Ribuan mahasiswa Jember dari empat organisasi yakni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang mengatasnamakan Cipayung Plus Jember turun ke jalan tolak menolak Rancangan KUHP dan revisi UU KPK.
Para aktivis dengan membawa sejumlah poster yang bertuliskan di antaranya "KPK Jangan Diperkosa", kemudian "#Save KPK", "Dewan Penindas Rakyat", "Ibu Pertiwi Sedang Menangis", dan "Orde baru 4.0", serta membawa keranda bertuliskan "DPR mati" melakukan long march dari jalan kembar Universitas Jember menuju Gedung DPRD Jember, Jawa Timur, Senin.
"Pembahasan UU KPK telah menabrak prosedur pembentuikan peraturan perundang-undangan karena pemerintah dan DPR telah melangkahi pasal 45 UU Nomor 12 tahun 2011 dengan tidak memasukkan rancangan undang-undangnya ke dalam prolegnas prioritas," kata Ketua KAMMI Jember Hanif Q. Arifin di Jember.
Baca juga: Tolak RUU KUHP, ribuan mahasiswa Kota Malang gelar aksi di DPRD
Menurutnya pembahasan revisi UU KPK yang terburu-buru dan tidak inklusif tentu akan menghasilkan kualitas undang-undang yang buruk karena mengabaikan aspirasi masyarakat dan KPK.
"Materi pasal-pasal revisi UU KPK yang disepakati juga sangat berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia karena masuknya KPK ke dalam cabang kekuasaan eksekutif akan mengamputasi independensinya," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pegawainya pun hanya dari Polri, Kejaksaan dan ASN, serta belum lagi ada dewan pengawas akan menghambat KPK menjalankan tugasnya hingga ketidakefektifan birokrasi, sehingga sangat melemahkan lembaga antirasuah dalam bekerja.
Ketua GMNI Jember Ilham Fidaruzziar mengatakan RKUHP masih menuai sejumlah pasar kontroversial karena di dalamnya pasal-pasal karet dan multitafsir berpotensi untuk memenjarakan seseorang dalam melindungi kekuasaan.
"Mengkritik presiden dan wakil presiden pun diharamkan dalam RKUHP tersebut dan kontroversi berlanjut dengan dimasukkan beberapa hal yang bersifat khusus ke dalam RKUHP bersifat umum," katanya.
Ia mengatakan hal tersebut akan membuat rancu setiap penegakan hukum yang terdapat dalam dua aturan sekaligus. Asas legalitas yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 yang mengisyaratkan harus ada aturan terlebih dahulu sebelum adanya perbuatan untuk dapat dipidana.
"Hal itu bertolak belakang dengan ketentuan RKUHP yang membolehkan hukum dalam masyarakat menjadi acuan dipidana nya seseorang," ujarnya.
Selain penolakan terhadap revisi UU KPK dan RKUHP, aksi Cipayung Plus Jember juga menolak RUU pemasyarakatan dan RUU pertanahan yang dinilai kontroversial dan merugikan masyarakat.
Aksi massa ditemui oleh Wakil Ketua DPRD Jember Deddy Dwi Setiawan dan berjanji akan meneruskan aspirasi dari para mahasiswa dari empat organisasi ekstra mahasiswa tersebut.
"Saya dan seluruh anggota DPRD Jember mendukung penuh dari para mahasiswa Cipayung Plus Jember," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Para aktivis dengan membawa sejumlah poster yang bertuliskan di antaranya "KPK Jangan Diperkosa", kemudian "#Save KPK", "Dewan Penindas Rakyat", "Ibu Pertiwi Sedang Menangis", dan "Orde baru 4.0", serta membawa keranda bertuliskan "DPR mati" melakukan long march dari jalan kembar Universitas Jember menuju Gedung DPRD Jember, Jawa Timur, Senin.
"Pembahasan UU KPK telah menabrak prosedur pembentuikan peraturan perundang-undangan karena pemerintah dan DPR telah melangkahi pasal 45 UU Nomor 12 tahun 2011 dengan tidak memasukkan rancangan undang-undangnya ke dalam prolegnas prioritas," kata Ketua KAMMI Jember Hanif Q. Arifin di Jember.
Baca juga: Tolak RUU KUHP, ribuan mahasiswa Kota Malang gelar aksi di DPRD
Menurutnya pembahasan revisi UU KPK yang terburu-buru dan tidak inklusif tentu akan menghasilkan kualitas undang-undang yang buruk karena mengabaikan aspirasi masyarakat dan KPK.
"Materi pasal-pasal revisi UU KPK yang disepakati juga sangat berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia karena masuknya KPK ke dalam cabang kekuasaan eksekutif akan mengamputasi independensinya," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pegawainya pun hanya dari Polri, Kejaksaan dan ASN, serta belum lagi ada dewan pengawas akan menghambat KPK menjalankan tugasnya hingga ketidakefektifan birokrasi, sehingga sangat melemahkan lembaga antirasuah dalam bekerja.
Ketua GMNI Jember Ilham Fidaruzziar mengatakan RKUHP masih menuai sejumlah pasar kontroversial karena di dalamnya pasal-pasal karet dan multitafsir berpotensi untuk memenjarakan seseorang dalam melindungi kekuasaan.
"Mengkritik presiden dan wakil presiden pun diharamkan dalam RKUHP tersebut dan kontroversi berlanjut dengan dimasukkan beberapa hal yang bersifat khusus ke dalam RKUHP bersifat umum," katanya.
Ia mengatakan hal tersebut akan membuat rancu setiap penegakan hukum yang terdapat dalam dua aturan sekaligus. Asas legalitas yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 yang mengisyaratkan harus ada aturan terlebih dahulu sebelum adanya perbuatan untuk dapat dipidana.
"Hal itu bertolak belakang dengan ketentuan RKUHP yang membolehkan hukum dalam masyarakat menjadi acuan dipidana nya seseorang," ujarnya.
Selain penolakan terhadap revisi UU KPK dan RKUHP, aksi Cipayung Plus Jember juga menolak RUU pemasyarakatan dan RUU pertanahan yang dinilai kontroversial dan merugikan masyarakat.
Aksi massa ditemui oleh Wakil Ketua DPRD Jember Deddy Dwi Setiawan dan berjanji akan meneruskan aspirasi dari para mahasiswa dari empat organisasi ekstra mahasiswa tersebut.
"Saya dan seluruh anggota DPRD Jember mendukung penuh dari para mahasiswa Cipayung Plus Jember," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019