Kepolisian Daerah Jawa Timur memaparkan modus yang dilakukan pimpinan atau bos dari komplotan pelaku pembobol kartu kredit dalam merekrut peretas baru.

"Modusnya, Hendra, ketua kelompok ini membuka lowongan untuk posisi cleaning service di media sosial dengan syarat cukup lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)," kata Kasubdit V Siber Polda Jatim AKBP Cecep Susatya di Mapolda setempat di Surabaya, Rabu.

Baca juga: 18 anggota komplotan pembobol kartu kredit ditetapkan tersangka (Video)

Cecep menuturkan, tidak ada syarat khusus lain yang dicantumkan bos komplotan pembobol kartu kredit itu, hanya lulusan SMK dan punya kemampuan komputer.

Usai pelamar mengirim surat lamaran, Hendra akan menyeleksi terlebih dahulu. Kemudian memanggil pelamar yang memenuhi kriteria untuk dilakukan tes secara langsung.

"Begitu mereka (pelamar) datang, mereka dikasih tugas semacam training, mereka diajari spamming, google id, dan sebagainya. Sesuai divisi tugas yang ada," ujar Cecep.

Baca juga: Polda Jatim ringkus 20 anggota komplotan pembobol kartu kredit

Lebih lanjut, para remaja yang sudah mendapat pelatihan menjadi spammer itu akan ditugasi mengirim berbagai penawaran akun developer kartu kredit secara acak. Tiap akun nilainya Rp400 ribu.

"Caranya mereka mengiklankan produk orang atau perusahaan luar. Nah, untuk mengiklankan dia harus bayar, tapi bayarnya di google dalam bentuk dolar," ucapnya.

"Untuk pembayaran menggunakan kartu kredit yang telah diambil oleh divisi spammer," kata Cecep, menambahkan.

Baca juga: Polisi Jatim Ungkap Kejahatan "Spamming-Carding" Kartu Kredit Ilegal

Cecep mengungkapkan, komplotan pembobol kartu kredit ini menentukan sasaran secara acak. Tapi, setelah diselidiki banyak warga negara Eropa dan Amerika yang menjadi korbannya. Alasannya, karena sistem perbankan di sana lebih mudah.

"(Perbankan di sana) bila nasabah yang punya kartu kredit mengklaim tidak melakukan transaksi sesuatu, pihak bank punya kewajiban me-refund dana yang keluar dari nasabah. Jadi merasa tidak ada yang dirugikan," ujar Cecep.

"Tapi, UU ITE tidak melihat di situ, tapi kami melihat metode curang yang digunakan di dunia maya," kata dia.

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019