Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi, Amin Soebandrio mengatakan asal negara vaksin berasal tidak menjadi persoalan dalam program vaksinasi nasional, sebab yang terpenting harus memenuhi persyaratan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Asal negara vaksin bukan isu. Vaksin yang digunakan di program vaksinasi bisa berasal dari Rusia, China, Inggris. Yang terpenting, vaksin tersebut memenuhi persyaratan yang dibutuhkan," kata Soebandrio, dalam keterangan persnya yang diterima di Surabaya, Sabtu.

Ia mengatakan peluang Indonesia menggunakan vaksin Sputnik V asal Rusia cukup besar dalam program vaksinasi nasional pada tahun 2021, sebab negara itu telah mendaftarkan vaksin Sputnik V ke BPOM.

Amin menjelaskan pemerintah Indonesia juga bisa menjadikan faktor praktis sebagai bahan pertimbangan dalam pengadaan vaksin di program vaksinasi. Faktor praktis tersebut, misalnya, perangkat pendukung penyuntikan, cold chain, dan harga.

Pemerintah Rusia mengklaim vaksin Sputnik V memiliki keunggulan kompetitif dari sisi praktis. Karakteristik Sputnik V ialah membutuhkan cold chain di suhu 2-8 derajat celcius, lama penyimpanan hingga mencapai dua tahun, kemudian harga terjangkau sebesar 10 dolar AS atau sekitar Rp141.000.

"Pemerintah Indonesia pasti mempertimbangkan juga faktor praktis ini dalam pengadaan vaksin. Distribusi vaksin ini ke seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah terpencil," ujarnya.

Beberapa waktu belakangan ini pembahasan tentang peluang penggunaan Sputnik V di program vaksinasi nasional kembali mencuat di publik.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengharapkan vaksin Sputnik V dapat digunakan negara mitra Rusia untuk mengatasi pandemi COVID-19, termasuk Indonesia.

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020