sedangkan SDMP sendiri punya batasan atau ruang lingkup tertentu terkait dengan perencanaan drainase kota Surabaya. 

"Adanya keterbatasan anggaran menjadi faktor utama batasan atau ruang lingkup kajian tersebut," kata Aning.

Aning mengharapkan perencanaan penanganan banjir yang belum tercakup dalam SDMP bisa di detailkan dalam Sistem Drainase Jaringan Tersier (SDJT) dan Sistem Drainase Lingkungan Pemukiman (SDLP).  Pada kenyataannya SDJT masih banyak yang belum dibuat kajiannya oleh pemkot, apalagi SDLP. 

"SDLP ini mengkaji secara riil penanggulangan banjir di perumahan, perkampungan, sekaligus juga koneksinya dengan saluran kota. Inilah kunci kenapa banjir di lingkungan pemukiman warga tidak makin kecil namun makin melebar," kata perempuan lulusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini.

Selain itu, kata dia, faktor lain yang ternyata berpengaruh besar pada banjir dan berkembang sangat cepat, yaitu pembangunan dan alih fungsi lahan di kota Surabaya.  Menrutnya, rekomendasi dari SDMP-SDJT-SDLP yang harusnya dikerjakan menjadi tidak relevan dalam proses pembangunan karena adanya perubahan atau alih fungsi lahan.  

Tentunya hal ini berhubungan dengan keterkaitan antara rekom drainase untuk diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum mampu menjawab tantangan terakomodirnya kapasitas debit saluran.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya merekomendasikan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Surabaya agar  setiap pembangunan drainase harus betul-betul bisa membuat tampungan dengan kapasitas yang memenuhi dengan periode ulang yang sesuai. 

Untuk mengatur itu, Aning mengatakan perlukiranya adanya Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan Banjir. Perda tersebut untuk mengatur baik itu alih fungsi lahan oleh pengusaha/pengembang maupun masyarakat terkait dengan pembangunan.

Selain itu, lanjut Aning, Perda ini juga bisa membuat regulasi yang lebih inovatif untuk  mengurangi debit air atau kapasitas yang timbul setelah alih fungsi lahan. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021