Mengenakan jaket denim berwarna biru muda, Heny Mayorita terlihat ceria saat ditemui di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Pasuruan. Namun, tak banyak yang menyangka jika wanita 26 tahun tersebut menyimpan banyak kegelisahan sebelumnya.
Kanker menyerang seolah tak pandang status dan usia. Heny membeberkan jika dirinya sempat berjuang melawan penyakit TB kelenjar getah bening setahun belakang.
"Awalnya dari bulan April 2019, saya merasa ada benjolan sebesar biji jagung. Saya periksa ke faskes pertama sampai dapat obat dua kali tapi hasilnya nihil. Kemudian sempat dirujuk ke RSUD Dr. R. Soedarsono (Kota Pasuruan) untuk diarahkan ke poli penyakit dalam namun tak kunjung ada perubahan," katanya mengenang.
Melihat kondisi medis yang semakin mengkhawatirkan, Heny lantas mendapat rujukan kedua menuju RSUD Bangil. Titik terang mulai terasa saat dirinya mendapat tindakan Fine Needle Aspirasi Biopsi (FNAB) di sekitar leher. FNAB atau aspirasi jarum halus merupakan pemeriksaan langsung pada benjolan tumor menggunakan jarum kecil mulai ukuran 23 hingga 27 menyesuaikan lokasi dan sifat tumor.
"Baru di situ (RSUD Bangil, red) ketahuan kalau benjolan kecilnya karena virus TB (Tuberculosis). Kata dokter pengobatannya bisa sampai 9 bulan. Sempat khawatir banget karena memang sakitnya gak disangka-sangka. Bersyukurnya keluarga selalu beri dukungan," katanya.
Usai mendapat penanganan FNAB, Heny dirujuk balik ke Puskesmas Gadingrejo untuk menjalankan pengobatan selama enam bulan di sana. Penyakitnya itu namanya TB kelenjar getah bening atau Lymphadenitis TB.
"Awalnya, di bulan April 2019 aku merasa ada benjolan kecil sebesar biji jagung, aku periksa ke faskes pertamaku sudah dikasih obat dua kali pertemuan, tapi tidak mengecil juga benjolan itu," katanya.
Dia kemudian dirujuk ke RSUD Soedarsono untuk cek ke Poli Penyakit Dalam, di RSUD Soedarsono pun dua kali pertemuan dikasih obat tetapi tidak mengecil, akhirnya dirujuk ke RSUD Bangil. Disana mulai ada tindakan FNAB, baru disitu ketahuan kalau benjolan kecil itu adalah virus TB dan harus diobati selama sembilan bulan.
"Kemudian untuk pengobatannya aku dirujuk balik ke Puskesmas Gadingrejo selama enam bulan, sisa tiga bulannya dikembalikan ke RSUD Bangil. Singkat cerita sudah sembilan Bulan benjolan itu masih ada dan ukurannya sempat mengecil, lalu aku ditambah pengobatannya tiga bulan lagi (jadi total 12 bulan)," katanya.
Menurutnya, setiap evaluasi dirinya juga di FNAB dan setelah 12 bulan, benjolan itu membesar lagi dan hampir pecah, lalu aku dirujuk ke RSUD Syaiful Anwar untuk mendapat tindakan lebih, setelah pengobatan dan rangkaian tindakan di RSAA, diputuskan kalau virusnya sudah hampir habis (very low) dan pengobatannya sudah cukup, jadi tindakan yang perlu dilakukan adalah operasi.
"Akhirnya di bulan Agustus 2020, aku dioperasi, setelah itu sempat minum obat selama 1 bulan dan perkembanganku terus baik, akhirnya aku dinyatakan sembuh," katanya.
Menurutnya, pelajaran yang perlu diambil adalah deteksi dini kalau ada benjolan sekecil apapun, karena penyakitnya tidak terasa sama sekali, hanya mungkin aku sering merasa kecapekan.
"Kalau tidak dicek pun aku tidak akan tau kalau punya penyakit," katanya.
Ia mengatakan, pelayanan yang didapatkan ketika menggunakan kartu JKN di Faskes sangat memuaskan karena dilayani dengan baik dan obat-obatan yang diberikan tidak pernah telat dan selalu tersedia.
"Operasinya tidak merasa dibedakan dengan pasien umum juga seluruh proses pengecekan laboratorium diberikan lengkap tanpa biaya sedikitpun," katanya.
Disinggung dengan pelayanan kelas rawat inap, dia menjelaskan jika sebenarnya mendapatkan kelas I hanya saja waktu itu di RSSA Malang kamar kelas I dan II sedang dalam renovasi.
"Kemudian diberikan kelas III tetapi tidka mengurangi pelayanan yang diberikan dan kamarnya juga bersih," katanya.
Ia berharap, semoga program JKN ini tetap ada dan semakin kuat karena banyak masyarakat yang menggantungkan harapan untuk kesehatan pada program ini.
"Semoga ke depan program seperti ini tetap ada karena sudah banyak yang dibantu dari program ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Kanker menyerang seolah tak pandang status dan usia. Heny membeberkan jika dirinya sempat berjuang melawan penyakit TB kelenjar getah bening setahun belakang.
"Awalnya dari bulan April 2019, saya merasa ada benjolan sebesar biji jagung. Saya periksa ke faskes pertama sampai dapat obat dua kali tapi hasilnya nihil. Kemudian sempat dirujuk ke RSUD Dr. R. Soedarsono (Kota Pasuruan) untuk diarahkan ke poli penyakit dalam namun tak kunjung ada perubahan," katanya mengenang.
Melihat kondisi medis yang semakin mengkhawatirkan, Heny lantas mendapat rujukan kedua menuju RSUD Bangil. Titik terang mulai terasa saat dirinya mendapat tindakan Fine Needle Aspirasi Biopsi (FNAB) di sekitar leher. FNAB atau aspirasi jarum halus merupakan pemeriksaan langsung pada benjolan tumor menggunakan jarum kecil mulai ukuran 23 hingga 27 menyesuaikan lokasi dan sifat tumor.
"Baru di situ (RSUD Bangil, red) ketahuan kalau benjolan kecilnya karena virus TB (Tuberculosis). Kata dokter pengobatannya bisa sampai 9 bulan. Sempat khawatir banget karena memang sakitnya gak disangka-sangka. Bersyukurnya keluarga selalu beri dukungan," katanya.
Usai mendapat penanganan FNAB, Heny dirujuk balik ke Puskesmas Gadingrejo untuk menjalankan pengobatan selama enam bulan di sana. Penyakitnya itu namanya TB kelenjar getah bening atau Lymphadenitis TB.
"Awalnya, di bulan April 2019 aku merasa ada benjolan kecil sebesar biji jagung, aku periksa ke faskes pertamaku sudah dikasih obat dua kali pertemuan, tapi tidak mengecil juga benjolan itu," katanya.
Dia kemudian dirujuk ke RSUD Soedarsono untuk cek ke Poli Penyakit Dalam, di RSUD Soedarsono pun dua kali pertemuan dikasih obat tetapi tidak mengecil, akhirnya dirujuk ke RSUD Bangil. Disana mulai ada tindakan FNAB, baru disitu ketahuan kalau benjolan kecil itu adalah virus TB dan harus diobati selama sembilan bulan.
"Kemudian untuk pengobatannya aku dirujuk balik ke Puskesmas Gadingrejo selama enam bulan, sisa tiga bulannya dikembalikan ke RSUD Bangil. Singkat cerita sudah sembilan Bulan benjolan itu masih ada dan ukurannya sempat mengecil, lalu aku ditambah pengobatannya tiga bulan lagi (jadi total 12 bulan)," katanya.
Menurutnya, setiap evaluasi dirinya juga di FNAB dan setelah 12 bulan, benjolan itu membesar lagi dan hampir pecah, lalu aku dirujuk ke RSUD Syaiful Anwar untuk mendapat tindakan lebih, setelah pengobatan dan rangkaian tindakan di RSAA, diputuskan kalau virusnya sudah hampir habis (very low) dan pengobatannya sudah cukup, jadi tindakan yang perlu dilakukan adalah operasi.
"Akhirnya di bulan Agustus 2020, aku dioperasi, setelah itu sempat minum obat selama 1 bulan dan perkembanganku terus baik, akhirnya aku dinyatakan sembuh," katanya.
Menurutnya, pelajaran yang perlu diambil adalah deteksi dini kalau ada benjolan sekecil apapun, karena penyakitnya tidak terasa sama sekali, hanya mungkin aku sering merasa kecapekan.
"Kalau tidak dicek pun aku tidak akan tau kalau punya penyakit," katanya.
Ia mengatakan, pelayanan yang didapatkan ketika menggunakan kartu JKN di Faskes sangat memuaskan karena dilayani dengan baik dan obat-obatan yang diberikan tidak pernah telat dan selalu tersedia.
"Operasinya tidak merasa dibedakan dengan pasien umum juga seluruh proses pengecekan laboratorium diberikan lengkap tanpa biaya sedikitpun," katanya.
Disinggung dengan pelayanan kelas rawat inap, dia menjelaskan jika sebenarnya mendapatkan kelas I hanya saja waktu itu di RSSA Malang kamar kelas I dan II sedang dalam renovasi.
"Kemudian diberikan kelas III tetapi tidka mengurangi pelayanan yang diberikan dan kamarnya juga bersih," katanya.
Ia berharap, semoga program JKN ini tetap ada dan semakin kuat karena banyak masyarakat yang menggantungkan harapan untuk kesehatan pada program ini.
"Semoga ke depan program seperti ini tetap ada karena sudah banyak yang dibantu dari program ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021