Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur membenarkan pemberhentian 10 anggota panitia pemilihan kecamatan di Kecamatan Larangan dan Kecamatan Proppo, Pamekasan, karena diduga terlibat dalam kasus pelanggaran Pemilu 2019.
"Memang benar anggota PPK di dua kecamatan diberhentikan, karena ketahuan melakukan pelanggaran," kata Komisioner KPU Jatim Miftahur Rozaq saat dihubungi ANTARA melalui sambungan, Rabu sore.
Hanya saja, pemberhentian kepada anggota PPK di dua kecamatan itu, sementara.
Menurut Miftahur Rozaq, pemberhentikan kepada para anggota PPK di dua kecamatan itu, oleh anggota KPU sebelumnya, yakni saat kepemimpinan Moh Hamzah.
"Jadi yang memberhentikan adalah KPU periode sebelumnya, karena memang kejadiannya, saat Ketua KPU Pamekasan dipimpin oleh Moh Hamzah, bukan KPU periode 2019-2024 ini," katanya.
Rozaq menjelaskan, sanksi pemberhentian sementara itu, mengacu kepada rekomendasi Bawaslu RI atas temuan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK Larangan dan Proppo, Pamekasan.
Keputusan KPU Pamekasan memberikan sanksi kepada kedua PPK itu, atas perintah Bawaslu RI berdasarkan hasil sidang institusi itu. KPU Pamekasan juga diminta untuk melakukan perbaikan form DA 1 DPR di kedua kecamatan tersebut. Form DA 1 DPR diminta agar disesuaikan dengan formulir model DA1 Plano DPR dan hanya berkaitan dengan Partai Nasdem.
Sementara itu, Ketua KPU Pamekasan Mohammad Halili menjelaskan, pihaknya masih akan mengagendakan perbaikan DA 1 yang ditemukan bersamalah itu, dan akan mengundang Bawaslu Pamekasan.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Pamekasan Abdullah Saidi sebelumnya menjelaskan, selain diminta untuk melakukan perbaikan data form DA1 DPR dan meminta KPU memberikan sanksi atas temuan pelanggaran pemilu itu, Bawaslu RI juga mengajukan kasus itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk disidangkan.
Saat sidang di kantor Bawaslu RI, dua PPK tersebut, yakni PPK Larangan dan PPK Proppo, Pamekasan, mengaku terpaksa mengubah data form DA1, karena diintimidasi oleh tim sukses caleg peserta pemilu, sebagaimana disampaikan Ketua PPK Kecamatan Larangan Zainuddin dalam agenda mendengarkan keterangan saksi dalam sidang penanganan pelanggaran administrasi pemilu dengan laporan Nomor 02/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019, di Ruang Sidang Utama Gedung Bawaslu, Jakarta, pada 27 Mei 2019.
Kala itu, Zainuddin mengatakan, pada awalnya rangkaian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan berjalan lancar dan aman.
Namun, usai rapat pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten, muncul intimidasi dari salah satu caleg DPR RI yang memintanya untuk mengeluarkan form DA1 dengan tiga versi berbeda walaupun tidak sesuai data sebenarnya, dan intimidasi itu terus berlanjut.
"Kami sebenarnya tidak berniat melakukan itu, tetapi kami dan keluarga kami diintimidasi oleh orang-orang suruhan peserta pemilu," katanya, tanpa menyebutkan siapa caleg yang menyuruh melakukan intimidasi itu.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PPK Proppo Pamekasan Yongki.
Dalam petitumnya, Zainuddin meminta majelis sidang Bawaslu untuk menyatakan laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan pelapor saksi Nasdem Syamsul Arifin, beralasan dan dapat diterima. Bahkan, dirinya mengusulkan majelis membuka form DA1 Plano sebagai acuan yang sah terhadap hasil pemilu di Kecamatan Larangan.
Dalam sidang itu, kedua PPK dari dua kecamatan di Kabupaten Pamekasan tersebut mengaku resah dengan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu ad hoc karena banyaknya tekanan dari pihak-pihak yang ingin berlaku curang dengan menghalalkan berbagai cara.
Zainuddin mencontohkan, rumahnya sempat didatangi belasan orang, sambil mengancam keamanan keluarganya jika tidak mengeluarkan form DA1 dalam berbagai versi.
Mereka juga mengaku, enggan jika diminta kembali sebagai PPK untuk pemilu selanjutnya. Keduanya bahkan sempat menangis kala mengingat perbuatan yang mengakui sebenarnya tidak ada niatan melakukannya.
"Dengan beban kerja yang seperti ini, kami tidak ingin lagi menjadi penyelenggara pemilu," keluh Zainuddin kala itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Memang benar anggota PPK di dua kecamatan diberhentikan, karena ketahuan melakukan pelanggaran," kata Komisioner KPU Jatim Miftahur Rozaq saat dihubungi ANTARA melalui sambungan, Rabu sore.
Hanya saja, pemberhentian kepada anggota PPK di dua kecamatan itu, sementara.
Menurut Miftahur Rozaq, pemberhentikan kepada para anggota PPK di dua kecamatan itu, oleh anggota KPU sebelumnya, yakni saat kepemimpinan Moh Hamzah.
"Jadi yang memberhentikan adalah KPU periode sebelumnya, karena memang kejadiannya, saat Ketua KPU Pamekasan dipimpin oleh Moh Hamzah, bukan KPU periode 2019-2024 ini," katanya.
Rozaq menjelaskan, sanksi pemberhentian sementara itu, mengacu kepada rekomendasi Bawaslu RI atas temuan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK Larangan dan Proppo, Pamekasan.
Keputusan KPU Pamekasan memberikan sanksi kepada kedua PPK itu, atas perintah Bawaslu RI berdasarkan hasil sidang institusi itu. KPU Pamekasan juga diminta untuk melakukan perbaikan form DA 1 DPR di kedua kecamatan tersebut. Form DA 1 DPR diminta agar disesuaikan dengan formulir model DA1 Plano DPR dan hanya berkaitan dengan Partai Nasdem.
Sementara itu, Ketua KPU Pamekasan Mohammad Halili menjelaskan, pihaknya masih akan mengagendakan perbaikan DA 1 yang ditemukan bersamalah itu, dan akan mengundang Bawaslu Pamekasan.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Pamekasan Abdullah Saidi sebelumnya menjelaskan, selain diminta untuk melakukan perbaikan data form DA1 DPR dan meminta KPU memberikan sanksi atas temuan pelanggaran pemilu itu, Bawaslu RI juga mengajukan kasus itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk disidangkan.
Saat sidang di kantor Bawaslu RI, dua PPK tersebut, yakni PPK Larangan dan PPK Proppo, Pamekasan, mengaku terpaksa mengubah data form DA1, karena diintimidasi oleh tim sukses caleg peserta pemilu, sebagaimana disampaikan Ketua PPK Kecamatan Larangan Zainuddin dalam agenda mendengarkan keterangan saksi dalam sidang penanganan pelanggaran administrasi pemilu dengan laporan Nomor 02/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019, di Ruang Sidang Utama Gedung Bawaslu, Jakarta, pada 27 Mei 2019.
Kala itu, Zainuddin mengatakan, pada awalnya rangkaian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan berjalan lancar dan aman.
Namun, usai rapat pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten, muncul intimidasi dari salah satu caleg DPR RI yang memintanya untuk mengeluarkan form DA1 dengan tiga versi berbeda walaupun tidak sesuai data sebenarnya, dan intimidasi itu terus berlanjut.
"Kami sebenarnya tidak berniat melakukan itu, tetapi kami dan keluarga kami diintimidasi oleh orang-orang suruhan peserta pemilu," katanya, tanpa menyebutkan siapa caleg yang menyuruh melakukan intimidasi itu.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PPK Proppo Pamekasan Yongki.
Dalam petitumnya, Zainuddin meminta majelis sidang Bawaslu untuk menyatakan laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan pelapor saksi Nasdem Syamsul Arifin, beralasan dan dapat diterima. Bahkan, dirinya mengusulkan majelis membuka form DA1 Plano sebagai acuan yang sah terhadap hasil pemilu di Kecamatan Larangan.
Dalam sidang itu, kedua PPK dari dua kecamatan di Kabupaten Pamekasan tersebut mengaku resah dengan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu ad hoc karena banyaknya tekanan dari pihak-pihak yang ingin berlaku curang dengan menghalalkan berbagai cara.
Zainuddin mencontohkan, rumahnya sempat didatangi belasan orang, sambil mengancam keamanan keluarganya jika tidak mengeluarkan form DA1 dalam berbagai versi.
Mereka juga mengaku, enggan jika diminta kembali sebagai PPK untuk pemilu selanjutnya. Keduanya bahkan sempat menangis kala mengingat perbuatan yang mengakui sebenarnya tidak ada niatan melakukannya.
"Dengan beban kerja yang seperti ini, kami tidak ingin lagi menjadi penyelenggara pemilu," keluh Zainuddin kala itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019