Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKAPMII) Jember, Jawa Timur, menyikapi dinamika pelaksanaan hak angket yang diajukan oleh anggota DPRD Kabupaten Jember, yang kemudian ditanggapi dengan penolakan Bupati Jember Faida ketika dipanggil DPRD karena meragukan keabsahan hak angket tersebut.

"Kami mengajak semua pihak, masyarakat ,tokoh agama, ormas, tokoh politik dan khususnya pejabat pemerintah daerah Jember untuk menghormati proses hak angket tersebut," kata Ketua Politik, Demokrasi, dan Kebijakan Publik IKAPMII Jember M. Hadi Makmur di Jember dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jember, Rabu.

Baca juga: DPRD Jember bentuk panitia hak angket sikapi kebijakan Bupati Faida

Menurutnya hak angket merupakan bagian mekanisme checks and balances dalam pengelolaan pemerintahan daerah yang demokratis, kemudian secara konstitusional menyebutkan bahwa hak angket adalah salah satu hak DPR/DPRD dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan dan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah.

"Hal tersebut dijamin dan diatur oleh undang-undang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," tuturnya.

Kendati demikian, lanjut dia, masyarakat juga harus ikut mengawasi agar proses hak angket itu bukan sekedar bargaining politik transaksional anggota DPRD dan Bupati, serius diawal, namun di belakang hasilnya tidak jelas.

"Anggota DPRD Jember agar senantiasa istiqomah menjaga martabat dan kehormatannya sebagai wakil rakyat. Proses pelaksanaan hak angket tersebut harus benar-benar dijalankan sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang dan digunakan untuk kepentingan strategis masyarakat Jember," katanya.

Sementara terkait dengan sikap penolakan bupati dan pejabat pemerintah daerah dengan hak angket yang diajukan DPRD Jember, IKAPMII Jember menilai Bupati Faida justru menunjukkan ketidakdewasaannya dalam berdemokrasi dan melaksanakan pemerintahan.

"Penolakan kehadiran atas panggilan DPRD tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap undang-undang khususnya UU No. 17 tahun 2014 pasal 383 poin 2 dan UU No. 23 tahun 2014 pasal 171 poin 2," ujarnya.

Dalam poin itu disebutkan di kedua undang-undang tersebut bahwa pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, atau warga masyarakat di kabupaten/kota yang dipanggil wajib memenuhi panggilan DPRD kabupaten/kota.

"Bagi IKAPMII keabsahan prosedur dan pelaksanaan hak angket sebagai hak DPRD kabupaten/kota bukan ranah kewenangan bupati dan tidak bisa ditafsiri sepihak oleh bupati," ucap dosen FISIP Unej itu.

Menurutnya pihak yang menentukan keabsahan proses pelaksanaan hak DPRD kabupaten/kota menjadi kewenangan lembaga yudikatif atau peradilan, sehingga sikap yang disampaikan Bupati Faida dalam suratnya merupakan bentuk ketidakmatangan dalam memahami tata aturan bernegara dan mengindikasikan sikap otoriter.

Sebelumnya, fraksi-fraksi di DPRD Jember sepakat untuk mengajukan hak angket kepada Bupati Jember Faida dan hal tersebut dilakukan setelah bupati perempuan pertama di Jember tersebut mangkir saat DPRD Jember mengajukan hak interpelasi di dewan.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020