Staf Ahli Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Abraham Ibnu mengatakan potensi loss of sales untuk industri ritel yang terintegrasi dengan Mal di Jatim mencapai Rp11 triliun, hal itu kalau pandemi COVID-19 terjadi selama tiga bulan ke depan.
"Hal ini karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat, sehingga terjadi potensi loss of sales yang cukup besar. Dan kalau terjadi dalam tiga bulan, potensi pendapatan yang hilang pada ritel di Surabaya mencapai sekitar Rp1,9 triliun. Dan di seluruh Jatim bisa mencapai Rp 11 triliun," kata Abraham dikonfirmasi, Sabtu.
Ia mengatakan, secara persentase untuk ritel yang terintegrasi dengan mal, penurunannya sekitar 40 persen hingga 60 persen.
"Memang sebagian besar kinerja industri ritel di Tanah Air dipastikan turun sepanjang bulan ini, karena merebaknya Corona," katanya.
Sehingga, kata dia, seluruh masyarakat diimbau untuk tetap di rumah dan meminimalisir bepergian, termasuk ke mal atau pusat perbelanjaan.
"Untuk kinerja industri ritel yang berdiri sendiri atau tanpa ikut dalam mal juga turun sebesar 10 sampai 15 persen, dan semua mengakui ada potensi pendapatan yang hilang akibat COVID-19," katanya.
Ia memperkirakan, penurunan yang sangat signifikan dari realisasi rata-rata penjualan seluruh ritel di Surabaya mencapai Rp646 miliar per bulan, dan ini terjadi setelah pengumuman masuknya COVID-19 di Indonesia.
Sementara itu, kata dia, secara umum jumlah minimarket di Surabaya mencapai 432 unit dengan total transaksi normal per bulan sebesar Rp129,6 miliar, sedangkan jumlah supermarket di Surabaya mencapai 35 unit dengan total transaksi per bulan sebesar Rp131,6 miliar.
Untuk hypermarket di Surabaya jumlahnya mencapai 20 unit dengan total transaksi per bulan sebesar Rp180 miliar, dan departemen store dengan rata-rata penjualan sebesar Rp 500 juta per hari berjumlah 10 unit.
"Kalau total transaksi saat kondisi normal mencapai Rp150 miliar per bulan. Dan sisanya lain-lain sebanyak 75 unit dengan transaksi 25 juta atau sebesar 56,25 miliar per bulan," katanya, menjelaskan.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur Tjahjono Haryono mengakui, dampak dari imbauan pemerintah agar menghindari keramaian mengakibatkan tingkat kunjungan konsumen ke kafe dan restoran yang berada di pusat perbelanjaan mengalami penurunan.
"Tren tersebut terlihat sejak akhir pekan lalu, sebab masyarakat kini tidak berani berada di keramaian demi meminimalisasi penyebaran virus. Dan Apkrindo Jatim mencatat rerata angka penurunannya sekitar 20-30 persen dibanding hari-hari biasa," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Hal ini karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat, sehingga terjadi potensi loss of sales yang cukup besar. Dan kalau terjadi dalam tiga bulan, potensi pendapatan yang hilang pada ritel di Surabaya mencapai sekitar Rp1,9 triliun. Dan di seluruh Jatim bisa mencapai Rp 11 triliun," kata Abraham dikonfirmasi, Sabtu.
Ia mengatakan, secara persentase untuk ritel yang terintegrasi dengan mal, penurunannya sekitar 40 persen hingga 60 persen.
"Memang sebagian besar kinerja industri ritel di Tanah Air dipastikan turun sepanjang bulan ini, karena merebaknya Corona," katanya.
Sehingga, kata dia, seluruh masyarakat diimbau untuk tetap di rumah dan meminimalisir bepergian, termasuk ke mal atau pusat perbelanjaan.
"Untuk kinerja industri ritel yang berdiri sendiri atau tanpa ikut dalam mal juga turun sebesar 10 sampai 15 persen, dan semua mengakui ada potensi pendapatan yang hilang akibat COVID-19," katanya.
Ia memperkirakan, penurunan yang sangat signifikan dari realisasi rata-rata penjualan seluruh ritel di Surabaya mencapai Rp646 miliar per bulan, dan ini terjadi setelah pengumuman masuknya COVID-19 di Indonesia.
Sementara itu, kata dia, secara umum jumlah minimarket di Surabaya mencapai 432 unit dengan total transaksi normal per bulan sebesar Rp129,6 miliar, sedangkan jumlah supermarket di Surabaya mencapai 35 unit dengan total transaksi per bulan sebesar Rp131,6 miliar.
Untuk hypermarket di Surabaya jumlahnya mencapai 20 unit dengan total transaksi per bulan sebesar Rp180 miliar, dan departemen store dengan rata-rata penjualan sebesar Rp 500 juta per hari berjumlah 10 unit.
"Kalau total transaksi saat kondisi normal mencapai Rp150 miliar per bulan. Dan sisanya lain-lain sebanyak 75 unit dengan transaksi 25 juta atau sebesar 56,25 miliar per bulan," katanya, menjelaskan.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur Tjahjono Haryono mengakui, dampak dari imbauan pemerintah agar menghindari keramaian mengakibatkan tingkat kunjungan konsumen ke kafe dan restoran yang berada di pusat perbelanjaan mengalami penurunan.
"Tren tersebut terlihat sejak akhir pekan lalu, sebab masyarakat kini tidak berani berada di keramaian demi meminimalisasi penyebaran virus. Dan Apkrindo Jatim mencatat rerata angka penurunannya sekitar 20-30 persen dibanding hari-hari biasa," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020